1 Tesalonika 3
“Sebab ucapan syukur apakah yang dapat kami persembahkan kepada Allah atas segala sukacita, yang kami peroleh karena kamu, di hadapan Allah kita?” (1Tes. 3:9)
Membaca 1 Tesalonika 3, terus terang saya menjadi terharu bercampur kagum dengan rasul Paulus. Betapa tidak, saya melihat jiwa sang gembala di dalam diri rasul Paulus. Baginya, jemaat Tesalonika telah menjadi bagian dalam hidupnya yang tak mungkin diceraikan. Apa yang menjadi rintihan dan tangisan jemaat Tesalonika, juga menjadi rintihan dan tangisan Paulus. Dan apa yang menjadi kegirangan mereka, juga menjadi kegirangan Paulus. Kira-kira demikianlah saya membahasakan jiwa sang gembala dalam diri Paulus.
“Sebab ucapan syukur apakah yang dapat kami persembahkan kepada Allah atas segala sukacita, yang kami peroleh karena kamu, di hadapan Allah kita?” (1Tes. 3:9)
Membaca 1 Tesalonika 3, terus terang saya menjadi terharu bercampur kagum dengan rasul Paulus. Betapa tidak, saya melihat jiwa sang gembala di dalam diri rasul Paulus. Baginya, jemaat Tesalonika telah menjadi bagian dalam hidupnya yang tak mungkin diceraikan. Apa yang menjadi rintihan dan tangisan jemaat Tesalonika, juga menjadi rintihan dan tangisan Paulus. Dan apa yang menjadi kegirangan mereka, juga menjadi kegirangan Paulus. Kira-kira demikianlah saya membahasakan jiwa sang gembala dalam diri Paulus.
Jiwa sang gembala yang dimiliki oleh Paulus ini terlihat ketika ia mengutus Timotius untuk menilik jemaat Tesalonika. Apa yang melatarbelakangi pengutusan tersebut? Latar belakangnya adalah karena Paulus khawatir dan cemas terhadap kondisi jemaat Tesalonika yang sedang ditekan oleh pihak orang-orang Yahudi. Dikatakan olehnya bahwa ia begitu khawatir bila mereka dicobai oleh si penggoda dan usaha penginjilannya selama ini menjadi sia-sia (ay. 5). Sebab itu, Paulus berharap agar Timotius dapat menguatkan iman jemaat Tesalonika.
Selain pengutusan Timotius, jiwa penggembalaannya juga terlihat dalam doa-doanya yang dipanjatkan siang dan malam (ay. 10). Dalam doanya terkandung suatu kerinduan yang jelas, yakni ingin segera kembali bertemu dengan jemaat di Tesalonika. Selain itu, dalam doanya juga terkandung suatu permohonan agar Allah selalu menuntun mereka untuk saling mengasihi satu dengan yang lainnya serta menguatkan iman mereka (ay. 12, 13). Demikianlah ciri-ciri mendetail dari jiwa sang gembala, seperti rasul Paulus.
Apakah kita juga memiliki jiwa sang gembala? Sebenarnya, ciri-ciri yang ada di dalam jiwa seorang gembala dapat disarikan menjadi satu ciri saja, yaitu apakah orang itu menjadi bagian dalam hidup kita. Ketika kita bergereja, kita pasti menemukan kaum papah di dalamnya. Kita juga menemukan anggota lain yang sedang lemah imannya. Pun juga kita menemukan anggota yang sedang menderita penyakit. Pertanyaannya, apakah mereka semua telah menjadi bagian dalam hidup kita? Bila ya, maka otomatis ratap dan tangis mereka juga merupakan ratap dan tangis kita. Wah betapa hebatnya gereja kita bila berisi jemaat yang berjiwa sang gembala hari ini. Apakah Anda memiliki jiwa itu?
Jiwa penggembalaan bukan eksklusif milik para penginjil, melainkan jiwa itu juga harus ada dalam setiap orang yang pernah digembalakan oleh Gembala yang agung
Jiwa penggembalaan bukan eksklusif milik para penginjil, melainkan jiwa itu juga harus ada dalam setiap orang yang pernah digembalakan oleh Gembala yang agung
No comments:
Post a Comment