Thursday, July 26, 2007

GEREJA: TEMPAT YANG AMANKAH?

"Tetapi aku, berkat kasih setia-Mu yang besar, aku akan masuk ke dalam rumah-Mu, sujud menyembah ke arah bait-Mu yang kudus dengan takut akan Engkau"
Mazmur 5:8

Apakah gereja adalah tempat perlindungan bagi saya? Itulah pertanyaan perenungan ketika saya membaca Mazmur 5. Mazmur yang dibuat oleh Daud ini ditujukan oleh pemimpin biduan. Itu berarti Mazmur Daud yang satu ini dilantunkan dalam tempat ibadah atau lazimnya disebut sebagai rumah Tuhan.

Yang menarik dalam Mazmur 5 adalah saya melihat keantusiasan Daud untuk memasuki rumah Tuhan. Hal ini terekspresi dari ayat yang kedelapan: ". . . aku akan masuk ke dalam rumah-Mu." Dan bukan hanya itu saja. Bila kita membaca keseluruhan ayat dan merasakan denyut perkataan demi perkataannya, maka kita dapat melihat kaitan erat antara rasa aman dengan Tuhan dengan rasa aman berada dalam rumah Tuhan. Atau konkretnya, bagi saya, ayat 8 yang mencerminkan rasa aman untuk berada dalam gereja berkaitan dengan rasa aman bersama dengan Tuhan.

Tolong jangan salah artikan saya. Saya tidak bermaksud untuk memberhalakan gereja dan tidak lagi melihat Tuhan sebagai Pemberi rasa aman yang sejati. No! Don't get me wrong! Saya hanya ingin menekankan bahwa gereja yang adalah tubuh Kristus di bumi ini seharusnya memberikan rasa aman bagi siapapun yang berada dan beribadah di dalamnya. Ketika seorang masuk ke dalam gereja, maka ia akan mendapati ketentraman dan kedamaian jiwa karena ia dapat merasakan kehadiran Tuhan dalam gereja tersebut. Saya hanya bertanya: Apakah gereja saya dapat memberikan rasa aman bagi orang yang beribadah di dalamnya? Bagaimana dengan gereja Anda?

Friday, July 20, 2007

Yesus Sayang Padaku/Cu Yesu Ai Wo

Seorang bertemu dengan teolog besar Karl Barth dan bertanya, "Apa yang telah kamu pelajari dari teologi selama ini?" Karl Barth merenung sejenak, lalu berkata, "Jesus loves me this I know" (Yesus sayang padaku, ini yang aku tahu). Mungkin dari sinilah muncul lagu sekolah Minggu berjudul "Yesus Sayang Padaku." Lagu ini sederhana, tapi mendalam. Lagu ini mudah diingat dan mampu menjawab kebutuhan manusia--kebutuhan akan dikasihi oleh Tuhannya.

Lagu ini pulalah yang sering dinyanyikan oleh jemaat yang menderita kanker itu. Ia senang menyanyikan lagu itu dalam bahasa Mandarin karena memang ia lebih fasih berbahasa Mandarin. Dalam kesederhanaan dan keterbatasannya untuk menyanyi, ia melantunkan demikian, "Cu Yesu ai wo, cu Yesu ai wo, cu Yesu ai wo, ing wei sen ching kao su wo" (Yesus sayang padaku, Alkitab yang mengajarkanku).

Dari pengalaman menemani jemaat tersebut, saya melihat bahwa alangkah baiknya bila tim pembesukan mempersiapkan lagu yang bisa dikidungkan secara sederhana dan mudah diingat. Kadang saya melihat tim pembesukan hanya datang dan mendoakan jemaat. Bukan saya meragukan kuasa doa, namun saya justru melihat bahwa pelayanan pembesukan akan lebih powerful bila tim melantunkan satu lagu sederhana buat jemaat yang sedang sakit di samping mendoakannya.

Salah satu lagu sederhana dan mudah diingat adalah: "Yesus Sayang Padaku." Lengkapnya berbunyi demikian: "Yesus sayang padaku, Alkitab mengajarku. Walau kukecil lemah, aku ini milik-Nya. Reff.: Ya Yesus sayang, ya Yesus sayang, ya Yesus sayang, Alkitab m'ngajarku."

Thursday, July 19, 2007

TERUS MENCARI DAN MENCARI TERUS

Baru-baru ini, Tuhan memberi saya kesempatan untuk mengunjungi seorang jemaat yang terserang kanker secara intensif. Ia sudah bertahun-tahun menjalani kemoterapi di luar negeri. Alhasil, rupanya kemoterapi tersebut tidak membuahkan hasil yang maksimal. Lalu, keluarga pun mencari pengobatan di tanah air Indonesia. Dari kota A ke kota B, mereka terus mencari dan mencari terus. Harapannya cuma satu, sembuh.

Namun singkat cerita, jemaat ini semakin mengalami kondisi yang kritis. Kanker yang ada pada tubuhnya semakin menyebar ke mana-mana. Ia menyebar ke dalam organ-organ yang vital. Oleh karena kondisinya yang sangat kritis, maka dokter pun memutuskan agar ia dirawat di ICU (Intensive Care Unit). Di sanalah, di ruang ICU, jemaat tersebut terbaring lemah. Hidung dan mulut telah dipasang dua selang. Di kedua selang itu masih dipasangi selang-selang lain dengan fungsi dan tujuan yang berbeda-beda. Saat ini ia hanya bisa melek sesekali. Kebanyakan ia tidak sadarkan diri. Sungguh memedihkan hati melihat jemaat tersebut.

Apa yang ada dalam pikiran saya ketika melihat peristiwa itu? Banyak. Salah satu yang hari ini saya ingin share adalah mengenai pergumulan etis-teologis. To the point saja, pikiran euthanasia (mercy killing) pasif pun muncul dalam benak keluarga, termasuk dalam benak saya. Dari pengalaman yang demikian, saya berpikir bahwa situasi seperti inilah yang seringkali membuat orang untuk berpikir mengenai euthanasia. Keluarga merasa kasihan dengan si pasien yang adalah anggota keluarganya sendiri.

Terus terang, sebelum saya menerima pengalaman pelayanan ini, saya bersikukuh untuk berkata "tidak" pada euthanasia, baik pasif maupun aktif. Tapi setelah menerima pengalaman ini, maka saya tidak tahu apa yang harus dikatakan mengenai isu tersebut. Entahlah . . . satu sisi saya bersyukur karena pengalaman ini justru akan memperkaya diskusi dalam alam berpikir saya. Sebuah diskusi antara etika Kristen dan pengalaman di lapangan. Saya yakin bahwa orang yang hanya tahu teori etika Kristen tanpa ada pengalaman, maka ia akan menjadi orang yang kaku dan susah untuk menjadi relevan. Di sisi yang lain, pergumulan antara etika Kristen dan pengalaman telah membuat saya untuk tidak berani menjawab atas isu euthanasia. Padahal, suatu saat, entah kapan, saya sebagai seorang hamba Tuhan harus tetap memiliki jawaban. Tapi saat ini, itulah jawaban saya: tidak berani menjawab.

Ah entahlah, saya sendiri pun masih dalam perjalanan. Saya belum sampai. Saya adalah seorang yang terus mencari dan mencari terus. Semoga perjalanan saya tetap dapat menjadi berkat buat pembaca. Sang Ti cu fu ni!

Monday, July 16, 2007

ANTARA KEJAYAAN DAN KEJATUHAN

Baca Matius 16: 13-23
"Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: 'Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.'" (Mat. 16: 23)

Kejayaan dan kejatuhan memang beda artinya. Tentu banyak orang tahu akan hal ini. Tapi kenyataan di lapangan berkata lain. Tembok pemisah antara kejayaan dan kejatuhan sungguh sangat tipis. Maksudnya, dalam sekejap titik jaya seseorang dapat berubah menjadi titik jatuhnya pula. Demikian sebaliknya.

Petrus mungkin dapat mewakili apa yang saya katakan di atas. Coba baca baik-baik Matius 16: 13-23. Setting-nya pada waktu itu adalah Yesus bertanya kepada para murid-Nya, "Siapakah Aku ini?" Di kala mereka sedang memikirkan jawaban atas pertanyaan Yesus, tiba-tiba saja Petrus menjawab dengan jitu. "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" demikian katanya.

Wah kali itu, Petrus benar-benar jaya. Memang kita tahu bahwa jawaban Petrus bukan muncul karena ia tahu apa yang dikatakannya. Yesus sudah menegaskan bahwa Sang Bapa itulah yang menolong Petrus untuk mengatakan kemesiasan Yesus. Tapi bukankah banyak orang melihat bahwa Petrus sedang mengalami kejayaan rohani? Ia terlihat sebagai sosok pribadi yang peka terhadap suara Bapa. Itu berarti ia juga terlihat sebagai sosok pribadi yang memiliki kerohanian yang unggul. Dus, Petrus benar-benar jaya.

Tapi sayangnya, kejayaan itu dalam sekejap berubah menjadi kejatuhan. Benar, sangat sekejap! Coba lihat keterangan waktu dalam narasi Matius: "sejak waktu itu" (ay. 21). Frasa itu menjembatani antara setting yang sebelum dan sesudahnya. Setting yang sebelumnya berbicara mengenai pengakuan Petrus tentang kemesiasan Yesus, sedangkan setting berikutnya berbicara mengenai Petrus yang berusaha menyelamatkan Yesus dari penderitaan. Nah di setting inilah, Petrus ditegor secara keras oleh Yesus: "Enyahlah Iblis . . .!" Wow . . . sungguh mengherankan! Baru saja Petrus mengalami kejayaan rohani, sekarang ia mengalami kejatuhan rohani. Dalam sekejap saja!

Apa yang dapat kita pelajari sekarang? Ternyata, meski kejayaan dan kejatuhan memiliki pengertian yang berbeda, namun di lapangan, kedua hal ini sangat susah dibedakan. Dalam sekejap orang mengalami kejayaan, tapi dalam sekejap pula orang mengalami kejatuhan. Inilah tanda awas bagi kita. Menurut pengalaman orang banyak, biasanya titik kejatuhan kita terletak pada titik kejayaan kita pula. Hal apakah yang sampai saat ini menjadi kejayaan kita? Waspadalah, jangan takabur! Jangan sampai kejayaan itu berubah menjadi kejatuhan kita.