Saturday, December 27, 2008

Mari Mendongeng

Sabtu, 27 Desember 2008 | 09:06 WIB

Kegiatan mendongeng ternyata bisa membentuk kepribadian anak. Melalui dongeng, orang tua bisa menanamkan nilai-nilai tanpa terasa menggurui. Karena itulah banyak pengamat menganggap unsur kedekatan antara pendongeng dan pendengar sangat penting. Dalam hal ini pendongeng yang utama bagi anak adalah orangtuanya.

Jangan berkecil hati bila Anda sebagai orangtua merasa tidak percaya diri bercerita di depan si kecil, karena bukan kemampuan drama atau gaya bercerita yang dinilai oleh anak. Anak akan menghargai waktu yang sudah susah payah disisihkan oleh orangtuanya yang seharian sibuk bekerja.

Agar kegiatan membacakan cerita menjadi menarik, Rossie Setiawan, penggagas komunitas Reading Bugs Indonesia, memberi tipsnya:

- Bacakan cerita dengan hati, buatlah seekspresif dan semenarik mungkin.
- Jangan terlalu cepat saat membaca.
- Usahakan menggunakan suara atau intonasi berbeda sesuai karakter dan teknik fast, slow, pause (cepat, lambat, stop).
- Gunakan efek drama, seperti tertawa, merengek, menjerit, berbisik, sedih, meraung, dan sebagainya, sesuai karakter dalam cerita.
- Tambahkan body language.
- Ketika membacakan cerita: tunjukkan halaman depan, sebutkan judul buku dan sebutkan bahwa buku cerita mengenai apa, sebutkan pengarang buku dan ilustratornya, tunjukkan kata-kata dengan jari Anda ketika sedang membaca. Ini akan membantu anak membuat gambar di dalam otaknya.
- Ajukan pertanyaan seputar cerita, pancing dengan beberapa pertanyaan seperti, apa yang terjadi menurut kamu, apa ini, apa itu?
- Biarkan anak bertanya mengenai cerita.
- Buat cerita sebagai salah satu cara untuk berkomunikasi dengan anak.
- Biarkan anak menceritakan ceritanya sesuai dengan bahasanya.
- Di usia 3 tahun seorang anak bisa menghafal cerita dan biasanya senang diberi kesempatan bercerita.

http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/27/09065226/Mari.Mendongeng

Friday, December 26, 2008

Andai Uang Bisa Ngomong

[Jum'at, 26 Desember 2008]

Suatu kali uang ditanya, "Di tangan siapakah kamu merasa dan mengalami hal yang paling menyenangkan?" Dengan cepat dan mantap uang menjawab, "Di tangan orang serakah. Sebab, di tangan orang rakus, aku menjadi penguasa. Dengan gampang aku menghasut, bahkan menyuruh mereka untuk tiada lelah mengejar dan mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Aku benar-benar berkuasa mengatur hidup mereka."

Sebaliknya, "Di tangan siapakah kamu merasa dan mengalami hal yang paling tidak menyenangkan?" Dengan gemetar dan tersendat-sendat uang menjawab, "Di tangan orang sederhana. Sebab, di tangan mereka, aku cuma jadi pembantu. Aku tidak berdaya menghadapi kegigihan mereka dalam mempergunakan dan memanfaatkan diriku." Ini adalah cerita andai uang bisa ngomong.

Krisis ekonomi global telah menyeret krisis sendi-sendi hidup lain yang tidak kalah pentingnya seperti kepercayaan, kejujuran, ketulusan, keadilan, dan kemanusiaan. Sungguh ironis, krisis-krisis tersebut terjadi di zaman modern yang menjanjikan kemakmuran, kesejahteraan, kebahagiaan, kesetaraan dan kemajuan. Janji yang terpenuhi baru satu, yakni kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Sedangkan janji-janji lainnya belum terpenuhi, kalau tidak mau dibilang kandas tak jelas wujudnya.

Para pengamat dan analis berlomba-lomba melontarkan pendapat dan temuan mereka yang bermuara pada si "kambing hitam" bernama keserakahan, kerakusan, ketamakan, dkk. Boleh jadi, pendapat mereka benar walau tidak sepenuhnya benar. Gaya hidup hedon, instan, dan konsumtif juga berandil besar memicu dan memacu terjadinya krisis sekarang ini. Perubahan gaya hidup ke arah yang berlawanan seperti kesediaan menjalani/mengurai kesulitan, ketekunan, kesabaran, konsistensi, serta mengutamakan kebutuhan daripada keinginan menjadi keniscayaan.

Multidimensi

Natal tahun ini diperingati dan dirayakan dalam suasana krisis multidimensi. Memang tidak mudah memisahkan Natal dari perayaan yang serbameriah, mewah, dan megah. Sebab, ia telanjur melekat dekat dengan perayaan tahun baru. Berjuang menggali makna Natal perdana wajib dilakukan guna mengingatkan dan menyadarkan kita bahwa kemuliaan Natal terjadi dalam kesahajaannya.

Injil Lukas sengaja mengambil nuansa kandang sebagai simbol penolakan dan kesederhanaan serta nuansa padang gurun bersama para gembala sebagai lambang spiritualitas keheningan dan kebersahajaan.

Bagi Lukas, peristiwa Natal perdana terjadi dalam kesederhanaan. Allah yang agung mau menjelma menjadi bayi mungil nan kudus dalam kandang sederhana dan disambut oleh orang-orang sederhana, yakni para gembala di padang gurun. Willi Hoffsuemmer berkisah tentang jerami dalam palungan Natal. Ketika para gembala dari padang gurun mengunjungi Yesus sang Natal, salah seorang di antara mereka membawa pulang beberapa potong jerami dari palungan. "Apa yang engkau bawa dalam tanganmu?" tanya salah seorang gembala. "Ah, hanya beberapa potong jerami dari palungan tempat bayi Yesus berbaring" jawabnya kalem. "Jerami? Itu hanya sampah! Buanglah saja!" seru teman-temannya sambil tertawa.

Gembala muda itu menggelengkan kepala dan berkata, "Tidak! Saya akan tetap menyimpannya. Potongan jerami ini mengingatkan saya pada sang bayi itu dan apa yang telah disampaikan para malaikat tentang Dia."

Pada hari berikutnya, teman-temannya bertanya, "Apakah engkau masih memiliki potongan-potongan jerami itu? Lihatlah! Mengapa engkau tidak membuang saja jerami-jerami yang tak berguna itu?" Dengan lantang dia menjawab, "Tidak, bukannya tidak berguna! Bayi Yesus telah berbaring di atasnya!"

"Bayilah yang terpenting, bukan jeraminya," sindir teman lainnya. "Di sinilah letak kesalahan kalian semua. Jerami ini mempunyai satu nilai. Jika tidak ada jerami dalam palungan, dengan apa kiranya sang bayi malang itu dibaringkan? Potongan jerami ini mengatakan sesuatu kepadaku bahwa Allah memakai hal-hal kecil dan sederhana yang tampak tidak berguna. Allah memerlukan kita, orang-orang kecil dan sederhana untuk membantu-Nya melakukan karya penyelamatan di dunia ini," jelas si gembala muda tersebut.

Hal-hal kecil dan sederhana makin tersingkir dari kehidupan modern yang mengagungkan dan mengunggulkan megalomania. Kemewahan dan kemegahan dengan segala daya pikatnya kian meminggirkan kearifan si gembala muda yang menggemakan kesederhanaan.

Padahal, dalam kesederhanaan terpancar daya hidup yang tulus ikhlas, sedia berbagi dan bersaling, peka pada derita sesama, berpikir jernih, tak mudah dikuasai oleh materi dan uang, serta sedia berperan dan berfungsi sebagaimana Tuhan melibatkan dirinya.

Helena Petrovna Blavatsky, penggagas teosofi, bertutur: "Selalulah tampil sederhana jika ingin menjadi bijaksana. Tetaplah tampil sederhana walau telah mampu menjadi bijaksana." Kiranya, Natal dalam kesederhanaan membahana di nusantara tercinta sehingga perilaku hidup sederhana tidak lagi membutuhkan imbauan para pejabat, apalagi para petinggi yang nyata-nyata tidak menjadi teladan dalam kesederhanaan hidupnya. Siapa tahu, dengan semangat hidup sederhana, kita dapat menghadapi krisis yang sedang terjadi saat ini. Selamat Natal dalam kesederhanaan.

*. Simon Filantropha, pendeta aktif menulis di media

http://jawapos.co.id/

Dr dr Robert Arjuna FEAS, Pernah Dianggap Tukang Pijat

[Jum'at, 26 Desember 2008]

Dr dr Robert Arjuna FEAS berusaha betul menjaga sumpah profesinya saat dinyatakan lulus sebagai dokter. Dia rela mengabadikan keahlian dan waktunya untuk pasien tanpa membedakan kondisi sosial ekonomi.

Dilahirkan di Bagansiapisiapi, Riau, 16 September 1957, lewat kerja kerasnya, Robert bisa dibilang mantap dalam hal finansial. Sebuah rumah megah di kawasan elite Villa Bukit Emas menjadi peraduannya kini. Beberapa mobil pun bisa dipakai secara bergantian, siap mengantarkan ke mana pun dia pergi.

Banyak pasien Robert yang berasal dari kalangan berduit. Tapi, dia tidak pernah melupakan masyarakat tidak mampu yang ingin berobat kepadanya. Apalagi, sejak awal, dia bercita-cita menjadi dokter untuk membantu sesama. "Kali pertama, terbesit ingin menjadi dokter umur saya 12 tahun. Saat itu, saya melihat orang tertabrak sepeda. Dia meraung-raung kesakitan. Saya berpikir, seandainya saya bisa mengobatinya, tentu dia tidak akan merasa kesakitan seperti itu," ujar ayah empat anak tersebut.

Bagi Robert, bisa turun tangan langsung merawat keadaan pasien melewati masa krisis adalah sebuah kebanggaan tak ternilai. Karena itu, bukanlah hal baru melihat dia membersihkan sendiri kaki busuk seorang pasien diabetes melitus. "Misalnya, ada pasien yang kakinya sudah busuk dan divonis harus diamputasi, setelah kami rawat, ternyata membaik sehingga tidak sampai dipotong. Ini suatu kebanggaan," tutur pria yang juga menjadi drummer Arjuna Brother's Band itu.

Namun, misi mulia tersebut juga pernah menghasilkan pengalaman lucu. Saat itu, Robert datang ke rumah seorang pasiennya yang tidak mampu. Di sana, dia mencuci kaki si pasien. Pada waktu yang sama, salah satu rombongan jemaat gereja datang ke rumah itu untuk mendoakan pasien tersebut. "Eh, tiba-tiba dari rombongan tersebut ada yang menyeletuk ke saya. Katanya, tukang pijat dari mana," ujarnya mengenang lantas tersenyum.

Niat baik tak selalu berbuah baik pula. Kadang-kadang, kebaikannya itu sering disalahgunakan oleh pasien. Dia pernah ditipu oleh seorang pasien yang mengaku tidak mampu dan tidak bisa berjalan. Merasa kasihan, Robert menanyakan alamat guna mendatanginya. Ketika Robert datang, ternyata alamat rumah yang disebut kosong.

Dia pun bertanya ke tetangga si pasien yang mengatakan si pemilik rumah sedang berobat tradisional di suatu tempat. Dokter yang membuka praktik di Jl Raya Sutorejo Prima Indah itu lalu menunggu. Tak lama kemudian, pasien tersebut datang dengan rombongan yang membawa mobil.

"Ternyata, saya dibohongi. Dia bisa berjalan dan masih ada keluarga yang punya mobil," tandas pria yang juga dengan sukarela memberikan nomor handphone pribadinya kepada pasien agar bisa melayani konsultasi tanpa batas waktu tersebut. Pengalaman buruk semacam itu tak sedikit pun mengempiskan semangat Robert untuk terus berbagi kepada sesama. Khusus pasien kurang mampu, suami Ellen Sinatra itu berjanji untuk selalu berusaha menyisihkan porsi perhatian tersendiri.

"Semua yang saya lakukan ini bertujuan pada satu hal saja. Yakni, menolong orang lain selagi saya masih mampu melakukannya," ujar pria yang menyelesaikan pendidikan S3 di Universitas Airlangga, Surabaya, pada 2002 itu. (dio/ayi)

http://jawapos.co.id/

Monday, December 22, 2008

80 Persen Otak Anak Berkembang di Usia Emas

Sabtu, 20 Desember 2008 | 10:10 WIB

SEKITAR 80 persen otak anak berkembang pada periode yang disebut dengan "golden age", atau masa-masa keemasan, usia 0 hingga lima tahun. Pada masa-masa tersebut, peran orangtua sangat dibutuhkan dalam mengawasi tumbuh dan berkembangnya otak anak.

Menurut Psikolog Anak, Desni Yuniarni, masa "golden age" otak anak berkembang sangat cepat sehingga informasi apapun akan diserap, tanpa melihat baik atau buruk.

"Tugas orangtua yang mengarahkan anaknya lebih baik, dengan rasa cinta dan kasih sayang," ujarnya.

Selain berperan sebagai pengawas tumbuh dan berkembangnya anak-anak mereka, orangtua bertugas menambah pengetahuan, terutama seputar pertumbuhan anak. Namun, orangtua tidak bisa memaksakan pertumbuhan anak sesuai kemauannya, seperti menyuruh belajar di luar kemampuan anak dengan maksud agar anak mereka kelak menjadi pintar.

"Yang penting kita sebagai orangtua harus menunjukkan sikap dan perilaku yang baik karena anak suka meniru orang-orang terdekatnya," kata Desni.

Ia menambahkan, orangtua harus mengawasi anak mereka ketika menonton acara televisi. Karena saat ini banyak sekali program televisi yang tidak cocok bahkan tidak layak ditonton bagi anak-anak karena dikhawatirkan akan ditiru, seperti acara gosip yang menonjolkan isu-isu perceraian selebritis.

"Lebih baik televisi dimatikan saja agar anak tidak terkontaminasi dengan program-program televisi tersebut. Kalaupun harus menonton, usahakan kita juga ikut menonton sehingga bisa menjadi sensor acara televisi yang sedang ditonton anak kita," ujarnya.

Ia juga berpesan, bagi orangtua yang mempunyai waktu singkat untuk berkumpul dengan anak-anaknya, usahakan anak diasuh oleh orang yang tepat dan harus tetap meluangkan waktu untuk sang buah hati.

"Jika tidak memanfaatkan waktu senggang, maka anak tidak akan berkembang dengan optimal," katanya.

http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/20/10101819/80.persen.otak.anak.berkembang.di.usia.emas

Berkelit dari Stres

Sabtu, 20 Desember 2008 | 09:29 WIB

DALAM hidup sehari-hari, kita dihadapkan pada berbagai tuntutan dan tekanan. Ada yang mampu menyesuaikan diri dengan tenang dan santai; yang lain menanggapi dengan cemas, gelisah, dan marah. Ketidakmampuan menyesuaikan diri menimbulkan ketegangan jiwa, seperti menahan beban sangat berat. Itulah stres.

Seorang mahasiswi pascasarjana, sebutlah namanya Lina, untuk kesekiankalinya keluar dari ruang kerja dosen pembimbing tesisnya dengan lunglai. Sudah lebih dari setahun ia mondar-mandir konsultasi, tetapi hasilnya belum tampak, sementara beasiswa yang ia terima sudah hampir habis.

Bila tidak lulus dalam dua bulan ini, pada semester berikutnya ia harus menanggung sendiri biaya studinya. Padahal, ia juga harus menghidupi diri sendiri untuk keperluan sehari-hari karena sudah yatim piatu sejak SMP.

Sebenarnya, ia sudah mulai tertekan sejak teman sekelasnya lulus tepat waktu. Sempat memiliki indeks prestasi tertinggi di kelas, dan menjadi nomor dua sejak semester kedua, pada dasarnya Lina sangat bersemangat untuk menjadi yang terbaik dan lulus cepat.

Pada mulanya, ia senang mendapatkan pembimbing dari institusi yang sudah mapan. Namun, ternyata proses bimbingan sangat alot, dosen mengulur-ulur waktu, dan akhirnya tidak mendapatkan umpan balik yang memadai.

Ia pernah mencoba mengonsultasikan tulisannya pada beberapa dosen lain yang lebih terbuka, dan mereka semua menilai sebenarnya tidak banyak masalah pada tulisannya. Ia semakin tertekan sejak karibnya sekelas hampir lulus meski diselingi melahirkan anak. Bahkan, adik kelasnya sudah dua orang yang hampir selesai.

Dengan hampir habisnya beasiswa yang ia terima, dan hasil konsultasi terakhir ia masih belum diizinkan mengambil data ke lapangan, ia merasa tidak sanggup lagi menghadapi situasi. Terlebih-lebih, dosen pembimbing kembali melontarkan kata-kata yang menyerang pribadinya. Selama ini, ia sudah selalu mengalah demi kelancaran proses bimbingan, tetapi tidak berpengaruh.

Apa itu stres?
Richard Bugelski dan Anthony M Graziano (1980) menyatakan bahwa stres adalah suatu istilah umum yang digunakan psikolog-psikolog untuk menunjukkan ketegangan seseorang karena tidak mampu mengatasi tuntutan-tuntutan atau tekanan-tekanan sekelilingnya. Dalam bahasa sehari-hari, stres adalah suatu kondisi ketegangan yang kemudian mempengaruhi fisik, mental, perilaku seseorang.

Jadi, stres melibatkan interaksi antara individu dan lingkungannya. Kebanyakan orang menyebut stres untuk menunjuk pada kondisi seseorang tidak mampu mengatasi tuntutan, keinginan, harapan, atau tekanan dari sekelilingnya yang berakibat, baik pada fisik, mental, maupun perilakunya.

Hubungan dengan kepribadian
Cara kita dalam memberikan tanggapan terhadap stres berbeda-beda. Tanggapan tersebut tidak hanya ditentukan oleh faktor fisiologis saja, melainkan juga ditentukan oleh faktor psikologis, yaitu kepribadian. Orang dengan tipe kepribadian Tipe A akan berbeda dalam menanggapi stres dibandingkan dengan orang yang memiliki kepribadian Tipe B.

Orang yang memiliki kepribadian Tipe A adalah mereka yang ingin segalanya serba cepat, tidak sabaran terhadap kemajuan suatu peristiwa, bergulat keras untuk memikirkan dua atau tiga hal sekaligus, tidak dapat mengatasi waktu luang, dan terobsesi oleh bilangan yang mengukur sukses mereka dalam bentuk berapa banyak yang akan dia peroleh.

Sebaliknya, orang yang memiliki kepribadian Tipe B adalah mereka yang sabar dan tidak pernah merasakan urgensinya waktu; tidak merasa perlu menonjolkan prestasi, kecuali dituntut oleh situasi; lebih mengutamakan kesenangan dan santai; dan dapat santai tanpa rasa salah.

Dari ciri-ciri di atas, orang yang memiliki kepribadian Tipe A lebih mudah mengalami stres daripada orang kepribadian Tipe B. Dari penelitian, kita mengetahui bahwa orang dengan kepribadian Tipe A lebih mudah mendapatkan serangan jantung, darah tinggi, dan stroke.

Contoh kasus di atas menunjukkan bahwa mahasiswi tersebut mengalami stres karena tekanan yang ia terima dari dosen, tuntutan dari dirinya sendiri untuk cepat lulus, serta tuntutan dari bos tempat ia bekerja untuk memperlihatkan unjuk kerja yang baik. Ia juga takut kehabisan waktu studi dan takut kehilangan pekerjaan.

Akibatnya beragam
Menurut Cox (1978), akibat dari stres dapat dikelompokkan, antara lain :
* Akibat fisik, antara lain meningkatnya detak jantung, tekanan darah dan gula darah, banyak mengeluarkan keringat, mulut terasa kering, sesak napas, demam, dan mati rasa.
* Akibat psikologis, antara lain cemas, agresif, apatis, bosan, depresi, kelelahan, frustrasi, merasa berdosa dan malu, cepat marah, murung, merasa harga diri rendah, kesepian, dan mudah gugup.
* Akibat pada perilaku, antara lain menjadi pencandu obat, makan banyak atau kurang nafsu makan, pemabuk dan perokok, semaunya sendiri, dan gemar mengucapkan kata-kata kotor/jorok .
* Akibat kognitif, antara lain tidak mampu membuat keputusan, sering lupa, dan sangat sensitif terhadap kritik.
* Akibat dalam pekerjaan, antara lain sering tidak masuk kerja, hubungan dengan teman kerja buruk, dan produktivitas menurun.
Mahasiswi yang menjadi contoh kasus di atas telah mengalami beberapa akibat stres di atas, terutama akibat psikologis, akibat kognitif, dan akibat dalam pekerjaannya.

Kiat mengelola
Stres tidak dapat dihindari karena senantiasa akan muncul dalam kehidupan kita. Mau tidak mau, kita harus menghadapinya secara aktif dan menguasai situasi khusus yang menyebabkannya.

Dalam mengatasi stres, kita tetap memfokuskan pada kejadian-kejadian yang menyebabkan stres (stressor) dan mencoba menghadapinya meskipun perasaan cemas, gelisah, dan marah melingkupi kita.

Dalam keadaan stres, kita dihadapkan kepada dua hal yang saling berkaitan, yaitu menghadapi stres tersebut secara efektif dan mengontrol kecemasan, kegelisahan, dan kemarahan dengan baik. Dengan demikian, kita tidak dikuasai oleh stres, justru mengelolanya menjadi suatu yang positif.

Ada tiga cara mengelola stres dengan baik, yaitu:
* Menghindari (avoidance). Dalam hal ini kita mencoba menghindarkan diri dari hal-hal yang membuat kita stres. Kenalilah kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat menimbulkan stres pada diri kita. Dengan mengenali, kita dapat menjauhinya sehingga terhindar dari stres tersebut. Namun, bila terpaksa harus menghadapinya, kita lebih siap karena sudah tahu akibatnya dan dapat mengatasinya dengan lebih santai dan bijak. Contohnya, kita menghindari jalanan yang biasanya macet dengan mencari jalan lain yang lancar walaupun mungkin lebih jauh.

* Mengalihkan stressor menjadi hal positif. Kita tidak membiarkan stressor menguasai kita, sehingga kita benar-benar menjadi stres. Contohnya, kita tidak membiarkan rasa jemu saat menunggu seseorang atau melakukan perjalanan jauh dengan membaca atau mendengarkan musik.

* Mitigasi (mitigation). Kita diharapkan dapat mengelola stres dengan efektif dengan memelihara tubuh secara baik. Cara ini dapat membantu jiwa sekaligus raga kita dalam mengendalikan atau mengontrol stres yang menimpa.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan, antara lain :
- Olahraga. Berolahraga teratur tidak hanya membuat tubuh semakin sehat. Kita juga lebih enak tidur sehingga seluruh otot dan saraf kita dapat beristirahat dengan baik. Berolahraga sekaligus berfungsi sebagai psychological relaxer yang mengalihkan perhatian kita dari hal-hal yang membuat stres.

- Rekreasi. Dengan rekreasi kita menjauhkan pikiran dan emosi terhadap hal-hal yang membuat stres. Rekreasi sekaligus istirahat singkat sambil bergembira ria akan menyebabkan pikiran dan semangat kita segar kembali.

- Rileks. Rileks terbukti dapat mencegah akibat stres pada diri kita dengan menurunkan denyut jantung dan tekanan darah, serta memberikan rasa tenang. Rileks dapat dilakukan dengan meditasi, latihan pernapasan dalam, tai chi, pemijatan, berdoa (zikir). Cara paling gampang adalah bernapas dengan tenang dan teratur sambil memikirkan hal-hal yang menyenangkan.

Upaya mengatasi stres akan gagal jika kita mencoba mengabaikannya, menyangkal, atau malahan lari dari stres yang dialami. Dalam kasus Lina di atas, dengan bantuan pembimbing lain, selama ini ia telah melakukan banyak hal untuk mengusahakan keserasian antara dirinya dan dosen pembimbingnya, meski belum menunjukkan hasil efektif. Langkah terakhir yang perlu dilakukan adalah rileks.


M.M. Nilam Widyarini, MSi, dosen pada Fakultas Psikologi Universitas Guna Dharma, Jakarta.

http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/20/09293876/berkelit.dari.stres

Thursday, December 18, 2008

TANYA JAWAB DENGAN DR. JAMES DOBSON

Berikut intisari tanya jawab dari penanya (P) kepada Dr. James Dobson (JD), seorang yang ahli dalam pengembangan anak. Intisari tersebut diambil dari buku Berani Menerapkan Disiplin, karangan James Dobson sendiri.

P: Apakah ada umur-umur tertentu di mana kita boleh mulai menerapkan spanking (pemukulan bagian pantat atau paha) pada anak? Dan pada umur berapa kita harus berhenti?

JD: Tidak ada alasan apapun untuk memukul bayi atau anak kecil di bawah usia 15 bulan sampai 18 bulan. Bahkan mengguncang bayi keras-keras saja bisa mengakibatkan kerusakan pada otak, hingga kematian pada usia semuda itu. Tetapi menjelang usianya yang ke 2 tahun, seorang anak sudah mampu mengetahui apa yang Anda perintahkan untuk mereka lakukan atau tidak boleh dilakukan. Karena itu mereka sudah mulai diajar bertanggungjawab atas perilaku mereka. Andaikan seorang anak menjangkau stop kontak atau apapun yang dapat mencelakakan mereka. Anda sudah mengatakan "Tidak!" tetapi dia hanya menengok ke arah Anda dan melanjutkan tindakannya meraih stop kontak itu. Anda bisa melihat senyumnya yang sengaja menentang di wajahnya . . . aku menyarankan Anda untuk memencet jari-jarinya, cukup untuk membuatnya terkejut dan jera. Rasa sakit yang sedikit pada usia semuda itu akan selalu diingatnya dan mulai memperkenalkan kepada anak-anak realitas dunia serta pentingnya mendengarkan apa yang dikatakan oleh orangtuanya.

Sebagai petunjuk umum, saya menganjurkan bahwa sebagian besar hukuman badan dihentikan sebelum anak menginjak kelas satu (6 tahun). Sejak itu pendisiplinan melalui spanking sebaiknya makin berkurang dan berhenti sama sekali pada waktu anak itu berumur antara 10 dan 12 tahun.

P: Haruskah anak diberi tindakan disiplin karena mengompol saat tidur? Bagaimana kita bisa mengatasi masalah yang sulit ini?

JD: Kecuali kalau mengompol itu terjadi sebagai tindakan perlawanan yang disengaja pada saat dia terbangun, mengompol di tempat tidur sebenarnya adalah perbuatan yang tidak disengaja, dan karena itu anak tidak harus mempertanggungjawabkannya. Tindakan pendisiplinan di bawah kondisi seperti itu tidak bisa dimaafkan dan bahkan berbahaya. Anak itu sudah merasa malu sendiri karena dia terbangun dalam keadaan basah, dan semakin bertambah umurnya, semakin dia akan merasa malu. Anak-anak yang mengompol sewaktu tidur membutuhkan perhatian dan kesabaran yang cukup dari orangtuanya, dan mereka harus menyembunyikan masalah tersebut dari orang-orang yang menertawakan anak itu. Bahkan humor yang dilandaskan itikad baik di dalam rumah cukup menyakitkan kalau menyinggung perasaan anak itu.

Mengompol waktu tidur sudah sering menjadi subjek penelitian, dan ada beberapa penyebab yang berbeda-beda dalam kasus-kasus individu. Faktor pertama, bisa jadi masalahnya terletak pada masalah fisik. Mengompol diakibatkan oleh tekanan pada kandung kencingnya, atau masalah fisik lainnya. Seorang ahli kesehatan anak atau ahli urologi mungkin perlu diminta pendapatnya dalam diagnosa dan mengatasi masalah tersebut.

Faktor kedua, adalah masalah emosional. Perubahan-perubahan psikologis dalam lingkungan rumah tangga bisa menyebabkan kencing tak terasa di tengah malam. Atau faktor ketiga, faktor yang paling umum, masalah kebiasaan. Selama masa-masa balita, mereka mengompol semata-mata karena mereka belum mampu mengendalikan kandung kemih mereka pada malam hari. Karena itu beberapa orangtua mulai secara rutin membangunkan anak-anak pada malam hari untuk kencing di WC. Saat itu anak masih setengah tidur. Nah ketika balita itu makin besar dan kebutuhan untuk kencing pada malam hari makin meningkat, dia sering bermimpi disuruh kencing di WC. Karena kebiasaan di masa lalunya, dia merasa bahwa seolah-olah dia sedang dipaksa menuju ke WC.

Ada beberapa jalan keluar yang mungkin berhasil, seperti misalnya dengan memasang alat listrik yang akan membangunkan anak itu setiap kali kandung kemihnya sudah penuh. Bila masalahnya tetap tak terpecahkan, dokter ahli penyakit anak atau ahli psikologi anak dapat membantu Anda menemukan solusi. Sementara itu, penting sekali untuk membantu anak mempertahankan harga dirinya, meski dia memiliki masalah yang memalukan itu. Dan bagaimana pun juga jangan tunjukkan rasa tidak senang Anda kalau memang ada.


P: Berapa lama anak dibiarkan menangis setelah menerima tindakan disiplin atau spank? Perlukah ada batasnya?

JD: Ya, menurutku perlu dibatasi waktunya. Selama air mata masih mengalir, yang merupakan tanda pelepasan emosi yang murni, kita biarkan saja dulu. Tetapi menangis bisa berubah dari tangisan dari dalam, menjadi ungkapan protes yang bertujuan menghukum pihak lawannya. Menangis yang sesungguhnya biasanya berlangsung dua menit atau bahkan kurang, tetapi bisa berlanjut sampai lima menit. Sesudah itu, anak hanya komplain saja, dan perubahan tersebut bisa dideteksi dari nada dan intensitas suaranya. Aku akan menyuruhnya menghentikan tangisan protes tersebut, biasanya dengan memberinya apa yang telah membuatnya mengeluarkan air mata itu sedikit lagi. Dalam situasi yang tidak terlalu antagonistis, tangisan itu bisa dihentikan dengan mudah, dengan mengalihkan perhatian anak ke hal yang lain.

Wednesday, December 17, 2008

2,8 Ton Kokain Dicampur Pupuk Kotoran Burung

Rabu, 17 Desember 2008 | 04:24 WIB

BANYAK akal para pedagang kokain untuk bisa menyelundupkan produk mereka. Polisi Peru, Senin (15/12), mengungkapkan upaya eksportir kokain negara itu menyembunyikan 2,8 ton kokain di dalam guano, pupuk organik dengan bau amonia menyengat.

Upaya ini guna menghindari kokain tersebut dari penciuman anjing pelacak saat memasuki pelabuhan tujuan di Eropa. Kokain itu disembunyikan di tengah guano, pupuk organik nitrat dan fosfor berwarna putih yang berasal dari kotoran burung sejenis pelikan yang banyak ditemukan di pesisir Peru dan Cile.

Namun, polisi yang selama lima bulan ini melakukan penyidikan menemukan cara baru itu setelah mencurigai 400 kantong guano seberat 20 ton yang akan diekspor ke Eropa. ”Pupuk organik itu hanya kamuflase menyembunyikan kokain guna menghindari pemeriksaan,” ujar polisi seusai membongkar upaya penyelundupan tersebut di sebuah gudang di Lima, 10 hari lalu.

Guano pernah menjadi pupuk organik bernilai di Amerika Latin. Peru merupakan penghasil kokain nomor dua di dunia setelah Kolombia.

Diambil dari: http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/17/04244424/cara.pengedar.loloskan.kokain.dari.endusan.aparat

Korupsi Tetap Mewabah

Rabu, 17 Desember 2008 | 03:56 WIB
SINGAPURA, SELASA - Potret penanganan korupsi di kawasan Asia masih belum menunjukkan banyak kemajuan. Meski Indonesia dicatat menunjukkan perkembangan yang bermakna, Filipina dan Malaysia justru menunjukkan penurunan, sedangkan Thailand dipandang belum banyak berubah dari sebelumnya.

Hal itu disampaikan organisasi Transparansi Internasional (TI) dalam laporan potret korupsi global 2008 yang dirilis pekan lalu, sebagaimana dilaporkan Reuters, Selasa (16/12).

Di antara negara-negara ASEAN, menurut TI, Kamboja dan Myanmar tergolong paling korup. Korupsi di Malaysia dan Filipina memburuk terkait tuduhan korupsi terhadap kepala negara mereka yang tidak pernah jelas tindak lanjutnya.

Korupsi kroni dan patron politik tertanam dalam di Malaysia, terutama karena sistem yang memberikan keistimewaan bagi etnis Melayu melalui kontrak- kontrak pemerintah yang cenderung akan diberikan kepada orang kaya, yang punya hubungan kuat dengan pejabat pemerintah.

Abdul Jalil Rashid, Manajer Investasi Aberdeen Asset Management Malaysia, menyatakan korupsi sebagai ”hambatan terbesar” bagi investasi di Malaysia. ”Juga ada kesenjangan transparansi yang kemudian mengarah kepada persepsi bahwa terjadi sesuatu yang tidak benar,” kata manajer yang mengelola dana 1,38 miliar dollar AS itu.

TI menyebutkan, posisi Indonesia membaik dalam penanganan korupsi. Fauzi Ichsan, ekonom pada Standard Chartered Bank di Jakarta, mengatakan, korupsi tidak lagi dilihat sebagai salah satu hambatan utama bagi investasi asing di Indonesia. ”Kampanye antikorupsi pemerintah cukup revolusioner,” kata Fauzi.

Di Thailand, tiga pemerintahan jatuh dalam waktu yang singkat terkait dengan korupsi. Potret penanganan korupsi di negara itu tidak bergerak maju.

Laporan tahunan ”Indeks Pembayar Suap” TI menyebutkan, perusahaan-perusahaan di negara yang ekonominya tumbuh besar, seperti China, India, dan Rusia, sering terlibat dalam kasus suap.

Tidak terkejut

Lembaga di kawasan Asia yang dipandang paling mudah tergoda menerima suap adalah parlemen Indonesia. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Muhaimin Iskandar mengaku tidak terkejut dengan penilaian TI. TI menyebutkan bahwa DPR sebagai parlemen Indonesia termasuk yang paling mudah tergoda untuk melakukan korupsi.

Penilaian itu muncul karena belakangan ini banyak terungkap kasus gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi yang melibatkan anggota Dewan dan hal itu banyak dipublikasikan media.

”Penilaian TI ini harus jadi pemicu bagi DPR untuk menegakkan aturan. Kalau perlu, pengaturan soal kode etik itu dimasukkan dalam Tata Tertib atau dalam Undang-Undang Susduk DPR agar lebih kuat,” kata Muhaimin.

Meski demikian, Muhaimin yang juga Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa menegaskan bahwa proses pembelajaran demokrasi di DPR baru berjalan sangat singkat, yaitu sekitar 10 tahun setelah reformasi.

DPR masih terus menata sistem. Badan Kehormatan DPR, misalnya, baru dibentuk 2004. Adapun Tata Beracara Badan Kehormatan DPR baru diselesaikan satu tahun belakangan.

Muhaimin tidak percaya bahwa korupsi merupakan budaya Indonesia. Dengan adanya aturan dan pelaksanaan yang tegas, dia yakin korupsi dapat diberantas. ”Jadi, satu-satunya cara adalah mempercepat penegakan aturan untuk mengontrol perilaku,” ucapnya.

Polisi dan bea cukai

Polisi Malaysia, dan petugas- petugas bea cukai Filipina juga tergolong paling mudah disuap. Secara keseluruhan, catatan soal negara masing-masing di kawasan ini tentang korupsi sangat beragam. Banyak negara telah melakukan upaya menghilangkan penyuapan, tetapi masalah tetap muncul. Masalahnya, perusahaan-perusahaan tidak lagi melihat kasus suap sebagai sebuah kejahatan.

Analis Bank Dunia, Daniel Kaufman, Aart Kraay, dan Massimo Mastruzzi, menyimpulkan dalam studi terbaru mereka, ”Kami tentu saja tidak mempunyai bukti tentang kemajuan berarti soal pemberantasan korupsi di semua pemerintahan di seluruh dunia.”

Pertumbuhan perdagangan internasional dan globalisasi dalam dua dekade terakhir justru memperluas kesempatan melakukan korupsi. ”Melalui globalisasi, kompetisi telah meningkat dan begitu juga kompetisi korupsi,” kata Presiden TI Malaysia Ramon Navaratman, sambil menambahkan, masih banyaknya insentif untuk korupsi.

Masuknya pebisnis besar baru dari India dan China yang mempunyai kebiasaan berbisnis berbeda dari pebisnis Barat membuat tindak korupsi dalam berbagai bentuk semakin meluas. (Reuters/OKI/SUT)

Diambil dari: http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/17/03564990/Korupsi.Tetap.Mewabah

Friday, December 12, 2008

Kenangan Natal Pribadi


"Noel, Noel, Noel . . ." demikian lantunan lagu sayup-sayup yang terdengar di sebuah depot. Saat itu, saya makan bersama dengan para hamba Tuhan sehabis rapat. Ketika mendengar lagu-lagu Natal, saya lalu bertanya kepada beberapa rekan hamba Tuhan tentang kenangan Natal. "Ketika bicara soal Natal, kira-kira kenangan apa yang terlintas dalam benakmu? tanya saya kepada mereka. Satu per satu menjawab dengan sangat unik.

Bagi saya, dari tahun ke tahun, entahlah, setiap Natal tiba saya selalu teringat kenangan-kenangan manis di masa lampau. Biasanya memasuki bulan Desember, cicik kedua saya sudah mulai sibuk menata dan menghias pohon Natal dengan aksesoris tertentu. Lampu-lampu hias dan beberapa kado buatan diaturnya sedemikian rupa. Saya kira dialah yang paling rajin untuk menghadirkan suasana Natal di rumah.

Tapi selain itu, ada satu lagi peristiwa yang tidak akan pernah terlupakan. Sebuah peristiwa yang terjadi waktu kecil di mana papi masih ada dan semua saudara masih belum menikah. Saya ingat sekali kejadiannya waktu itu di ruang tamu, malam hari, dengan pohon Natal beserta lampu-lampu hias gemerlapan yang berdiri di pojok ruang tamu. Waktu itu kami sekeluarga berkumpul di ruang tamu dalam keadaan lampu dimatikan agar lampu-lampu Natal bisa menerangi ruangan.

Sebuah family gathering yang sangat indah dan berkesan. Andai ada mesin waktu, saya pasti akan memindahkan diri ke waktu itu. Saat ini hidup telah berbeda. Papi telah merayakan Natal di sorga, anak-anaknya sudah memiliki keluarga dan kehidupannya sendiri. Kondisi telah berbeda. Meski merindukan kenangan masa lalu itu terjadi lagi, tapi saya bersyukur kalau Tuhan mengizinkan kesempatan seperti demikian menggores di hati saya. Lalu, saya berjanji untuk mengumpulkan keluarga saya saat ini untuk merayakan Natal bersama. Sedih, senang, dan bangga bercampur menjadi satu ketika kenangan Natal di masa lalu terlintas dalam benak saya. Thanks God!

Wednesday, December 10, 2008

BAYI MERAH NYANTOL DI PAGAR GEREJA


[Rabu, 10 Desember 2008]

SURABAYA
- Seorang bayi yang masih merah ditinggalkan di depan Gereja Kristus Kasih, Jalan Menganti-Wiyung, kemarin (9/12). Bayi itu dibungkus kantong plastik hitam dan digantungkan di pagar depan gereja. Kini, bayi tersebut dirawat pemilik Panti Asuhan Sumber Kasih yang berdiri tak jauh dari gereja itu.

Penemuan bayi tersebut berawal ketika Samuel dan Veno, dua anak Panti Asuhan Sumber Kasih, sedang bermain di pelataran gereja sekitar pukul 17.00 kemarin. Namun, keduanya tidak terlalu memperhatikan kantong plastik yang digantungkan di pagar gereja itu.

Sebenarnya, kantong plastik berwarna hitam itu tampak mencurigakan. Selain terlihat penuh, isi kantong tersebut seperti bergerak-gerak. Keanehan itulah yang ditangkap Suparmun, salah seorang penjual pangsit yang sedang mangkal di dekat gereja. Dia lantas menyuruh Samuel dan Veno melihatnya.

Veno pun mengambil dan membuka kantong tersebut, kemudian meminta Samuel melihat isinya. Betapa terkejutnya Samuel ketika tahu bahwa di dalam kantong plastik itu terdapat bayi yang dibungkus handuk. "Saat itu, di beberapa bagian handuk masih tampak bercak darah," kata Ketua Yayasan Panti Asuhan Sumber Kasih Rudyantono.

Samuel yang baru pertama melihat bayi merah seperti itu langsung ketakutan. Bocah berusia 11 tahun tersebut memanggil Suparmun untuk melihat. Suparmun juga yang akhirnya membawa bayi itu ke Rumah Sakit Sumber Kasih yang lokasinya berdekatan dengan Gereja Kristus Kasih.

Bayi lelaki itu memang terlihat baru dilahirkan. Kulitnya masih merah. Sama sekali tidak ada identitas tentang bayi tersebut. Hanya, ditemukan sebuah surat berisi pesan yang sangat mungkin ditulis oleh ibu bayi tersebut. Isi surat itu: "Saya nitip bayi saya. Tolong kepada ibu yayasan jangan dilaporkan ke polisi. Saya terpaksa menitipkan bayi ini karena orang tua tidak mau menerima dan suami saya meninggalkan saya. Sebelumnya, saya ucapkan terima kasih. Suatu saat, saya akan datang jika sudah ada rezeki."

Saat handuk yang membungkus sang bayi dilepas, ceceran darah yang melekat, ternyata, cukup banyak. Di bagian perut, darah segar masih menempel. Rupanya, darah tersebut berasal dari ari-ari yang sudah dipotong. Namun, bekas potongan ari-ari seperti tidak diapa-apakan.

Perawat pun memandikan bayi tersebut, kemudian membungkusnya dalam selimut putih hangat khusus bayi. Setelah itu, bayi tersebut dibawa ke Panti Asuhan Sumber Kasih. Gedung RS Sumber Kasih dan Panti Asuhan Sumber Kasih memang tak seberapa jauh. Bahkan, dua gedung itu berimpitan.

Rudyantono mengatakan, kehadiran bayi tersebut benar-benar membuat warga panti asuhan bergembira. Sebab, bayi itu lucu dan sehat. "Matanya benar-benar bikin gemes,'' ujar lelaki 77 tahun tersebut.

Kamar bayi itu pun langsung penuh oleh anak-anak yang penasaran. Ada yang cuma ingin melihat, ada pula yang ingin ikut menggendong. Sandra Monika, misalnya. Siswa kelas dua SMP tersebut sudah tak sabar ingin menggendong sejak pertama tahu bahwa ada bayi yang diserahkan ke panti asuhan. "Lucu ya. Ganteng lagi,'' katanya.

Pukul 17.45, petugas dari Polsek Karangpilang datang. Mereka memeriksa bayi tersebut dan memotretnya. Barang bukti berupa kantong plastik dan surat dibawa untuk keperluan penyidikan. Polisi juga melakukan reka ulang tentang penemuan bayi itu.

Kanitreskrim Polsek Karangpilang Iptu Djarot Oetomo meminta perawat untuk memeriksa golongan darah dan kandungan Hb bayi tersebut. "Untuk memastikan kalau nanti ada ibunya yang ingin mengambil bayi itu," katanya.

Untuk sementara, kata Djarot, bayi itu akan dirawat di Rumah Sakit Sumber Kasih. "Pihak panti asuhan juga sudah bersedia mengasuh bayi itu," imbuhnya. (aga/fat)

(Diambil dari: http://www.jawapos.co.id/)

Jika Kehamilan Tak Dikehendaki

Rabu, 10 Desember 2008 | 08:04 WIB
BIASANYA pasangan akan merasa sangat bahagia bila istri dipastikan hamil, apalagi bagi yang sangat mendambakan kehadiran buah hati. Apakah hal ini berlaku bagi semua wanita yang mendapatkan kabar gembira tersebut? Ternyata tidak.

Kenyataan menunjukkan bahwa kadang kehamilan tak ubahnya mimpi buruk yang menjadi kenyataan, berujung pada fakta yang dirasakan bagai sebuah tragedi. Suatu realitas kehidupan yang tidak hanya menyangkut diri wanita, tetapi juga keluarga bahkan masyarakat sekitarnya.

Unwanted Pregnancy (UWP) atau kehamilan tak diinginkan merupakan terminologi yang biasa dipakai di kalangan medis untuk memberi istilah adanya kehamilan yang tidak dikehendaki oleh wanita bersangkutan maupun lingkungannya.

Umumnya UWP berkisar pada terjadinya kehamilan di luar nikah, sehingga bukan kebahagiaan yang diperoleh, tetapi sebuah penolakan akan kenyataan yang sedang dialaminya. Apakah hanya pada kondisi demikian latar belakang UWP?

Ternyata tidak. Ada beberapa kejadian yang biasanya mendahului UWP, meskipun kehamilan didapatkan dalam pernikahan. Antara lain jumlah anak sudah cukup banyak, merasa umur terlalu tua untuk hamil, riwayat kehamilan atau persalinan sebelumnya yang penuh penyulit dan komplikasi, alasan ekonomi, merasa telanjur mengonsumsi obat atau menderita kelainan yang dikhawatirkan membuat cacat pada anak, riwayat melahirkan anak cacat (mungkin lebih dari satu kali), pasangan suami-istri di ambang perpecahan, dan kegagalan penggunaan alat KB atau kontrasepsi.

Hal lain yang lebih menyedihkan adalah kehamilan hasil perkosaan atau kehamilan pada ibu cacat mental. Hasil hubungan sesama anggota keluarga sedarah (incest) kadang juga dijumpai.

Masih sederet lagi alasan yang dianggap sebagai penyebab UWP bisa kita dapatkan di klinik sehari-hari, malahan kadang latar belakangnya sederhana, seperti malu dilihat tetangga karena anak bungsunya masih kecil kok sudah hamil lagi.

Berbagai Sikap Penerimaan
Sepertinya sebuah fenomena yang mengada-ada, tetapi data dari badan terpercaya seperti UNFPA (United Nations Populations Fund) mengungkap, 75 juta atau sepertiga kehamilan dari sekitar 200 juta kehamilan setiap tahun di seluruh dunia adalah kehamilan yang tidak diinginkan.

Jelas angka kejadian tersebut membuat kita terperanjat dan bisa menempatkan seberapa penting masalah tersebut untuk dipahami dan dikaji untuk dicari pendekatan pemecahannya yang terbaik.

Bagaimana sikap wanita yang mengalami UWP? Ada tiga sikap penerimaan, yaitu (1) segera menerima dan meneruskan kehamilan sampai melahirkan dengan wajar saja, (2) mulanya menolak, tetapi kemudian menerimanya dengan beban psikologis yang mengganggu kehamilan dan proses persalinan, dan (3) tetap menolak dan berupaya untuk tidak meneruskan kehamilan.

Penyelesaian pertama adalah yang terbaik, tidak ada risiko menyalahi etika atau melanggar norma yang ada. Pasangan yang segera bisa menerima kehamilannya, tak akan banyak menghadapi masalah. Agar bisa menerima kehamilan segera, dituntut konsep pemikiran yang dewasa dan bijaksana, sedangkan dari pihak tenaga kesehatan dibutuhkan kemampuan melakukan konseling secara baik.

Pengaruh Faktor Psikis
Bagi yang menerima dengan berat hati harus diperhitungkan dampak psikologis yang timbul, agar dapat dicarikan penyelesaian dan upaya mengantisipasi selama berlangsungnya kehamilan dan proses persalinan.

Selain upaya medis, harus tetap diusahakan pendekatan yang bersifat memperbaiki goncangan psikologis karena sangat berarti dalam penanganan kasus seperti ini. Tentu diharapkan wanita yang hamil tersebut dapat menerima dengan baik, dan menjalani kehamilannya secara wajar.

Pada wanita hamil dengan beban psikologis, gejala-gejala tidak mengenakkan yang sering didapatkan di masa kehamilan akan dirasakan lebih berat. Contohnya, muntah-muntah di kehamilan awal bisa dialami sangat berlebihan sampai menimbulkan komplikasi yang mengganggu kesehatan umum.

Motivasi untuk mengonsumsi nutrisi yang baik pun bisa terganggu. Kadang perhatian yang kurang terhadap kehamilan dan janin dimanifestasikan sebagai keengganan kontrol secara teratur, bahkan malas minum suplemen yang diberikan. Kualitas kesehatan janin bisa jadi tidak akan sebaik yang diharapkan.

Di akhir kehamilan gangguan emosional bisa lebih meningkat karena bertambah dengan kecemasan menjelang persalinan. Gejala depresif dan gangguan tidur dapat dialami. Kontraksi rahim bisa dirasakan berlebihan. Faktor psikologis merupakan faktor dominan yang memengaruhi berlangsungnya persalinan. Perlangsungan dan kemajuan persalinan dapat terganggu dan risiko bedah cesar meningkat.

Pasca persalinan juga bisa terpengaruh. Keengganan merawat dan memberikan air susu kepada bayinya sering ditemui. Produksi air susu juga bisa menurun. Kesemuanya akan berdampak pada kualitas kesehatan bayi.

Abortus Provokatus
Bagi yang sama sekali tidak menerima kehamilannya, mereka akan berusaha atau memikirkan alternatif penghentian kehamilan. Menurut laporan WHO, tiap tahun terjadi 50 juta pengguguran kandungan di seluruh dunia, 20 juta di antaranya berkategori unsafe (tidak aman) dan 95 persen dilakukan di negara berkembang.

Diperkirakan 200 orang meninggal setiap hari akibat proses dan komplikasi pengguguran kandungan (abortus provokatus) di seluruh dunia. Beberapa kasus dapat disimak di bawah ini.

Nany tergolek di kamar ICU dalam keadaan tidak sadar. Kadang terjadi serangan kejang. Dari hari ke hari kondisinya menurun akibat infeksi tetanus. Heru, pacarnya, hanya bisa menunggu di samping tempat tidurnya dengan pilu.

Nany dan Heru bukan orang tak berpendidikan dan miskin. Keduanya mahasiswa tahun terakhir. Nany anak dokter kepala rumah sakit, sedangkan Heru anak pejabat tinggi lembaga hukum. Mereka memilih aborsi setelah tahu Nany hamil 2 bulan.

Seorang dukun didatanginya. Menurut pengakuan Heru, sang dukun berhasil melakukan pengguguran dengan memasukkan sesuatu ke vagina Nany lalu memberinya jamu. Sebulan Nany terkapar di ICU, tetapi dokter tak berhasil mempertahankan hidupnya. Nany mengembuskan napas terakhir di depan ayah dan ibunya.

Wanti, mahasiswi perguruan tinggi swasta, datang ke unit gawat darurat dalam keadaan pucat pasi kehabisan darah. Perdarahan masih mengalir dari vagina. Menurut pengakuan teman kosnya, siangnya Wanti mendatangi perawat kesehatan untuk menggugurkan kandungan. Perawat itu memasukkan sebuah alat dan memberinya obat yang kemudian menimbulkan rasa sakit perut hebat.

Malam itu juga Wanti menjalani operasi. Saat pembedahan dokter menemukan robekan pada rahim yang terus berdarah. Setelah operasi lebih dari 2 jam, dokter berhasil menjahit dan menghentikan perdarahan, meski Wanti akhirnya meninggal di ICU akibat komplikasi infeksi yang meluas ke seluruh tubuhnya.

Solusi Sembarangan
Sangat banyak dijumpai wanita yang mengalami UWP minum jamu atau obat secara membabi-buta dan sembarangan, seperti kasus Prapto dan Prapti ini. Mereka suami istri yang sedang giat membangun industri kecil sebagai bentuk perjuangan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih layak.

Mereka belum menginginkan anak meski sudah empat tahun berumah tangga, dan menganggap kehadiran anak akan mengganggu pekerjaannya. Dua kali kehamilan digagalkan dengan cara minum obat pelancar haid. Saat dijumpai, Prapto sedang memandangi bayi laki-laki hasil kehamilan Prapti yang ketiga.

Bayi mungil itu begitu tampannya, tak kalah dengan pelakon sinetron. Sayangnya ia tak punya tangan dan kaki. Prapto mengaku, dia memang membeli obat pelancar haid berbentuk bulat kehitaman kecil 12 biji untuk menggagalkan kehamilan istrinya. Ternyata upayanya tidak berhasil, kehamilan berlangsung terus.

Sering terjadi mereka yang melakukan aborsi lantas menyesalinya. Seperti dialami Faisal dan Betty. Sebelum menikah Betty pernah hamil dan aborsi. Setelah 6 tahun menikah, buah hati yang diharapkan tak kunjung datang karena adanya kerusakan akibat infeksi, yang diduga diperoleh saat pengguguran.

Bisa jadi orang yang mengalami UWP mencari tangan yang lebih aman, meski kenyataannya kadang lain. Ade meninggal di meja operasi saat aborsi karena ada masalah dalam teknik pelaksanaannya. Sejatinya bagi dokter kandungan tindakan abortus provokatus bukan operasi besar, tetapi jatuhnya korban meninggal atau komplikasi yang memilukan cukup sering dijumpai.

Dari sisi norma apa pun, termasuk hukum dan agama, pengguguran kandungan tidak dibenarkan. Jalan pintas yang diambil saat menghadapi masalah UWP jelas bukan sikap yang baik.

Pendekatan Menghadapinya
Apa yang sebaiknya dilakukan untuk menghindari UWP? Pendidikan seks yang bijak di lingkup keluarga, sekolah, dan masyarakat mutlak diperlukan. Penyebaran pengetahuan dan menggiatkan penggunaan kontrasepsi harus ditanamkan kepada pasangan yang belum menghendaki kehamilan.

Upaya konseling yang bermutu dan pembekalan metode serta materi konseling kepada petugas kesehatan dan tokoh masyarakat sangat dibutuhkan agar dapat dipilih sikap yang terbaik bila berhadapan dengan kasus UWP.

Kalangan yang terkait kebijakan di bidang kesehatan harus menaruh perhatian pada besarnya masalah UWP dengan melakukan upaya nyata untuk menghindari kekerasan seksual terhadap wanita, mengetahui secara komprehensif dan mampu melakukan pengendalian status dan masalah reproduksi di masyarakat.


Penulis : Dr Bharoto

(Diambil dari: http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/10/08040742/Jika.Kehamilan.Tak.Dikehendaki)

ANAK PERTAMA NENEK 70 TAHUN

[Selasa, 09 Desember 2008]
NEW DELHI - Momen bahagia akhirnya mampir juga dalam kehidupan Rajo Devi. Setelah kesepian tanpa kehadiran buah hati, pada 28 November lalu, wanita berusia 70 tahun itu sukses menjalani program bayi tabung dan melahirkan anak pertamanya yang berjenis kelamin perempuan.

Kebahagian tentu juga dirasakan sang suami, Bala Ram. Sebab, pria berusia 72 tahun itu gagal memperoleh keturunan pada dua pernikahan sebelumnya. "Sudah lama kami ingin punya anak, sejak menikah bertahun-tahun lalu, tapi sama sekali tak ada hasilnya," kata perempuan yang pantasnya menyandang gelar nenek itu seperti dilansir Daily Mail kemarin (08/12).

Demi mendapatkan keturunan, Devi mengabaikan saran dokter di Hisar Fertility Centre di Negara Bagian Haryana, tempat dia menjalani terapi kesuburan. Si dokter mengatakan bahwa program bayi tabung sangat berbahaya bagi dia pribadi dan juga si jabang bayi karena usianya yang sudah uzur. Tapi, melihat kondisi psikologisnya yang stabil untuk proses kehamilan dan persalinan, akhirnya dokter mengabulkan permohonannya.

Pertanyaannya kini, mampukah pasangan manula tersebut merawat anak? Sekali lagi mengingat usianya. "Oh, tak masalah, kami punya keluarga besar. Jadi, akan banyak yang membantu," kata Ram.

Tak disebutkan benih dan telur siapa yang ditanam di rahim si nenek. Hingga kini pun pasangan tersebut masih belum tahu apakah akan menjaga sendiri bayi tersebut atau dipercayakan pada orang lain.

Devi adalah perempuan berusia senja kedua di India yang sukses melahirkan bayi. Sebelumnya, pada Juli lalu, seorang perempuan India juga ada yang berhasil menjalani program bayi tabung dan sukses melahirkan bayi. Tapi, tak disebutkan identitas perempuan tersebut. Sedangkan pada 2006, seorang perempuan Spanyol berusia 66 tahun malah melahirkan bayi kembar lewat program yang sama.(ape/ttg)

(Diambil dari: http://www.jawapos.co.id/)

Tuesday, December 09, 2008

HAI KOTA MUNGIL BETLEHEM!

Matius 2: 6
"Dan engkau Betlehem, tanah Yehuda, engkau sekali-kali bukanlah yang terkecil di antara mereka yang memerintah Yehuda, karena dari padamulah akan bangkit seorang pemimpin, yang akan menggembalakan umat-Ku Israel"

Tidak seperti Yerusalem, kota Betlehem adalah kota yang kecil. Pada zaman Yesus, penduduk di kota Betlehem berjumlah sekitar 1000 orang. Kotanya tidak strategis. Karena letak kota yang tidak strategis, maka tidak banyak orang berminat untuk berdagang atau berpolitik. Sebab itu kota ini sepi penduduk, kota yang sunyi senyap, sekaligus kota yang tidak terkenal. Bahkan Alkitab pun menyebut kota Betlehem hanya 8 kali. Sungguh, Betlehem adalah kota yang tidak terkenal.

Tapi anehnya, justru dari kota itulah pernah terjadi peristiwa-peristiwa penting. Banyak tokoh penting dalam sejarah kekristenan lahir di kota ini. Misalkan saja raja Daud. Raja yang pernah memerintah Israel selama 40 tahun di Yerusalem ternyata dilahirkan dalam kota mungil Betlehem. Bahkan yang menarik adalah, Daud diurapi menjadi raja oleh nabi Samuel juga di kota Betlehem.

Tokoh berikutnya yang tidak akan kita lupakan adalah Yesus sendiri. Bayangkan saja. Yesus yang adalah Juruselamat dunia dan Raja di atas segala raja itu lahir di kota yang tidak terkenal. Itulah sebabnya, Allah berkata: "Dan engkau Betlehem . . . engkau sekali-kali bukanlah yang terkecil di antara mereka yang memerintah Yehuda, karena dari padamulah akan bangkit seorang pemimpin . . . ." Sebuah kota mungil dan tidak terkenal ternyata dipakai Allah menjadi tempat kelahiran Juruselamat dunia. Siapa yang menyangka?

Terdapat pesan Natal yang penting melalui kisah ini: Kecil bukan berarti tidak berarti. Allah mengasihi dan menghargai apa yang dianggap kecil oleh manusia. Siapakah yang dipilih Allah untuk menjadi murid-murid Yesus? Para nelayan dan pemungut cukai. Mereka adalah orang-orang yang seringkali dianggap remeh atau kecil oleh masyarakat. Tapi justru orang-orang seperti itulah yang dipilih Allah untuk mengubah dunia. Kecil bukan berarti tidak berarti.

Apakah kita hari ini merasa seperti "kota Betlehem"? Apakah kita merasa kecil, tak berdaya, tak berarti, tak berguna, dan terbuang? Mungkin dulu kita merasa berarti karena masih muda, masih kuat, masih berjaya. Tapi ketika sekarang kita tidak seperti yang dulu lagi ,mungkin kita merasa kecil. Ingatlah pesan Natal kali ini, Allah tidak pernah membuang kita. Allah tidak pernah melupakan kita. Siapapun dan apapun kondisi kita, Allah tetap mengasihi dan menghargai kita.

Yesus berkata, "Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekor pun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu. Dan kamu, rambut kepalamu pun terhitung semuanya. Sebab itu, janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit" (Mat. 10: 29-31). Perkataan itu kembali menegaskan bahwa sekecil apapun diri kita, Allah tetap mengasihi kita. Ada satu lagu Sekolah Minggu yang berbunyi demikian: "Burung pipit yang kecil dikasihi Tuhan, terlebih diriku dikasihi Tuhan." Ya benar, He loves you!

Sunday, December 07, 2008

Emisi Gas Rumah Kaca Capai Rekor Tertinggi

Rabu, 26 November 2008 | 09:17 WIB
JENEWA, RABU — Emisi gas rumah kaca di atmosfer terus mengalami kenaikan pada 2007, dengan konsentrasi karbon dioksida mencapai rekor level tertinggi, demikian pernyataan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), Selasa (Rabu, WIB).

Jumlah terakhir yang dipublikasikan dalam Greenhous Gas Bulletin 2007, WMO memperlihatkan bahwa emisi gas karbon dioksida mencapai 383,1 ppm, atau naik sebesar 0.5 persen dari 2006.

Konsentrasi nitrogen oksida juga mencapai rekor tertingginya pada 2007, naik 0,25 persen daripada tahun sebelumnya, sedangkan gas metana naik 0,34 persen, melampaui nilai tertinggi yang sejauh ini tercatat pada 2003.

Dengan menggunakan indeks tahunan gas rumah kaca NOAA, dampak pemanasan total semua gas rumah kaca yang berumur panjang dihitung telah naik sebesar 1,06 persen daripada tahun sebelumnya atau naik sebesar 24,2 persen sejak 1990, kata WMO dalam pernyataannya.

Kegiatan manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil dan pertanian, adalah sumber utama emisi gas tersebut, yang diakui banyak ilmuwan sebagai pemicu terjadinya perubahan iklim dan pemanasan global.

Setelah uap air, empat gas utama rumah kaca di atmosfer adalah karbon dioksida, gas metan, nitrogen oksida dan chlorofluorocarbon (CFC). Menurut data WMO, tingkat CFC terus turun secara perlahan yang dapat dipandang sebagai pesan baik. Hal itu menurut WMO memperlihatkan keberhasilan yang terus dicapai oleh Protokol Montreal untuk mengurangi emisi gas perusak lapisan ozon.

(Diambil dari: http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/26/09170415/emisi.gas.rumah.kaca.capai.rekor.tertinggi)

Tidak Berolahraga Sama Bahaya dengan Merokok

Sabtu, 6 Desember 2008 | 13:23 WIB

Buat yang jarang berolahraga, tampaknya Anda perlu mendapat pencerahan agar rajin berolahraga. Seorang pakar kesehatan di Amerika Serikat menyatakan, tidak berolahraga sama bahayanya dengan merokok. ACSM (American College of Sports Medicine) sejak tahun 1998, menyatakan bahwa aktivitas fisik perlu dilakukan untuk memelihara kesehatan dan kebugaran.

Lalu dosisnya? ACSM merekomendasikan, aktivitas fisik untuk orang dewasa sehat per minggu meliputi 3-5 hari latihan aerobik, 2-3 hari sesi latihan kekuatan, dan 2-3 hari latihan kelenturan.

(Diambil dari: http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/06/13231513/tidak.berolahraga.sama.bahaya.dengan.merokok)

Wednesday, December 03, 2008

Trauma Masa Kecil dan Masa Depan Anak

Senin, 17 November 2008 | 17:36 WIB

Oleh : Sawitri Supardi Sadarjoen, psikolog

BANYAK perempuan bertahan dan mempertahankan perkawinannya karena pertimbangan akan masa depan anak, walaupun dari perkawinan itu sendiri perempuan tidak memperoleh haknya akan kebahagiaan diri.

Sampai hari ini, setelah hidup bersama sebagai istri selama 27 tahun, saya tidak pernah merasakan apa arti hidup bahagia.

Memang dari segi materi dapat dikatakan cukup berlimpah, tetapi dari segi mental saya benar-benar terpuruk. Kecuali perlakuannya terhadap saya, suami saya pun tidak peduli akan kebutuhan kehangatan kasih yang saya dambakan. Kalaupun saya bertahan dalam perkawinan ini hanyalah karena ketiga anak saya.

Suami saya memang pengusaha yang berhasil, tetapi dia sangat egois dan kalau bicara atau berkomentar seenak sendiri, sama sekali tidak memerhatikan perasaan orang lain, apalagi terhadap saya dan anak-anak. Yang amat saya sesali adalah dia begitu kejam terhadap anak laki-laki nomor satu. Sejak sekitar usia dua tahun setengah kalau anak nakal (yang sebetulnya kenakalan biasa atau agak rewel saat tidak enak badan), maka tanpa segan anak disabet dengan lidi sampai badannya bilur-bilur. Saat anak itu sekitar usia tiga tahun, tiba-tiba anak itu menjerit menangis keras dengan suara ketakutan. Waktu itu saya sedang menyusui adiknya yang baru usia tiga minggu. Saya bergegas bangun untuk melihat apa yang terjadi, Bu.

Anak itu disiram air dan sedang diangkat akan dimasukkan ke bak mandi. Hal itu terjadi pada sekitar pukul tujuh malam. Ia rewel karena mengantuk dan suami saya terganggu konsentrasinya, sementara dia sedang menyelesaikan pembukuan perusahaan kami.

Anak itu langsung saya rebut dari tangannya. Saya sedih, Ibu, karena sejak saat itu anak pertama saya tersebut takut sekali bila didekati ayahnya.

Apalagi saat anak menjelang remaja, semakin kejam pula cara ayahnya menghukum. Anak disuruh berdiri menghadap tembok dan dipukul dengan ikat pinggang beberapa kali, sambil dicaci maki dengan kata-kata kasar, seperti anak bodoh, goblok, tolol.

Sedih saya, Bu, bila mengingat bagaimana anak saya dihukum ayahnya. Sebenarnya saat suami saya sedang tenang, saya sering menyarankan untuk tidak menghukum anak pertamanya dengan cara kejam seperti itu, tetapi dia selalu berdalih bahwa tanpa digembleng dengan keras dan kejam seperti itu, anak itu akan manja dan tidak bisa kerja.

Akibat hukuman tersebut, anak saya jadi pendiam, kurang berani, kurang inisiatif. Kecuali itu, rupanya diam-diam anak tersebut juga dendam terhadap ayahnya sehingga sampai saat ini (usia 26 tahun) selalu menghindarkan diri dari komunikasi dengan ayahnya.

Ia pun sama sekali tidak tertarik dengan perusahaan ayahnya. Saya khawatir, karena siapa lagi yang akan menggantikan ayahnya meneruskan perusahaan yang sudah sedemikian besar bila bukan anak itu. Saya bingung, tetapi tidak tahu mau berbuat apa, sementara semakin tua karakter suami saya semakin tidak menyenangkan.” Demikianlah keluhan Ny D (53).

Analisis

Dari ungkapan Ny D, sebenarnya ada dua masalah yang diutarakan. Yang pertama adalah masalah kehidupan perkawinannya yang sama sekali tidak membuat Ny D merasa bahagia karena cara suaminya berkomunikasi tidak membuatnya merasa nyaman, bahkan sering merasa terpojok dan terdiam seribu basa.

Persoalan kedua adalah masalah anak sulungnya yang sangat membenci ayahnya dan menghindari komunikasi dengan ayahnya, padahal dialah satu-satunya pewaris perusahaan keluarga di kemudian hari karena kedua anak lainnya perempuan.

Pola asuh yang diterapkan Tn D terhadap anaknya adalah dominan, otoriter, keras, dan kejam. Anak akan menderita pengalaman traumatis oleh perlakuan ayah dan menyisakan luka batin mendalam.

Ada dua kemungkinan sikap mental eksesif yang akan berkembang oleh pengalaman traumatis masa kecil anak:

(1). Bila pada dasarnya anak berwatak keras, ia pun kelak akan meniru dan menjadikan karakter ayahnya sebagai bagian dari dirinya. Ia akan menjadi orang yang berkepribadian dominan, keras, bahkan sadis-agresif dan tidak mampu berkompromi dengan lingkungan.

(2). Bila pada dasarnya dia berwatak lemah, ia akan menjadi berkepribadian submisif, cenderung menempatkan diri di bawah otoritas orang lain, tidak berani berkata ”tidak” (tidak asertif), terkesan menunggu inisiatif orang lain, bahkan tidak berani mengambil keputusan, baik bagi lingkungannya maupun bagi dirinya sendiri.

Apa pun reaksi eksesifnya, kedua peluang perkembangan kepribadian yang eksesif tersebut tetap akan menyisakan rasa dendam kesumat, kebencian yang intens terhadap ayahnya.

Perbedaannya, pada reaksi eksesif yang pertama, dendam kesumat dimunculkan dalam perilaku agresif-sadistis pada lingkungan. Anak akan dengan mudah terpicu mengungkap reaksi agresif yang terkadang destruktif.

Sementara reaksi eksesif yang kedua muncul dalam bentuk sikap tidak berani ambil inisiatif, tetapi bersifat pasif-agresif, yaitu sikap diam, tetapi bergeming, artinya bertahan pada sikap perlawanan tidak tergoyahkan, kaku, dan tidak fleksibel.

Makian, cercaan menyakitkan hati, dan merendahkan harga diri anak, apalagi disertai hukuman fisik yang berlebihan, hanya akan menyisakan dendam kesumat eksesif terebut di atas kemudian hari. Jadi, mengapa kita tidak mencari tahu tentang cara menghukum anak yang bersifat mendidik?

(Diambil dari: http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/17/17364487/trauma.masa.kecil.dan.masa.depan.anak)

Vatikan : Ponsel Bisa Merusak Jiwa

Jumat, 28 November 2008 | 04:23 WIB

VATIKAN, KAMIS - Pihak Vatikan memperingatkan bahwa obsesi kita dengan teknologi moderen seperti internet dan telepon selular dikhawatirkan akan menyita sebagian besar waktu. Akibatnya, jatah waktu untuk hidup spiritual menjadi berkurang.

Pastor Federico Lombardi, juru bicara Paus mengatakan, tanpa kehidupan spiritual yang memadai, manusia berisiko bakal sesat jiwanya. "Di zaman ponsel dan internet sekarang ini terasa lebih sulit melindungi asapek interior hidup kita dan masuk dalam keheningan daripada zaman sebelumnya," ujar Lombardi dalam wawancara dengan sebuah stasiun televisi Vatikan di sebuah acara Octavia Dies."Sulit, tapi perlu."

Sekarang ini, katanya, ancaman besar sedang menghadang. Mereka yang tidak menyiapkan diri akan kurang beruntung jiwanya.

Vatikan sudah sejak lama mengingatkan ekses kehidupan moderen ini dan berupaya melawannya. Bulan lalu, Paus Benediktus XVI mengatakan, krisis keuangan global ini menjadi bukti bahwa pencapaian harta berupa uang dan kesuksesan duniawi sebenarnya tak berarti apa-apa.

"Bangsa-bangsa zaman sekarang ini mengalami kehilangan identitas gara-gara pengaruh budaya moderen yang merusak dan membahayakan," ujar Paus dalam sebuah sidang sinode akhir-akhir ini.

Meski begitu, Paus Benediktus tidak memungkiri bahwa teknologi berperan besar dalam membantu hidup manusia. Buktinya dia sendiri menggunakan teknologi moderen untuk menyampaikan pesan kepada kaum muda.

Di Perayaan Hari Pemuda Sedunia di Sydney, Paus mengirimkan renungan atau inspirasi harian lewat layanan pesan pendek kepada para pemuda, demikian juga doa digital juga terpasang di acara ini. Vatikan bahkan juga telah membuat beberapa manuskrip, dokumen dan teks-teks kuno dari Perpustakaan Apostolik Vatikan dan menyediakannya dalam bentuk online.

(Diambil dari: http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/28/04233386/vatikan..ponsel.bisa.merusak.jiwa)

Perilaku Agresi Ternyata Menular

Rabu, 26 November 2008 | 22:56 WIB

SETIAP HARI, media elektronika maupun cetak kerap memberitakan berbagai kisah tentang pembunuhan, penganiayaan dan penyiksaan. Kondisi korban yang diberitakan pun bervariasi. Ada yang meninggal dengan tubuh terpotong-potong, anggota tubuh yang hilang, dan cacat seumur hidup.

Hal ini menunjukkan bahwa perilaku agresif yang terjadi saat ini menunjukan adanya peningkatan kualitas, tak hanya sekedar menyakiti atau melukai tetapi juga menghilangkan nyawa korbannya. Sebab-sebab kejadianya pun kadang-kadang sangat sepele. Misal, gara-gara minta rokok tidak diberi seorang pemuda tega menganiaya temannya sampai meninggal.

Ryan seorang yang dituduh sebagai ‘Jagal manusia ‘ dari Jombang, kalau selintas kita simak, juga melakukan berbagai hal karena masalah yang sepele. Dia sampai tega dan berani membunuh demi memenuhi kebutuhan hidupnya meski diselipi rasa cemburu berlebihan.

Kasus lainnya, berbagai tawuran antar pelajar atau mahasiswa yang sering kita lihat di TV yang bila disimak penyebabnya sangat sepele hingga seharusnya tidak pantas kalau sampai dibela dan mengorbankan nyawa sampai mati. Cerita lain menyebut, seorang remaja laki-laki yang cenderung melakukan tindak kekerasan seperti berkelahi karena takut dikatakan banci oleh teman-temannya. Ironisnya, hal ini banyak dilakukan meskipun secara normatif perilaku semacam itu tidak pantas dilakukan oleh seseorang yang disebut pelajar atau mahasiswa.

Banyak teori agresi yang mengatakan sebab utama yang menyebabkan munculnya perilaku agresi adalah frustrasi (Hanurawan,2005). Dijelaskan di sini, perilaku agresif muncul karena terhalangnya seseorang dalam mencapai tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu.

Watson, Kulik dan Brown ( dalam Soedardjo dan Helmi,1998) lebih jauh menyatakan bahwa frustrasi yang muncul disebabkan adanya faktor dari luar yang begitu kuat menekan sehingga muncul perilaku agresi. Bandura (dalam Baron dan Byrne. 1994) menyatakan bahwa perilaku agresi merupakan hasil dari proses belajar sosial melalui pengamatan terhadap dunia sosial.

Dari beberapa pandangan teoritik tersebut, dapat dikatakan misalnya bahwa perilaku agresif yang dituduhkan pada Ryan dapat disebabkan oleh frustasinya yang mendalam sebagai akibat kegagalannya dalam dunia kerja. Frustasinya menjadi semakin menekan karena dia sudah masuk dalam perangkap kehidupan teman-temanya yang serba ada dan berkecukupan. Suasana kompetitif dalam masyarakat pun sangat kuat sehingga bagi mereka yang tidak siap akan mengalami stres berat yang lama kelamaan akan menjadi frustasi.

Di samping itu, faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah peran media, entah cetak maupun elektronika yang juga sering menyajikan berita mengenai perilaku agresif ini. Belum lagi acara telivisi yang menyuguhkan adegan kekerasan seperti Smack Down, UFC atau sejenisnya. Tayangan ini akan menimbulkan rangsangan dan memungkinkan inidvidu yang melihatnya, terlebih mereka yang berusia muda, meniru model kekerasan seperti itu.

Situasi yang setiap hari menampilkan kekerasan yang beraneka ragam sedikit demi sedikit akan memberikan penguatan bahwa hal itu merupakan hal yang menyenangkan atau hal yang biasa dilakukan ( Davidof,1991). Dengan menyaksikan adegan kekerasan tersebut terjadilah proses belajar dari model yang melakukan kekerasan sehingga akan memunculkan perilaku agresi. Bila perilaku seseorang membuat orang lain marah dan kemarahan itu mempunyai intensitas yang tinggi, maka hal itu merupakan bibit munculnya tidak hanya perilaku agresi pada dirinya namun juga perilaku agresi orang lain.

Ada penularan perilaku ( Fisher dalam Sarlito,1992 ) yang disebabkan seringnya seseorang melihat tayangan perilaku agresi melalui televisi atau membaca surat kabar yang memuat hasil perilaku agresi, seperti pembunuhan, tawuran masal, dan penganiayaan.

Oleh karenanya, secara internal kita semestinya menjaga diri kita sendiri agar tidak melakukan periku agresif yang membahayakan. Yang pertama adalah melatih ketrampilan emosi sehingga mampu menerima tanpa frustasi terhalangnya beberapa tujuan yang kita inginkan dalam hidup kita. Selain itu, karena melihat perilaku agresi bisa membuat kita juga agresif, kita perlu menyeleksi apa yang akan kita tonton dan yang akan kita rekam dalam memori kita.

Drs. Hadrianus Wahyudi, M.Si, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

(Diambil dari: http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/26/22565170/perilaku.agresi.ternyata.menular)

Anak Muda Pacaran, Hanya Lihat Sisi Senangnya Saja

Sabtu, 29 November 2008 | 22:03 WIB

SEMARANG, SABTU - Seorang psikolog dari Semarang menyatakan, rata-rata anak muda di Indonesia dalam berpacaran hanya melihat sisi kesenangannya saja, dan tidak melihat sisi lainnya.

"Di kalangan anak muda, rata-rata mereka berpacaran sering tidak melihat sisi lainnya, yang dilihat hanya kesenangan semata. Selain itu banyak anak muda ketika berpacaran sering termakan oleh kata cinta, padahal pacaran yang sehat itu tidak hanya berdasar pada cinta semata," kata dr. Hastaning Sakti, psikolog dari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang di Semarang, Sabtu.

Hasta, begitu panggilan akrabnya, mengatakan hal tersebut saat menjadi pembicara dalam Road Show Diponegoro Care Centre (DCC) di kampus Psikologi Undip. Pada kesempatan ini ia juga mengeluhkan dalam berpacaran anak muda saat ini sering menjurus pada hubungan seks di luar nikah yang berakibat pada kehamilan yang tidak diinginkan.

Selain itu, ia menambahkan, sebaiknya anak muda harus melihat dampak buruknya akibat melakukan hubungan seks bebas, seperti terjangkit HIV/AIDS, kehamilan, keguguran, dan dampak psikologi lainnya. "Jadi, kalau menilai pacar jangan hanya dari sisi baiknya saja, harus dilihat dari semua sisi, termasuk jangan melakukan hubungan hubungan seks di luar nikah," katanya mengingatkan.

"Saat ini banyak sekali kasus aborsi karena hamil di luar nikah. Hal ini, disebabkan karena hubungan pacaran yang tidak sehat," demikian Hasta. Road show yang diselenggarakan DCC ini juga mengangkat masalah kesehatan reproduksi serta kekerasan dalam pacaran.

Menurut Nuno, ketua panitia acara, kegiatan ini mengangkat masalah-masalah yang sering dihadapi oleh kalangan remaja seperti aborsi, kekerasan dalam pacaran, dan kehamilan yang tidak diinginkan, serta narkoba.

"Sebenarnya acara-acara sejenis sudah banyak diselenggarakan baik di sekolah, kampus, maupun masyarakat, tapi kami optimis acara ini akan berpengaruh besar bagi pesertanya karena dalam acara ini peserta diajak diskusi dan tukar pendapat," katanya.

Acara DCC di Fakultas Psikologi ini adalah putaran pertama dari keseluruhan acara yang rencananya juga diadakan di semua fakultas di Universitas Diponegoro. "Kami rencananya akan menggelar road show di semua fakultas di Undip, untuk kegiatan di luar bulan-bulan kemarin kami sudah mengadakan di Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Banten, dan Jawa Barat," kata Nuno.

Banyaknya Mutilasi Jangan Salahkan Televisi

Senin, 1 Desember 2008 | 22:10 WIB

SEMARANG, SENIN - Banyaknya kasus pembunuhan dan mutilasi yang terjadi di Indonesia belakangan ini, tidak hanya disebabkan maraknya tayangan kriminal di televisi tetapi juga disebabkan oleh faktor pribadi, lingkungan masyarakat dan ekonomi, kata psikolog Undip Semarang, Hastaning Sakti.

"Menanggapi banyaknya kasus pembunuhan dan mutilasi yang akhir-akhir ini sering terjadi, sebaiknya masyarakat jangan menyalahkan televisi, banyak faktor lain yang sebenarnya juga menjadi pemicu terjadinya hal itu," katanya di Semarang, Senin.

Faktor lain yang juga menjadi penyebab seseorang melakukan pembunuhan juga mutilasi adalah kesalahan pola pikir, ekonomi, lingkungan sosial, dan keluarga.

Ia menjelaskan, rata-rata orang Indonesia tidak bisa mengatur tingkat emosional mereka, sehingga jalan keluar yang diambil ketika menghadapi masalah sering kali jauh dari kebiasaan orang normal.

Tingkat pendidikan yang rendah, menurut dia, sebagai salah satu faktor penyebab orang melakukan tindak kejahatan."Bisa kita lihat, rata-rata pelaku kejahatan, pembunuhan dan mutilasi pada kasus belakangan ini, dilakukan oleh orang yang tingkat pendidikannya rendah," kata dosen Fakultas Psikologi Undip ini.

Kasus mutilasi akhir-akhir ini banyak ditemukan di beberapa kota di Indonesia, seperti aksi yang dilakukan Ryan di Jakarta, penemuan potongan tubuh manusia di bus Mayasari Jakarta dan terakhir di kawasan wisata Kopeng Kabupaten Semarang.

Disinggung masalah televisi sebagai penyebab maraknya kasus pembunuhan dan mutilasi, ia mengatakan, televisi itu sebenarnya sangat penting untuk pengetahuan dan pendidikan, hanya saja masyarakat belum siap menerima itu, sehingga baik atau buruk apapun yang ada di televisi cenderung akan dicontoh.

Psikolog dari Universitas Katolik Soegiyopranoto, Kristiana Haryanti juga menyatakan hal serupa, banyak faktor lain yang mempengaruhi seseorang melakukan tindakan pembunuhan seperti faktor pribadi, tekanan lingkungan, dan pendidikan.

Ia mengatakan tiap orang mempunyai tingkat ambang stres yang berbeda. "Itu yang menyebabkan jenis penyelesaian tiap orang berbeda ketika menghadapi suatu masalah," katanya.

"Orang yang mempunyai masalah yang sama belum tentu sama dalam hal menyelesaikannya karena tingkat ambang stres tiap orang berbeda," katanya.

Ia mencontohkan, bila ada dua orang yang mengalami putus cinta, satu orang mungkin akan bunuh diri, dan orang lainnya mungkin akan bersikap acuh tak acuh dan segera mencari penggantinya.

Faktor yang menyebabkan perbedaan tingkat ambang stres, menurut Kristiana, adalah kepribadian dan lingkungan. "Faktor kepribadian dan lingkungan adalah hal yang membuat ketangguhan seseorang yang mengalami masalah menjadi berbeda," katanya.

Ia menilai saat ini memang televisi banyak menayangkan hal-hal yang negatif, tetapi perlu ada seleksi yang lebih ketat terhadap tayangan negatif oleh instansi terkait.

(Diambil dari: http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/01/22105621/banyaknya.mutilasi.jangan.salahkan.televisi)

MARGONO, PAK DOSEN YANG TAK LELAH BELAJAR

Rabu, 03 Desember 2008

Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Pepatah itu menjadi prinsip hidup Margono ketika memutuskan melanjutkan program S-2 dan S3-nya. Pria kelahiran Surabaya, 12 Agustus 1942 tersebut baru kembali merasakan bangku kuliah pada usia 58 tahun.

Pada 2000, bapak dua anak itu meneruskan S-2 di bidang tangki berpengaduk di Fakultas Teknik Kimia ITS Surabaya. Sekarang, sosok yang sejak tahun lalu pensiun sebagai pegawai negeri Ssipil itu menyelesaikan program doktor.

Dia berharap pada pertengahan 2009 gelar tersebut telah disandangnya. Pria berkacamata itu sekarang memasuki tahap disertasi. Judulnya Pengaruh dari Beberapa Bentuk dan Ukuran Partikel Padat pada Perpindahan Masa dan Panas di Dalam Rotary Dryer.

"Sekolah atau belajar tidak memandang umur. Jadi, bagi saya tidak ada kata terlambat dalam belajar," katanya saat ditemui di rumahnya di kompleks Perumahan Dosen ITS.

Meski usia tidak muda lagi, semangat dan motivasi Margono untuk belajar tidak perlu diragukan. Dia merasa tidak terbebani dengan kegiatan perkuliahan yang sarat dengan tugas-tugas membuat makalah di sela tugasnya sebagai dosen Fakultas Teknik Kimia ITS. "Saya merasa menikmati, sebab sekolah dan belajar termasuk hobi saya," tuturnya.

Bahkan, untuk melanjutkan kuliah S-3, dia harus merogoh kocek pribadi alias membayar sendiri. Ini berbeda ketika mengambil program master, karena Margono mendapatkan beasiswa. Sebenarnya, kakek dua cucu itu ingin langsung meneruskan program doktor begitu lulus S-2 pada 2002. Namun, saat itu dia belum mendapatkan kesempatan. "Sulit mendapatkan beasiswa. Mungkin mengingat usia saya yang sudah mendekati pensiun. Tapi, bersyukur Tuhan masih bisa memberi rahmat untuk sekolah sendiri," terangnya.

Cita-cita Margono tidak hanya berhenti di S-3. Pria bersahaja tersebut masih berharap dapat menyandang gelar tertinggi di dunia pendidikan, yakni profesor. Meski, nanti tidak menjadi guru besar ITS, karena posisinya sudah pensiun. "Kalau ada kesempatan, saya berusaha meraihnya. Tapi, jalannya dari universitas swasta atau Kopertis. Namun, saya tidak berambisi besar mendapatkan gelar guru besar. Apa yang saya raih saat ini lebih dari cukup," ucapnya.

Dia menambahkan, kegiatan belajarnya ini dapat menjadi motivasi mereka yang masih muda guna menimba ilmu. Terutama, mereka yang telah bekerja agar tidak segan menuntut ilmu. "Setelah lulus S-1, kemudian bekerja, kita malas sekolah. Padahal, di luar negeri sudah menjadi kebiasaan untuk melanjutkan program lebih tinggi, meski telah bekerja," ujarnya.

Kebiasaan belajar Margono sebenarnya mudah ditebak saat memasuki rumahnya. Begitu berada di ruang tamu, terasa benar aroma "orang yang senang belajar". Di ruangan yang hanya 4 x 3 meter itu tidak ada hiasan mencolok. Hanya seperangkat kursi dan meja sederhana. Di tembok terdapat foto keluarga saat salah seorang anaknya menikah.

Namun, di ruang tamu itu terdapat sebuah lemari yang menyimpan buku. Margono menyebut ada dua macam buku yang dikoleksinya. Yakni, buku tentang teknik kimia dan buku-buku teologi. "Di dalam (ruang keluarga) masih ada satu lemari. Lebih dari 200 buku yang saya miliki," ujar jemaat GKI Pregolan Bunder itu.

Di antara koleksi buku-buku agama, Margono memiliki Kitab Injil berbahasa Yunani dan Ibrani yang telah disadur dalam bahasa Inggris. Dia mengaku selama ini merasa belum puas dengan kitab-kitab dalam bahasa Indonesia. "Jika membaca dalam bahasa Yunani dan Ibrani, kita makin mendalami arti-arti dalam ayat-ayat Injil," tandas pria yang bisa membaca tulisan Yunani itu. (dio/ayi)

(Diambil dari: http://www.jawapos.co.id/)

Monday, December 01, 2008

Aulia Jadi Ujian Terbesar SBY

Senin, 1 Desember 2008 | 05:56 WIB

JAKARTA, SENIN - Kasus korupsi terkait aliran dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia/Bank Indonesia, yang membelit Aulia T Pohan, menjadi ujian terbesar bagi integritas dan sikap kenegarawanan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Yudhoyono harus membuktikan kampanye dan program antikorupsinya.

Oleh karena itu, Yudhoyono perlu mengendalikan sikap menantu dan putranya untuk menghormati prosedur hukum yang berlaku dalam konteks kunjungan ke rumah tahanan (rutan).

”Tak boleh ada pelayanan khusus yang mencederai rasa keadilan publik. Ini seperti hal kecil, tetapi tidak kecil di mata publik,” kata Ketua Departemen Politik Pertahanan dan Keamanan Partai Keadilan Sejahtera Al Muzzammil Yusuf di Jakarta, Minggu (30/11). Yudhoyono perlu mendorong aparat kepolisian, kejaksaan, hakim, dan petugas rutan untuk bertindak profesional.

”Jika Yudhoyono sukses dalam hal ini, maka ini bisa menjadi satu tonggak dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia. Budaya antikorupsi dan penegakan hukum akan kian mengkristal dan menjadi bola salju yang sulit dibendung pada masa yang akan datang dalam pemerintahan siapa pun,” ujarnya.

Di Bandung, Jawa Barat, Sabtu, Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri mengingatkan jajarannya untuk memberlakukan jam besuk di rutan sesuai aturan, termasuk terhadap Aulia Pohan. Tak boleh ada perlakuan khusus kepada siapa pun.

Bambang mengatakan hal itu menyikapi adanya pemberitaan mengenai putri dan menantu Aulia Pohan yang disebut membesuk melewati waktu yang ditentukan.

Pulihkan kepercayaan

Dosen Ilmu Politik dari Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago, mengatakan, sikap dan pernyataan Yudhoyono ihwal status hukum besannya, Aulia Pohan, dan kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM berperan memulihkan kepercayaan sebagian rakyat kepada Yudhoyono dan Partai Demokrat. Yudhoyono adalah calon presiden yang diusung Partai Demokrat.

Saat ini, kata Andrinof, posisi Partai Demokrat dari hasil survei politik nasional Cirus Surveyors Group memperlihatkan pergeseran. Partai Demokrat tak hanya merebut urutan pertama, tetapi dukungan suaranya juga berbeda signifikan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Golkar.

”Ada pergeseran kecenderungan baru yang terjadi antarcalon kontestan Pemilu 2009 sejak awal November 2008. Yudhoyono sementara ini berhasil memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap dirinya dan Partai Demokrat,” ujarnya. Survei Cirus dilaksanakan pada 3-10 November lalu. (MAM/JON)

(Diambil dari: http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/01/05565433/aulia.jadi.ujian.terbesar.sby)

Teknologi Disalahkan Atas Tragedi Mumbai

Senin, 01/12/2008 06:45 WIB

Jakarta - Serangan teror mengguncang Mumbai, India, dengan menelan korban hingga ratusan nyawa. Anehnya, teknologi ikut terseret sebagai biang keladi atas tragedi ini. Kenapa demikian?

Sebuah artikel di CyberMedia India Online (CIOL) menyebutkan bahwa teror di Mumbai menunjukkan bahwa teknologi, khususnya di bidang teknologi informasi dan komunikasi telah digunakan untuk kegiatan anti-sosial atau antihuman.

Buktinya, masih menurut artikel tersebut, teknologi seperti telepon satelit dan layanan micro blogging telah dioptimalkan oleh kelompok teror di Mumbai untuk melancarkan aksi mereka.

Seperti dikutip detikINET dari ITNews, Senin (1/12/2008), sebuah peta GPS juga ikut ditemukan di Mumbai Selatan. Selain itu, kelompok Deccan Mujahideen -- pihak yang mengaku sebagai pelaku -- mengklaim bertanggung jawab atas teror tersebut via surat elektronik alias e-mail.

Hal itulah yang kian mengukuhkan bahwa teknologi juga dapat disalahgunakan si penggunanya. Termasuk untuk melakukan aksi teror yang meresahakan masyarakat dunia.

(Diambil dari: http://www.detikinet.com/read/2008/12/01/064549/1045582/398/teknologi-disalahkan-atas-tragedi-mumbai)

Jumah Penderita HIV/AIDS Meningkat, Penularan lewat Suntik dan PSK

[ Senin, 01 Desember 2008 ]

Rapor pemerintah Indonesia dalam menanggulangi problem persebaran HIV/AIDS termasuk merah. Sepuluh tahun terakhir, datanya terus meningkat secara signifikan.

-------

Berdasar laporan Ditjen Pengendalian Penyakit dan Pengendalian Lingkungan Departemen Kesehatan (PP & PL Depkes) selama sepuluh tahun terakhir, jumlah penderita AIDS terus meningkat. Hingga September 2008, totalnya sudah 14.928 penderita.

Ditjen PP & PL Depkes sebenarnya merekam data penderita AIDS di Indonesia sejak 1987. Tapi, jumlahnya naik cukup tajam sejak 1998. Jika pada 1998 jumlah penderita AIDS yang terdeteksi baru 60 orang, tahun 2000 sudah 255 orang. Peningkatan cukup tajam juga terjadi antara 2003-2004. Jika pada 2003 jumlah penderita AIDS 316 orang, setahun berikutnya menjadi 1.195 orang.

Peningkatan cukup tajam juga diperkirakan bakal terjadi antara 2007 - 2008. Pada 2007, jumlah penderita AIDS tercatat 2.974 orang. Tahun 2008 hingga September, jumlahnya sudah meningkat hingga 3.995 orang.

Infeksi AIDS terbanyak yang dilaporkan berdasar peringkat berturut-turut adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Papua. dan Bali. Tapi, jika dilihat secara keseluruhan (total jumlah penderita HIV + AIDS + yang meninggal), DKI tertinggi. Papua menduduki peringkat kedua. Jumlah orang yang terinfeksi HIV di provinsi itu masih tertinggi di Indonesia.

''Secara global, kasus HIV/AIDS sudah menunjukkan tanda-tanda stabil. Namun, di Indonesia, epidemi masih terus berlangsung. Bahkan, dewasa ini kita tercatat sebagai negara dengan laju epidemi tercepat di Asia,'' kata Nafsiah Mboi, sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional, ketika ditemui di Jakarta, kemarin.

Ironisnya, lanjut dia, proporsi kumulatif kasus HIV/AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok usia produktif. Antara lain, usia 20-29 tahun (53,46 persen), disusul kelompok umur 30-39 tahun (27,9 persen), dan kelompok umur 40-49 tahun (7,69 persen).

Berdasar hasil survei terpadu HIV dan perilaku tahun 2007, prevalensi di kalangan populasi kunci yang berisiko tertular telah mencapai 9,5 persen di kalangan pekerja seks komersial (PSK). Lainnya, 5,2 persen di kalangan homoseksual dan 52,4 persen pada pengguna narkoba suntik. Dengan situasi seperti itu, kasus HIV/AIDS di tanah air akan terus meningkat hingga tahun 2020, dengan rata-rata per tambahan 5 persen penderita baru per tahun. ''Kalau saya boleh katakan sekarang kondisi Indonesia sudah akut dan KPAN bisa dibilang gagal. Tapi, kami belum menyerah.'' terang Nafsiah.

Aktivis perempuan itu mengeluhkan sulitnya menjalin kerja sama dan membangkitkan kesadaran di kalangan masyarakat Indonesia. Dia mengungkapkan, salah satu kendala utama dalam penanganan HIV/AIDS di tanah air adalah resistansi masyarakat terhadap upaya pencegahan dan perawatan korban terinveksi HIV/AIDS. Terutama menyangkut sosialisasi kondom, terapi metadon, dan beberapa program lain yang dinilai bertentangan dengan nilai kultur ketimuran. ''Problem lain yang juga sulit diatasi adalah kendala kontinuitas penggunaan kondom pada PSK,'' terang dia.

Berdasar data KPA, jumlah PSK yang menggunakan kondom selama tiga bulan pada 2004 sama dengan pada 2008, yakni pada kisaran 36 persen. Artinya, kesadaran untuk melindungi diri dari penyakit menular seksual pada kalangan profesi berisiko tinggi tersebut masih rendah. ''Namun, penggunaan kondom pada kaum laki-laki berisiko, seperti pelaut, pengemudi truk, sopir taksi dan ojek, serta pekerja pelabuhan meningkat. Jumlah klinik yang melayani terapi metadon pun bertambah,'' tegas dia.

Menurut Nafsiah, penularan lewat jarum suntik saat ini naik dan mencapai 55 persen dari total pengidap.

Direktur penanggulangan penyakit menular langsung yang juga pelaksana tugas Dirjen PP&PL Depkes RI dr Tjandra Yoga Aditama SpP(K) DTMH menilai bahwa angka prevalensi HIV secara umum di Indonesia masih cukup rendah (0,16 persen).

Namun, sejak 1990, prevalensi HIV pada kelompok berisiko tinggi meningkat. Kelompok pengguna narkoba suntik (penasun) yang terinfeksi HIV dan berinteraksi dengan kelompok lain memberikan kontribusi terhadap peningkatan prevalensi HIV pada kelompok berisiko tinggi.

Angka prevalensi HIV pada wanita penjaja seks (WPS) tertinggi terdapat di Papua 15,9 persen, berikutnya Bali 14,1 persen, Batam 12,3 persen, Jawa Barat 11,6 persen, Jakarta 10,2 persen, Jawa Tengah 6,6 persen, Jawa Timur 6,5 persen, dan Medan 6,1 persen.

Tjandra menambahkan, berdasar hasil estimasi tahun 2006, jumlah waria di Indonesia sekitar 20.960 hingga 35.300. Angka prevalensi HIV pada waria sangat tinggi di Jakarta (34 persen), Surabaya (25,2 persen), dan Bandung (14 persen).

Kelompok LSL (laki-laki suka laki), prevalensi HIV tertinggi di Jakarta (8,1 persen), Surabaya (5,6 persen), dan Bandung (2,0 persen). (iw/zul/noe/kum)

(Diambil dari: http://www.jawapos.co.id/)

Sehari setelah Mumbai Attack, Dua Pejabat India Mundur

Senin, 1 Desember 2008

MUMBAI -
Leluasanya sepuluh teroris mengobrak-abrik Kota Mumbai membuat malu pejabat-pejabat tinggi di India. Sehari setelah teror di sepuluh tempat di kota bisnis terbesar itu berakhir, para petinggi di bidang keamanan mulai ramai-ramai mengajukan surat pengunduran diri.

Kemarin (30/11) Menteri Dalam Negeri India Shivraj Patil mengajukan surat pengunduran diri ke kepada Perdana Menteri Manmohan Singh. Dalam suratnya, pejabat tertinggi keamanan dalam negeri itu menyatakan, pengunduran dirinya sebagai bentuk pertangungjawaban moral atas serangan yang telah menewaskan 195 orang, termasuk kepala pasukan antiteror India. Langkah yang sama dilakukan penasihat keamanan nasional M.K. Narayanan.

PM Singh langsung mengadakan rapat mendadak partai berkuasa, Partai Kongres, untuk menyikapi proposal pengunduran diri para pembantunya itu kemarin petang. Dalam rapat tersebut, Patil menjelaskan langkahnya diharapkan memperingan tekanan terhadap pemerintah India pasca serangan teroris di kota berjuluk Bollywood itu.

Setelah rapat, PM Manmohan Singh menyatakan menerima pengunduran diri Shivraj Patil. Tapi, untuk M.K. Narayanan belum ada jawaban resmi. Menurut sumber di kantor PM India, Menteri Keuangan P. Chidambaram akan ditunjuk untuk menggantikan sementara tugas Patil. Chidambaram, alumnus Harvard University, dinilai paling layak karena menduduki pos Mendagri pada masa pemerintahan PM Rajiv Gandhi.

Diperkirakan meluasnya kekecewaan terhadap pemerintah akan mendorong pengunduran diri lebih banyak pejabat tinggi pemerintah, khususnya yang terkait masalah keamanan.

Pada rapat di luar kebiasaan dalam protokol pemerintah India kemarin, juga dibicarakan langkah-langkah antiteror baru di India, termasuk perombakan UU antiteror, dan kemungkinan pembentukan badan antiteror baru.

Duka Mumbai

Setelah hampir tiga hari menjadi kota mati, aktivitas Kota Mumbai berangsur-angsur pulih. Pada hari libur kemarin, warga memilih mendatangi tempat-tempat yang diduduki teroris, khususnya ikon kota Hotel Taj Mahal.

Suasana duka sangat terasa di kompleks sekitar hotel 563 kamar yang dibangun 102 tahun lampau itu. Rasa belasungkawa itu diungkapkan dalam bentuk doa, meletakkan bunga, dan menyalakan lilin di sekitar lokasi serangan.

Beberapa warga lain memilih berunjuk rasa mengutuk serangan dan mencerca pemerintah yang dianggap gagal memberikan rasa aman. Seorang pengunjuk rasa mempertanyakan betapa lambannya pasukan antiteror merespons serangan pada Rabu (26/11) malam, sehingga meluas sampai ke sepuluh tempat. Padahal, pelakunya hanya 10 pemuda berumur 20-30 tahun.

Di bagian lain, Cafe Leopold, salah satu target serangan teroris yang pertama, membuka kedainya kemarin. Para pramusaji berseragam t-shirt Polo merah berbaris menyambut pengunjung pertama. Sang manajer memimpin teriakan "God bless India" sebelum memulai layanan.

Menurut Farhan Jehani, pemilik kafe, pembukaan secepatnya tempat kongkow favorit turis mancanegara itu adalah bukti perlawanan terhadap para teroris. "Jika kami buka, seluruh dunia tahu bahwa kami menang dan mereka (para teroris) kalah," tegasnya. (BBC/CNN/kim)

(Diambil dari: http://www.jawapos.co.id/)