Wednesday, April 29, 2009

Marah yang Bermanfaat

Jumat, 24 April 2009 | 20:51 WIB

KOMPAS.com - Saat ini tampaknya banyak orang yang mudah marah atau terpancing emosinya. Bisa jadi marah karena masalah yang besar atau bahkan marah karena hal yang sepele. Contoh yang dapat kita lihat dalam kehidupan sehari – hari misalnya adalah kemarahan di jalan raya. Seseorang yang sedang berkendara atau berjalan kaki, yang semula tenang dapat berubah dan marah – marah karena ada pengendara lain yang memotong jalan atau hampir menabraknya. Kejadian yang lebih parah adalah ketika akhirnya hari itu menjadi kacau akibat kemarahan tersebut.

Pertanyaan yang muncul berikutnya adalah apakah seseorang tidak boleh marah? Apakah amarah selalu berakibat buruk?

Jawabannya adalah seseorang boleh saja marah dan amarah tidak selalu harus berakibat buruk. Tetapi bagaimana caranya agar amarah tidak membuat kacau dan justru malah bermanfaat bagi seseorang? Ini yang perlu kita pelajari.

Amarah adalah salah satu bentuk emosi yang dimiliki oleh seseorang. Emosi sendiri memiliki kekuatan yang sangat dahsyat untuk membangun atau menghancurkan kehidupan seseorang. Ketika emosi dikelola dengan baik, kekuatannya dapat membangun kehidupan seseorang menjadi lebih baik, tetapi begitu juga sebaliknya ketika emosi tidak dikelola dengan baik.

Marah yang bermanfaat adalah marah yang tepat dan sudah dikelola dengan baik. Hal ini jelas tidak mudah, butuh waktu, kesabaran dan hati yang lapang, tapi bukan berarti tidak dapat dilakukan. Langkah pertama yang perlu dilatih terus menerus adalah menyadari ketika kita merasa marah.

Sadari bahwa saat ini aku sedang marah. Proses menyadari adalah langkah awal untuk mengendalikan dan mengelola amarah.
Setelah menyadari, seseorang perlu memahami dan menerima alasan kenapa ia marah. Inilah langkah yang kedua, proses memahami dan menerima bahwa ada sesuatu yang membuatnya marah.

Termasuk dalam proses memahami adalah mengevaluasi penyebab kemarahannya. Seorang Ibu yang baru pulang bekerja mulai merasa marah ketika anaknya yang masih balita merengek – rengek padanya, padahal ia merasa sangat lelah. Ibu ini dapat saja langsung memarahi anaknya dan meminta anaknya untuk tidak mengganggunya. Tetapi hal tersebut dapat berbuntut anak tambah menangis dan si-Ibu semakin frustasi.

Ketika si-Ibu mau mencoba menyadari, kemudian mencoba memahami kejadian tersebut, ia akan dapat melihat bahwa anaknya merengek – rengek bukan karena nakal, tetapi anaknya rindu padanya.

Berdasarkan kisah dari beberapa orang, terungkap bahwa terkadang sesuatu yang membuat marah justru punya alasan atau maksud yang berbeda. Banyak yang menyesal karena sudah marah – marah untuk alasan yang tidak tepat, misalnya marah karena ada orang yang menunjuk – nunjukkan jari padanya, padahal orang tersebut bermaksud memberitahu bahwa ada bahaya yang mengancamnya dari belakang. Alasan sebenarnya inilah yang perlu kita pahami agar tidak asal marah dan buang – buang energi.

Langkah yang ketiga adalah mengelola atau mengekspresikan amarah dengan tepat. Jika kita punya alasan yang tepat, misalnya bukan hanya meluapkan emosi, tetapi juga demi pembelajaran bagi orang lain, kita dapat mengungkapkan kemarahan kita.

Kemarahan yang bermanfaat tentu saja bukan kemarahan yang ingin membalas atau menyakiti orang lain, melainkan marah yang mendidik dan membangun.

Cara lain yang dapat kita lakukan adalah mengelola dengan mengubah amarah yang kita rasakan menjadi hal yang positif bagi diri kita. Kita dapat mencoba melihat sisi positif dari kejadian yang membuat kita marah, mengambil hikmah atau pembelajaran dari kejadian tersebut.

Kita juga dapat mengubah energi kemarahan yang kita rasakan menjadi energi yang dapat memotivasi kita melakukan hal yang bermanfaat. Daripada marah – marah pada pengendara motor yang memotong jalan dan sudah tidak tampak lagi, lebih baik energi yang ada digunakan untuk lebih waspada, mencermati jalan, menyalurkan hobi menyanyi, atau menyelesaikan pekerjaan di kantor.

Intinya adalah jangan terjebak pada kemarahan yang dapat merusak hari dan diri kita, tetapi manfaatkanlah kemarahan dengan cara yang tepat. Sadari, pahami dan kelola dengan tepat emosi marah yang kita rasakan karena kemampuan ini adalah bagian dari kecerdasan emosi yang kita miliki.

P. Henrietta Siswadi, S. Psi, dosen pada Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/04/24/20510849/marah.yang.bermanfaat

Keterbatasan Ekonomi Sebabkan KDRT dan Perceraian

Selasa, 28 April 2009 | 19:24 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Alb. Hendriyo Widi Ismanto

BLORA, KOMPAS.com - Keterbatasan ekonomi keluarga menjadi penyebab utama kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT dan perceraian. Faktor yang mengedepankan uang di atas segala-galanya itu bahkan dapat menjadi pemicuk kekerasan seksual pada anak sendiri.

Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berancana (BP3AKB) Kabupaten Blora, Suryanto, Selasa (28/4) di Blora, mengatakan selama 2008 terdapat 14 kasus KDRT di Blora. Sebanyak 10 kasus KDRT, tiga kasus perkosaan dan kekerasan seksual, dan satu kasus penelantaran.

Kasus paling tragis menyangkut kekerasan seksual ayah kandung terhadap anaknya yang masih duduk di bangku kelas VI SD di Cepu. Kejadian itu akibat kesibukan ibu yang bekerja sebagai pedagang asongan di kereta api.

Menurut Suryanto, ibu itu menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga, karena suaminya tidak bekerja. Selama ibu itu bekerja dan pulang larut malam, suaminya menggauli anak perempuannya. "Setelah diusut ternyata sang ibu jarang memenuhi hasrat suaminya lantaran sibuk bekerja," kata dia.

Selama ini, Suryanto menambahkan, Pemerintah Kabupaten Blora kurang memerhatikan kasus-kasus itu. Paling-paling hanya Kepolisian Resor Blora yang menangani kasus itu dari sisi pelanggaran hukum.

Pada Mei 2009, Pemerintah Kabupaten Blora akan membentuk Tim Pelayanan Terpadu Korban Tindak Kekerasan Berbasis Gender dan Anak. Tim itu beranggotakan antara lain BP3AKB, Polres Blora, Dinas Kesehatan, dan Kejaksaan Negeri Blora.

"Jika ada kasus menyangkut perempuan dan anak, tim akan menanganinya secara terpadu, dari sisi hukum, psikologis, konseling, dan pendampingan intensif," kata Suryanto.

Di Rembang, keterbatasan ekonomi kerap memicu perceraian. Berdasarkan data Pengadilan Agama Rembang, kasus perceraian yang ditangani pada 2008 sebanyak 898 kasus. Angka itu lebih tinggi ketimbang tahun sebelumnya, 859 kasus.

Sebanyak 585 kasus merupakan gugatan dari pihak perempuan, sedangkan 313 kasus adalah talak yang dijatuhkan suami, kata Ketua Pengadilan Agama Rembang Zaenal Hakim.

Menurut Zaenal, penyebab utama perceraian itu adalah masalah ekonomi, yaitu sebanyak 65 persen. Faktor itu memicu suami menjadi pemabuk, bertindak kasar terhadap anggota keluarga, dan selingkuh.

Para perempuan yang mengajukan cerai kebanyakan berasal dari pasangan muda usia 25 tahun ke bawah. Persentasenya mencapai 78 persen, kata dia.

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/04/28/19242869/keterbatasan.ekonomi.sebabkan.kdrt.dan.perceraian..

Monday, April 27, 2009

Deteksi Dini, Pencegahan, dan Penyembuhan Gangguan Jiwa

[ Senin, 27 April 2009 ]
Jangan Pernah Remehkan Kekuatan Curhat

Makin tahun, makin banyak pasien gangguan jiwa di Jakarta. Untuk pencegahan dan penyembuhan, setiap rumah sakit di ibu kota menyampaikan berbagai macam pendekatan.

---

MENGALAMI gangguan jiwa atau tidak, ringan atau berat, yang pertama harus dilakukan seseorang adalah deteksi dini. Direktur Utama RS Soeharto Heerdjan Grogol Ratna Mardiati SpKJ mengatakan, instansinya memiliki metode khusus untuk mendeteksi gradasi gangguan jiwa.

Metode itu melalui tes psikiatri. Tekniknya, kepada seseorang diberikan kuesioner. Pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab sebenarnya amat sederhana. Dari jawaban-jawabannya, kita bisa mengetahui, apakah seseorang memiliki gangguan jiwa atau tidak.

Selain itu, kata Ratna, pihaknya membentuk grup-grup kesehatan jiwa untuk "jemput bola". Mereka mendatangi posyandu, pos pembinaan terpadu, bahkan ke rumah-rumah. Cara itu perlu dilakukan lantaran kesadaran masyarakat untuk datang ke rumah sakit masih sangat rendah.

"Kecuali mereka yang memiliki pendidikan tinggi dan peduli akan kesehatan," tandasnya.

Surjo Dharmono, psikiater RSUP Cipto Mangunkusumo, membenarkan betapa pentingnya deteksi dini tersebut. Dia memberikan contoh program untuk penderita psikosis dini yang dikembangkan di Australia.

Caranya, dengan membuka tempat-tempat screening di pojok-pojok mal, sekolah, maupun tempat umum lainnya. Di tempat-tempat itulah, deteksi awal gangguan jiwa dilakukan.

Sayang, kata Surjo, Indonesia mungkin belum mampu menerapkan program seperti itu. ''Program itu memang cukup mahal. Apalagi penduduk Indonesia amat besar. Kondisinya berbeda dengan Australia,'' sebutnya.

Tentu, kalau tidak ingin memeriksakan diri, seseorang bisa mencoba untuk me-manage sendiri stres. Spesialis kedokteran jiwa dan konsultan dari RS Persahabatan Mardi Susanto mengatakan, kunci agar tidak stres amat mudah. Yaitu, mencapai titik keseimbangan (ekuilibrium). ''Sebisa-bisanya kita berupaya menyeimbangkan hubungan secara horizontal dan vertikal,'' ujarnya.

Mardi yakin setiap persoalan bisa diatasi. Dengan bekal keyakinan, seseorang bisa me-manage stres sejak dini. Selain itu, Mardi menyarankan agar kita terbiasa mengungkapkan setiap persoalan yang kita hadapi kepada orang terdekat.

''Curhat amat penting. Meski persoalan itu sepele, jangan diremehkan. Curhat bisa mengurangi beban yang kita hadapi,'' katanya. Apalagi hidup di kota sarat dengan berbagai persoalan hidup. ''Berbagilah dengan orang yang Anda percaya. Bisa keluarga atau teman,'' ungkap dokter yang hobi main tenis itu.

Nah, kalau ternyata memang mengalami gangguan jiwa, bagaimana penyembuhannya?

Dirut RSJ Soeharto Heerdjan Grogol Ratna Mardiati mengatakan, untuk penyembuhan pasien harus ada kombinasi antara pengobatan medis dan psikologis. Konsumsi obat-obatan hingga kini masih dibutuhkan untuk menolong pasien jiwa. ''Pengobatan itu jangan sampai terputus. Sebab, pasien bisa kambuh,'' ungkapnya.

Untuk pendekatan psikologis, Kepala Balitbang RS Soeharto Heerdjan Grogol dr Prianto SpKJ mengungkapkan, caranya adalah membangun kepercayaan terhadap pasien. Dokter harus memiliki empati kepada mereka. ''Tujuannya membangun kepercayaan terhadap pasien. Dengan begitu, pasien merasa yakin bahwa dirinya dapat sembuh,'' ujarnya.

Sepintas, kata dia, modal kepercayaan terdengar sepele. Namun, efeknya bagi pasien amat besar. ''Mereka merasa mendapatkan dukungan untuk sembuh,'' ucapnya.

Psikiater RSUP Cipto Mangunkusumo Dr Surjo Dharmono menambahkan, yang tidak kalah penting adalah dukungan psikososial. Sedapat-dapatnya pasien tidak dibiarkan menganggur. Mereka harus diberi kesibukan dan membaur dengan lingkungan sekitar.

Pasien neurosis (ringan) harus dimotivasi agar tidak meninggalkan rutinitas keseharian mereka. Bagi pasien psikotik (gangguan berat), harus diberikan pelatihan kerja.

Selama ini, kata Surjo, RSCM bersama Depsos memiliki program bengkel kerja. ''Tujuannya memunculkan kembali motivasi pasien,'' jelasnya. Dengan aktivitas yang jelas, diharapkan setahap demi setahap para pasien bisa kembali normal. (kit)

http://jawapos.co.id/

Kisah-Kisah Gangguan Jiwa Warga Jakarta

[Senin, 27 April 2009]
Crazy Kejar Lifestyle Teman

Jumlah orang yang mengalami gangguan jiwa di Jakarta bisa mencapai 1,5 juta orang. Karena itu, mungkin ada 1,5 juta pula kisahnya. Berikut kisah beberapa di antara mereka.

---

Wajah Rohaya (bukan nama sebenarnya) muram saat ditemui harian ini pada Hari Kartini, Selasa, 21 April lalu. Duduk dan mondar-mandir di Poliklinik RSJ Soeharto Heerdjan Grogol, paras rambut perempuan 49 tahun itu agak kusut, matanya lelah.

Ibu tiga anak itu begitu gelisah, seolah ingin membagi beban hidupnya dengan orang lain. Saat itu, Rohaya memang sedang mencemaskan kondisi kejiwaan putri bungsunya, sebut saja Sinta (Juli nanti 20 tahun).

Sudah sebulan ini Sinta ogah beraktivitas. Kata Rohaya, sudah berminggu-minggu dia ogah masuk kuliah. Padahal, sebelumnya, gadis yang hobi main bulu tangkis itu adalah sosok yang ceria dan mudah bergaul. Sikapnya berubah ketika duduk di bangku kuliah.

Sinta mengenyam ilmu di sebuah perguruan tinggi swasta (PTS) terkenal di ibu kota. PTS yang berlokasi di Grogol itu dikenal sebagai tempat belajarnya anak-anak orang berada. Rohaya mengaku keluarganya tergolong mampu, tapi tidak termasuk dalam kalangan "berada" itu. Mereka menyekolahkan Sinta di sana murni untuk menuruti keinginan anak gadis satu-satunya tersebut.

"Soalnya, yang masih kuliah tinggal dia saja. Masak nggak dituruti?" tutur Rohaya.

Masuklah Sinta ke PTS terkemuka itu dan mengambil jurusan ekonomi. Namun, baru dua semester mencicipi bangku kuliah, Sinta kerap berkeluh kesah.

"Sebenarnya, sudah dari semester awal dia sering curhat. Katanya, nggak kerasan teman-temannya yang cuek," kata perempuan yang bekerja di sektor swasta tersebut.

Awalnya, Rohaya tidak begitu merespons keluh kesah Sinta. "Maklum, namanya anak muda. Pasti kan sering berselisih dengan teman. Saya pikir, itu wajar-wajar saja," kenangnya. Rohaya menambahkan, ketika itu dirinya tidak tahu persis persoalan yang dihadapi Sinta.

Makin lama, perilaku Sinta makin berubah. Ketika pulang kuliah, Sinta makin sering uring-uringan. Rohaya dan sang suami, Sumitra, kerap menjadi korban amarah sang anak.

Rohaya berupaya mendekati sang anak. Dari pembicaraan antara ibu dan anak itu, Rohaya pun paham akar persoalan yang dialami Sinta.

Rupanya, Sinta sering minder bila disejajarkan dengan teman-temannya. Sinta mengaku tidak kuat lantaran tiap hari teman-temannya selalu menilai penampilan dirinya dari atas sampai bawah. Apa merek bajunya, apa model tas yang dia pakai, hingga apa kendaraan yang dia setiri.

Begitu tahu Sinta kuliah "hanya" naik Daihatsu Taruna, teman-temannya mulai menjauhi. "Itu yang mungkin membuat Sinta bete. Saya sudah nasihati dia agar sabar, tapi malah menangis," cerita Rohaya.

Tidak ingin sang anak bersedih, Rohaya dan Sumitra mencoba menuruti beberapa keinginan Sinta. Berbagai baju bermerek mereka beli untuk Sinta. Untuk melakukan itu, berbagai pengeluaran lain harus di-cut. "Maklum, satu baju harganya Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta," ungkap Rohaya.

Itu belum termasuk model tas cantik yang harus dibeli sebulan sekali. "Itu pun Sinta masih marah-marah karena teman-temannya ganti tas hampir setiap hari," ujarnya.

Lama-lama, Rohaya dan Sumitra tidak sanggup lagi memenuhi keinginan sang anak. Apalagi ketika Sinta minta dibelikan mobil baru. Tidak tanggung-tanggung, dia minta sebuah BMW!

Setelah rasa terkejut mereda, Rohaya dan Sumitra mencoba memberikan pengertian kepada Sinta. "Saya beri pengertian dia agar tidak usah menggubris teman-temannya," kata Rohaya.

Menanggapi itu, Sinta hanya bisa menangis. Dampaknya, nilainya turun drastis. Jika pada semester awal indeks prestasinya mendekati 3,0, pada semesternya turun hingga 2,3. Rohaya menawari Sinta untuk pindah kuliah saja. "Tapi, dia tidak mau. Telanjur malu sama teman-temannya," ujar Rohaya.

Setelah itu, segalanya terus memburuk. Dalam beberapa bulan terakhir, Sinta malas kuliah. Dia jarang bepergian dan banyak mengurung diri di dalam kamar. Padahal, Sinta biasanya sering keluar bareng teman-teman SMA-nya.

''Saya begitu takut ketika malam-malam dia nangis sendiri. Nggak selesai-selesai dan nggak bisa tidur. Dan, itu tidak satu dua kali. Hampir tiap malam begitu,'' ujarnya.

Rohaya memiliki feeling bila Sinta tidak hanya stres, tapi sudah depresi. Maklum, sudah berbulan-bulan kondisi itu dia alami. Bahkan, kini Sinta sudah tidak mau masuk kuliah. ''Sudah tiga minggu ini dia tidak mau kuliah. Kerjanya hanya tidur dan menangis,'' tuturnya.

Khawatir terjadi apa-apa pada putrinya, Rohaya dengan berat hati membawanya ke rumah sakit jiwa. ''Daripada telat, mending saya bawa sekarang,'' ucapnya.

Rohaya tidak peduli meski suaminya tidak setuju Sinta dibawa berobat. Yang penting, masa depan Sinta tidak rusak. Benar saja, ketika keluar dari poliklinik rumah sakit itu, wajah Sinta terlihat muram. Wajahnya tidak secerah baju warna pink yang dia kenakan. Ketika diajak tersenyum, Sinta juga tidak merespons. Pandangan matanya juga terlihat kosong. Wajahnya juga agak pucat.

''Jangan tersinggung ya Mbak kalau Sinta nggak mau senyum,'' ucap Rohaya kepada Jawa Pos. (kit)

---

Solusi untuk sinta

Menanggapi kasus yang dialami Sinta, psikiater dari RS Persahabatan Dr Mardi Susanto mengatakan, kasus depresi banyak disebabkan seseorang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Seperti halnya yang dialami Sinta. Ketidakmampuan seseorang beradaptasi menimbulkan perasaan terasing.

Untuk mengatasi hal itu, seseorang seperti Sinta tidak harus memaksakan diri agar bisa mengikuti gaya hidup lingkungannya. Yakinlah bahwa semua orang memiliki kelebihan. ''Tidak perlu memaksakan diri harus seperti orang lain. Dengan kelebihan yang dimiliki, seseorang harus merasa dirinya istimewa,'' ungkapnya.

Jika ternyata lingkungan tidak mau menerima diri kita apa adanya, carilah lingkungan baru yang mau menerima diri kita apa adanya. ''Tidak usah memaksakan diri harus menjadi si A atau si B. Jadilah, diri sendiri dengan kelebihan yang dimiliki. Orang akan menghargai kita apa adanya,'' ungkapnya. (kit)

http://jawapos.co.id/

Wednesday, April 22, 2009

Tak Mudah Asuh Anak di Era Digital

Senin, 20 April 2009 | 21:26 WIB

LONDON, KOMPAS.com - Psikolog terkemuka Elly Risman Musa Psi mengatakan pola asuh anak Indonesia yang hidup di era digital di tanah air lebih sulit ketimbang mereka yang tinggal di luar negeri seperti di Inggris.

Elly Risman Musa, yang juga staf ahhli Menko Kesra mengatakan hal itu dalam acara pertemuan bulanan Dharma Wanita Persatuan KBRI London, di ruang serbaguna KBRI London.

Dalam ceramah yang diikuti sekitar 30 anggota Dharma Wanita Persatuan KBRI London, Ketua Pelaksana Yayasan Kita dan Buah Hati ini mengatakan, anak Indonesia kini hidup dalam era digital yang dengan mudahnya mengakses berbagai media elektronik yang kadang mengandung unsur pornografi.

Penasihat Lembaga Pendidikan dan Pengembangan TK/TP Al Quran Jabotabek itu memberikan contoh di mana dengan mudahnya anak Indonesia bermain "games", internet, telepon genggam, televisi, vcd, serta komik dan majalah.

Untuk itu ia mengharapkan para orangtua bisa mengenali lebih dekat tentang apa saja yang menjadi tontonan anak dan juga "games" yang mereka mainkan.

"Banyak permainan yang memerlukan keterampilan lebih kompleks dengan tingkat kecekatan yang tinggi, ketimbang ’games’ yang tidak jelas arahnya," ujar pendiri dan komisaris PT Surindo Utama itu.

"Games" di abad 21 lebih menantang dan membuat anak kecanduan. Akibatnya anak menjadi kecanduan pathologis, apalagi sekarang anak dapat bermain "games" dan memilih karakter yang diinginkan, yang tidak ada di dunia nyata.

Padahal "games" mempunyai dampak negatif tidak saja bagi otak juga fisik yang membuat anak menderita RSI (repetitive strain injury), yakni berupa radang jari tangan/sindrom vibrasi lengan serta nyeri tulang belakang. Hal ini akan berkembang menjadi kecacatan, ujarnya.

Dampak lainnya berupa sinar biru yang dipantulkan layar monitor akan mengikir lutein pada retina mata yang akan berakibat degenerasi makula, ujar jebolan (S1) Fakultas Psikologi UI 1978 itu.

Ny Elly yang menjadi Special Student Departemen of Education, Florida State University, Tallahassee, USA, 1995 -1997 menyebutkan, yang lebih parah lagi dapat timbul penyakit Nitendo Epilepsi atau epilepsi forosensitif.

Nitendo Epilepsi yaitu serangan mendadak yang ditimbulkan oleh kilatan cahaya dengan pola tertentu. Sinar merah yang kuat akan membuat sinyal abnormal yang dikirim ke otak melalui retina membuat anak menjadi kejang.

Mengutip Profesor Graham Harding, ada empat permainan yang memicu epilepsi pada anak yaitu games mega manX, Super Mario Sunshine, Metroid Prime dan Mario Kart:Double Dash.

Sebelumnya, Penasihat DWP KBRI London Ny Risandrani Thamrin dalam sambutan tertulisnya mengharapkan anggota Dharma Wanita dapat berperan aktif terhadap aktivitas anak di rumah, termasuk dalam mengawasi mereka dalam mengakses internet.

Diakuinya, kemudahan anak mengakses internet memang tidak saja berdampak negatif, tatapi ada positifnya. Namun sebagai orangtua, seharusnya juga mengikuti perkembangan dan pergaulan anak, di antaranya dalam bentuk mengetahui teknologi yang mereka gunakan.

Kehadiran Ny Elly Rusman di Kerajaan Inggris adalah dalam rangka mengisi acara pada pertemuan keluarga Besar Islam Indonesia Britania Raya (Kibar Gathering) yang diadakan selama dua hari, 18-19 April di London.

Sehari sebelumnya, pengasuh kolom konsultasi keluarga dan seksualitas anak & remaja Harian Umum Republika itu, mengelar workshop mengenai parenting di Mushola Al Ikhlas, daerah Wimbledon yang bertema "Yang Penting Diketahui Orang Tua Seputar Pengasuhan Anak"

Workshop yang digelar Kibar, bekerja sama dengan pengajian Al Ikhlas London dan Jejak Daffodil Muslimah diikuti 25 orang, juga masyarakat Indonesia yang berada di kerajaan Inggris melalui jaringan online.

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/04/20/21265981/tak.mudah.asuh.anak.di.era.digital.

Perempuan, Tak Mudah Korupsi

Selasa, 21 April 2009 | 20:36 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Perempuan dikatakan memiliki hasrat lebih rendah untuk menerima suap atau melakukan tindak pidana korupsi.

Hasil penelitian Bank Dunia 1999 Corruption And Woman In Goverment menyatakan jumlah anggota parlemen perempuan yang lebih banyak di suatu negara berpotensi kuat menurunkan tingkat korupsi.

"Seharusnya dimaksimalkan (peranan) karena mampu menjadi pengontrol dan pengarah bagi lelaki yang sering gelap mata dan salah langkah," ujar Aviliani dari INDEF dalam diskusi Legislatif Perempuan Melawan Korupsi di gedung KPK, Selasa( 21/4).

Sayang, jumlah legislator perempuan periode 2004-2009 hanya 61 orang (11 persen). Ini termasuk angka yang sangat kecil. "Peranannya belum signifikan, padahal sejauh ini belum ada anggota DPR perempuan yang terlibat korupsi," tambahnya.

Aviliani menegaskan, meningkatnya perilaku korupsi di DPR RI saat ini, lebih karena biaya politik legislator yang sangat besar yang didukung oleh posisinya sebagai petugas pembuat undang-undang. Jumlah modal yang dibutuhkan seorang caleg mencapai Rp 5-6 miliar.

"Mereka menyalahgunakan (posisinya) untuk menekan eksekutif karena tanpa biaya, UU tidak akan sah tepat waktu. Sementara permintaan partai macam-macam seperti setoran ke parpol dan tim sukses," papar Aviliani.

Aktivis perempuan Siti Musdah Mulia mengatakan, rasa malu menjadi kekuatan yang efektif bagi legislator perempuan untuk tidak melakukan perilaku korupsi.

"Mereka malu terlibat dalam deal-deal proyek dengan mitra kerja, malu untuk minta-minta komisi atau menekan rekanan pemerintah dan malu jika pekerjaan mereka terlihat tidak berhasil," katanya.

Korupsi, menurut Musdah, muncul karena faktor individu yang berorientasi kultural pada kekuasaan dan kekayaan, memiliki sifat hipokrit dan tidak punya rasa malu.

Sementara Ketua KPK, Antasari Azhar, mengharap, legislator perempuan tidak hanya sekedar pemenuh syarat kuota, melainkan bisa menjadi lokomotif antikorupsi.

"Menjadi penyaring kebijakan-kebijakan yang berpotensi menimbulkan korupsi dan mendorong masuknya nilai-nilai antikorupsi dalam etika perpolitikan," pungkasnya.

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/04/21/20363933/perempuan.tak.mudah.korupsi

Thursday, April 09, 2009

Perempuan Pemberita Paskah: Maria Magdalena

Yohanes 20: 18


Swargo nunut, neroko katut,” demikian sebuah ucapan dalam bahasa Jawa. Maksudnya, istri harus menurut saja kepada suami. Kalau suami masuk sorga, istri pun ikut. Sebaliknya kalau suami masuk neraka, maka istri pun juga terbawa. Sudah lama perempuan dianggap tidak mampu dan bahkan tidak boleh berdiri sendiri. Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa perempuan hanya mengurus 3M saja: Manak, Masak, dan Macak. Tentu dengan semakin gencarnya modernitas yang disertai dengan gerakan kesetaraan perempuan, maka saat ini makin banyak perempuan yang bisa berdikari dengan leluasa. Banyak perempuan yang diperhitungkan dalam kancah pekerjaan, bahkan dalam kancah perpolitikan.

Namun situasi seperti itu tidak dialami dalam masyarakat Yahudi 2000 tahun yang lalu. Perempuan sangat direndahkan derajatnya. Contoh yang mungkin paling menjengkelkan para perempuan adalah kasus perzinahan. Hukuman apa yang diberikan bagi perempuan berzinah? Dirajam batu. Tapi kenapa hanya perempuan yang dirajam batu? Bagaimana dengan laki-laki yang ikut berzinah dengan perempuan tersebut? Wes hewes hewes bablas orange . . . Contoh lainnya adalah dalam hal jabatan. Waktu itu semua jabatan penting, seperti jabatan keagamaan, ada di tangan laki-laki. Tidak pernah ada pengkhotbah/pengajar perempuan saat itu. Soal kehidupan berkeluarga, perempuan pun tidak masuk hitungan. Bila orang Yahudi ditanya berapa jumlah anaknya, maka yang disebut hanyalah anak laki-lakinya saja.

Dalam dunia pengadilan perempuan juga tidak mendapatkan keadilan yang setara dengan pria. Saat itu seorang perempuan tidak boleh memberi kesaksian. Kesaksian perempuan selalu dianggap bohong. Masyarakat Yahudi tidak menerima seorang perempuan sebagai saksi.

Tapi apa yang terjadi pada waktu Paskah? Allah menjungkirbalikkan budaya tersebut. Di tengah masyarakat yang tidak mau menerima perempuan sebagai saksi, Allah justru menjadikan perempuan sebagai saksi kebangkitan Kristus. Saksi atas perkara yang terbesar dalam dunia berdosa ini. Dan hal itu bukan hanya dicatat oleh satu atau dua kitab Injil, melainkan keempat Injil mencatatnya. Para perempuan itu adalah Maria Magdalena, Maria Ibu Yakobus, Salome, Yohana. Mereka adalah para perempuan pemberita Paskah. Lantas apa yang mereka lakukan?

Hari ini kita akan lebih fokus pada salah satu tokoh agar perenungan Paskah kita makin dalam. Satu tokoh tersebut adalah Maria Magdalena.

Siapakah Maria Magdalena? Sayang sekali, nama Maria Magdalena seringkali dihubungkan dengan pelanggaran moral. Orang-orang membicarakan dia sebagai seorang pelacur. Pada tahun 1324 di Napoli, Italia, sebuah rumah penampungan wanita-wanita asusila diberi nama Pondok Maria Magdalena. Nah nama Maria Magdalena akhirnya menjadi bertambah buruk lagi. Tapi sesungguhnya, apakah nama itu sedemikian buruknya sehingga ia tidak patut dijadikan teladan?

Sebelum bertemu dengan Tuhan Yesus, Maria memang adalah seorang perempuan yang patut dikasihani. Ia baru mengerti betapa dahulu ia patut dikasihani ketika melihat orang-orang lain yang dirasuk setan. Markus 16: 9 memberi keterangan bahwa Yesus pernah mengusir 7 setan dari dalam Maria. Biasanya orang-orang yang dirasuk setan waktu itu benar-benar seperti binatang, yang hidupnya berkeliaran di gua-gua, orang-orang gila yang wajahnya tidak karuan, dan matanya sangat liar. Mereka diciptakan Allah tetapi dikuasai Iblis. Tatkala dikuasai Iblis, Maria menjadi tidak berdaya sama sekali. Ia pasti dikucilkan. Betapa malang nasib Maria. Budaya telah merendahkan derajatnya, dan ditambah lagi Iblis merendahkan dirinya. Martabatnya semakin rendah lagi. Sudah jatuh ketimpa tangga.

Namun setelah Tuhan Yesus memerintahkan ketujuh roh jahat itu keluar dari Maria, maka segala sesuatu pada dirinya berubah. Maria yang terbelenggu oleh Iblis, kini dimerdekakan oleh Kristus. Wajahnya pasti berubah menjadi lebih baik lagi. Tatapan matanya pun menjadi teduh. Tapi ingat, Maria tidak hanya berubah secara fisiknya. Hatinya pun berubah. Setelah disembuhkan, ia tidak mau berpisah dengan Yesus. Ada satu kerinduan besar untuk tinggal dekat dengan Yesus. Sebab itu, ia berani meninggalkan Kota Magadan, sebuah kota industri yang sedang berkembang, untuk mengikuti Yesus ke manapun Yesus pergi.

Pelajaran pertama dari keteladanan Maria untuk kita adalah: Apakah setelah Yesus membebaskan kita dari belenggu dosa kita memiliki kerinduan untuk tinggal dekat dengan Yesus? Apakah kita memiliki cinta yang mendalam sampai rasanya berat kalau tidak bertemu Yesus dalam doa dan saat teduh kita?

Satu ketika di persekutuan Lansia kami, ada perayaan ultah pernikahan emas sepasang anggota jemaat. Yang menarik adalah kesaksian dari istrinya tentang suaminya. Ia berkata, “Oom sangat mencintai saya . . . bahkan rasanya dia lebih cinta saya ketimbang saya cinta dia. Kalau saya pergi dan dak pulang-pulang, Oom nungguin terus di rumah. Dan setelah datang, Oom berkata, “Kowe teko endi wae . . . kok sue toh.”

Saya tahu memang tidak semua pasangan memiliki pernikahan seperti mereka. Memang ada pernikahan yang kurang sehat sehingga pasangan saling berkata, “Tek no wae, mulih ora mulih karepe . . .” Jadi berpisah lama dengan pasangan pun tidak masalah.

Tapi bukankah perkataan itu menunjukkan seberapa buruknya pernikahan itu? Demikian pula dalam hubungan kita dengan Tuhan. Apabila kita merasa tidak masalah berpisah lama dengan Tuhan, merasa tidak ada pengaruhnya kalau tidak bersaat teduh dalam waktu lama, maka itu menunjukkan seberapa buruknya hubungan kita dengan Tuhan. Atau malah jangan-jangan kita sendiri belum dibebaskan dari belenggu dosa? Sama seperti Maria Magdalena, seorang yang telah dimerdekakan oleh Yesus, maka dengan sendirinya ia memiliki kerinduan untuk selalu tinggal dekat dengan Yesus.

Kisah Maria Magdalena kembali berlanjut. Kerinduan Maria masih sama. Tetap tinggal dekat dengan Yesus. Ketika Yesus harus menapaki via dolorosa hingga kayu salib, Maria tetap setia mengikuti-Nya. Tapi hebatnya, kasih Maria tidak berhenti pada Yesus pada waktu Yesus mati di atas kayu salib.

Setelah lewat hari Sabat, dan sementara seluruh penduduk kota masih tidur, Maria bersama beberapa perempuan lainnya pergi ke kubur. Pikirannya adalah ia akan mengurapi mayat Yesus dengan minyak rempah-rempah. Tapi pada saat Maria tiba di depan kubur Yesus, ia sangat terkejut karena batu penutup yang besar itu terguling. Maria sangat sedih karena pikirnya mayat Yesus telah dicuri. Tapi singkat cerita, akhirnya Maria berjumpa kembali dengan Yesus dalam tubuh kemuliaan. Lantas ini yang menarik, Alkitab mencatat, “Maria Magdalena pergi dan berkata kepada murid-murid, ‘Aku telah melihat Tuhan!’” Perjumpaan dengan Yesus telah membuat hati Maria berkobar-kobar untuk memberitakan Yesus kepada orang lain. Tadinya Maria merasa sedih, sekarang ia merasa antusias untuk memberitakan Yesus.

Pelajaran kedua dari keteladanan Maria untuk kita adalah: Apakah hati kita berkobar-kobar/antusias untuk memberitakan Yesus? Saya adalah asli arek Suroboyo. Ketika pertama kalinya datang ke kota Solo, saya pesan soto ayam di depot Kirana. Betapa terkejutnya saya ketika melihat soto tersebut. Kuahnya bening. Saya berpikir, apakah saya salah pesan. Mungkin saya memesan sup ayam. Hati saya kecewa karena dalam bayangan saya kuah soto seharusnya berwarna kuning.

Dalam perjalanan waktu tinggal di Solo, saya akhirnya menemukan beberapa depot yang menyajikan makanan Jatim, termasuk soto ayam yang kuning itu. Betapa gembira hati saya. Karena kegembiraan tersebut, maka dengan sangat antusias saya segera woro-woro ke rekan-rekan hamba Tuhan. “Eh ada soto uenak tenan di sana,” demikian kata saya waktu itu. Saya yakin Anda pun punya depot favorit yang menyajikan makanan kesukaan Anda. Dan saya yakin Anda pun antusias memberitahu teman-teman di mana depot tersebut, bukan?

Lalu entah mengapa saya merenungkan, kenapa kita lebih antusias memberitakan soal makanan ketimbang soal Yesus yang bangkit dari kematian itu? Kenapa kita lebih antusias memberitakan soal toko-toko baju yang menawarkan diskon ketimbang soal Yesus yang menawarkan keselamatan manusia? Dan yang lebih celaka lagi, kenapa kita lebih antusias memberitakan kabar buruk orang lain ketimbang kabar baik Injil Yesus Kristus?

Buletin Open Doors edisi November-Desember 2006, memuat berita tentang 3 orang guru Sekolah Minggu, yaitu: Ibu Rebekka, Ibu Eti, dan Ibu Ratna yang dipenjara 3 (tiga) tahun di Penjara Indramayu, Jawa Barat karena dituduh telah memaksa anak-anak Muslim menjadi Kristen melalui program Minggu Ceria. Ketika dikunjungi Tim Open Doors, ketiga ibu ini tidak tampak sedih atau stress, tetapi justru memancarkan ekspresi wajah yang penuh sukacita. Ibu Rebekka malah mengatakan “Kami sungguh bersukacita boleh menikmati penderitaan dalam penjara karena Kristus. Menderita bagi Kristus adalah normal.” Di dalam penjara mereka tetap melayani Tuhan, bahkan dapat memberitakan Injil kepada teman-teman di dalam penjara dan mengadakan ibadah rutin di dalam penjara.

Apa yang kita lihat? Perjumpaan dengan Yesus secara pribadi telah membuat hati mereka antusias memberitakan Injil keselamatan. Antusiasme untuk memberitakan Injil itu terasa sangat kuat sehingga tidak dapat dibatasi dengan jeruji penjara. Sebab itu di dalam penjara pun mereka tetap melayani Tuhan dan mengabarkan Injil kepada teman-teman di penjara.

Apapun status sosial dan ekonominya, kita tetap dapat memberitakan Yesus dengan beragam cara. Istri saya pernah bercerita: Dulu waktu SMP murid-murid sering disuruh untuk menghafalkan ayat-ayat. Agar istri saya dapat belajar dan sekaligus menginjili pembantunya, maka ia meminta pembantunya untuk bedeki. Kreatif, bukan? Masakan kita kalah kreatif dengan anak SMP? Yang terpenting adalah hati kita yang terangkum dalam 5 M: Mau, Mau, Mau, Mau, Mau.

Allah menghargai kaum perempuan. Bukti paling jelas adalah ketika kesempatan menyaksikan kebangkitan Yesus diberikan pertama kalinya kepada para perempuan. Kita patut berbesar hati karena Allah juga berada di pihak kaum perempuan. Tapi kita tidak boleh terlena dengan penghargaan Allah. Ada tugas selanjutnya yang perlu kita kerjakan: Tinggallah dekat dengan Yesus dan beritakanlah Yesus. Selamat Paskah!

Wednesday, April 08, 2009

Kekerasan Dalam Rumah Tangga Meningkat

Sabtu, 28 Maret 2009 | 19:41 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Mahdi Muhammad

BANDA ACEH, KOMPAS.com - Laporan kasus kekerasan terhadap perempuan yang diterima Komisi Nasional Perempuan dalam dua tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dalam dua tahun terakhir, peningkatan laporan kasus kekerasan terhadap perempuan naik sekitar 100 persen.

Sebagian besar kasus yang dilaporkan adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga. Ketua Subkomisi Pengembangan Pemulihan Komnas Perempuan Azriana, ditemui disela-sela deklarasi Pemilihan Umum Damai bagi para calon anggota legislatif kaum perempuan di Banda Aceh, Sabtu (28/3) mengatakan, tingginya laporan yang masuk lebih disebabkan mudahnya akses informasi bagi lembaga-lembaga pendamping para korban.

Naiknya laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dalam dua tahun terakhir ini, sepertinya tidak disebabkan tingginya kasus yang terjadi. Akan tetapi, semakin mudah lembaga-lembaga mengakses informasi dan korban juga semakin mudah untuk berinteraksi dengan lembaga pendamping, tuturnya.

Dia menjelaskan, tahun 2007 lalu, Komnas Perempuan menerima sekitar 26.000 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan. Jumlah itu naik lebih 100 persen pada tahun 2008 lalu menjadi sekitar 56.000 kasus. Utamanya adalah kasus KDRT, katanya.

Laporan terbanyak yang masuk adalah berasal dari Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Sementara pulau lainnya, seperti Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Maluku, terbilang kecil karena a kses informasi dari dan kepada lembaga serta korban, terbilang cukup sulit.

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/03/28/1941456/kekerasan.dalam.rumah.tangga.meningkat..

20-30 Persen Remaja Dunia Akses Situs Porno

Senin, 30 Maret 2009 | 00:01 WIB

SURABAYA, KOMPAS.com - Industri pornografi melaporkan 20-30 persen remaja di dunia yang berusia 8-17 tahun mengakses situs porno.

"Itu laporan NRC Report yang dirilis pada 2002, tentu sekarang lebih banyak lagi," kata Staf Khusus Menkominfo, Son Kuswadi, di Surabaya, Minggu.

Ketika berbicara dalam talk show "Internet Sehat" di Universitas Surabaya (Ubaya), ia mengatakan 90 persen remaja semula mengklik situs porno secara tidak sengaja.

"Itu berarti industri pornografi cukup canggih dalam menjebak remaja, karena itu kita perlu mewaspadainya dengan melakukan filter," katanya.

Menurut ahli informatika dari ITS Surabaya itu, internet tidak perlu dihindari, karena masih banyak manfaat dari internet, terutama bagi pengembangan iptek dan pendidikan.

"Yang penting adalah bagaimana menciptakan filter untuk dampak negatif dari internet itu, seperti yang dilakukan China, Iran, Arab Saudi, Eropa, dan Amerika sendiri," katanya.

Berbagai penangkalan dampak negatif internet antara lain blok situs porno melalui cara berlangganan provider (ISP) yang memiliki filter, teladan orangtua, letak layar komputer yang mudah diawasi, dan ajak anak mencari informasi yang bagus.

"Semuanya perlu dilakukan di tingkat pribadi, keluarga, kantor, sekolah, warnet, dan provider (ISP)," katanya.

Ia menambahkan pemerintah sendiri mengupayakan melalui "payung hukum" seperti UU Telekomunikasi, UU ITE, UU Pronografi, dan Peraturan Menteri Konten Multimedia.

"Pemerintah juga segera membentuk Tim Internet Sehat Nasional yang dapat menerima laporan masyarakat untuk melakukan tindakan secara teknologi, hukum, dan evaluasi provider," katanya.

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/03/30/00010366/20-30.persen.remaja.dunia.akses.situs.porno

Bermain Bisa Kurangi Trauma Anak Korban Bencana

Jumat, 3 April 2009 | 12:56 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Dengan bermain dan berkumpul dengan teman-teman sebayanya, anak-anak korban bencana Situ Gintung diharapkan dapat melupakan kejadian traumatis yang baru saja mereka alami.

"Bergaul dengan teman-teman sebaya, sedikit banyak dapat mengobati psikis anak, anak-anak melihat ada teman sebaya yang masih bisa bercanda dengan mereka, mereka akan terbawa dalam suasana ceria itu. Ini yang dinamakan social learning," kata psikolog anak, Seto Muliadi, yang ditemui di Trauma Center Wisma Kerta Mukti, Jumat (3/4) siang.

Menurut Seto, pemulihan trauma pascabencana Situ Gintung ini tidak akan terlalu lama seperti bencana Aceh ataupun Yogya. Karena lokasi bencana dekat dengan pusat perbelanjaan sehingga pengungsi masih mempunyai tempat hiburan.

Untuk membantu proses penyembuhan psikis anak-anak pengungsi, Seto menggandeng sekitar 20 orang psikolog. Menurutnya, kondisi traumatis pada masing-masing anak berbeda. "Ada yang sampai murung dan terus menyendiri. Namun, rata-rata mereka tidak mengalami trauma yang parah," kata Seto.

Pada trauma center tersebut, anak-anak diberi aktivitas yang menyenangkan, seperti menggambar, bercerita maupun permainan lainnya. Anak-anak juga dihibur dengan tingkah laku kakak pembimbing yang terkadang melontarkan lelucon. Bahkan Kak Seto juga memeragakan keahlian menyulapnya.

Rencananya trauma center yang berlokasi di Wisma Kertamukti tersebut akan dibuka selama satu bulan ke depan.

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/04/03/12565584/bermain.bisa.kurangi.trauma.anak.korban.bencana