Friday, March 30, 2007

DI BAWAH BAYANG-BAYANG TRAUMA (7)

III. Di Balik Pertanyaan Teologis

Salah seorang wanita korban pemerkosaan Mei 1998 akhirnya memutuskan untuk bunuh diri. Tapi sebelumnya ia sempat menanyakan sesuatu kepada teman Kristennya, “Di manakah Allah pada waktu itu?” Pertanyaan wanita ini adalah salah satu bentuk dari pertanyaan-pertanyaan tentang Allah yang diajukan oleh seorang yang mengalami trauma. Tidak hanya orang Kristen, bahkan orang non-Kristen pun sangat mungkin menanyakan berbagai pertanyaan tentang Allah. Satu contoh lagi dari seorang bintang film terkenal, Jackie Chan. Saya mendengar kabar bahwa sewaktu Chan ke Aceh untuk menengok korban-korban tsunami, ia berkomentar, “Peristiwa ini telah membuktikan bahwa Allah tidak ada.” Cukup mengejutkan. Namun, saya menduga bahwa komentar Chan dapat mewakili isi hati dari sebagian korban tsunami yang sangat traumatis itu. Mau tidak mau pertanyaan-pertanyaan seperti demikian adalah hal yang cukup sering diajukan oleh orang-orang yang mengalami trauma.


Di mata para teolog Kristen, isu mengenai Allah dan penderitaan manusia (spt. peristiwa traumatis) adalah isu yang cukup sulit untuk dipecahkan. Banyak sekali pandangan yang muncul ke medan perdebetan teologis dari abad ke abad demi menyelesaikan isu tersebut. Seorang teolog John M. Frame akan membantu kita untuk melongok secara sekilas mengenai beberapa pandangan tersebut.[1] Ada beberapa pandangan yang dapat dipelajari dari apa yang telah dijabarkan oleh Frame, antara lain:

1. Kebaikan yang berkurang
Pandangan ini dipegang oleh bapa gereja Agustinus. Ia menganggap bahwa kejahatan tidak berada dalam posisi yang bersebrangan dengan kebaikan. Sebaliknya, kejahatan hanyalah merupakan bentuk dari kurangnya kebaikan. Lantas siapakah yang bertanggungjawab atas kurangnya kebaikan? Manusia itu sendiri. Dengan kata lain, Allah tidak bertanggungjawab atas kurangnya kebaikan itu meski Ia menciptakan semua manusia.

2. Allah yang kurang maha kuasa
Allah tetap berkuasa melakukan banyak hal, namun Ia tidak dapat melakukan semua hal. Contohnya, Ia menciptakan manusia dengan kehendak bebas, namun Ia tidak dapat membatasi kehendak bebas manusia itu. Atau dengan kata lain, sebuah kehendak baru dikatakan bebas bila ia tidak dibatasi oleh apapun, termasuk Allah. Pandangan seperti ini, salah satunya, dipegang oleh Harold Kushner yang tertuang dalam bukunya When Bad Things Happen to Good People (Ketika Hal Buruk Terjadi pada Orang yang Baik). Sebagai catatan, Kushner mengeluarkan buku ini setelah ia kehilangan satu anggota keluarganya.

3. Pembentukan karakter
Pandangan ini menganggap bahwa penderitaan itu ada agar manusia dapat mencapai kedewasaan moral atau rohani. C.S. Lewis, seorang teolog jebolan Cambridge University, kemungkinan besar berada dalam pandangan ini. Ia mengatakan bahwa penderitaan merupakan megafon Allah untuk manusia. Allah seringkali menyampaikan pesan-Nya melalui penderitaan.

4. Penyebab tak langsung
Pandangan ini meyakini bahwa Allah bukanlah penyebab langsung dari kejahatan atau penderitaan manusia. Sebagai contoh: Allah adalah penyebab paling utama sebuah buku, namun Ia bukanlah pengarangnya. Sebab itu, kesalahan yang terjadi dalam buku adalah sepenuhnya tanggungjawab pengarang itu.

Masih banyak lagi pandangan dari para teolog mengenai penderitaan manusia. Dan, setiap pandangan memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Apa yang menjadi pandangan Anda mengenai isu ini? Saya pribadi juga memiliki pandangan. Tapi tunggu tanggal mainnya!

[1] Lih. Apologetics to the Glory of God: An Introduction (New Jersey: P&R, 1994), 155-169.

Thursday, March 29, 2007

DI BAWAH BAYANG-BAYANG TRAUMA (6)

Perilaku yang menghindar

Beberapa orang yang mengalami trauma mengalami gejala ini, yaitu perilaku yang menghindar. Yang dimaksud di sini adalah mereka mencoba untuk menghindari pemikiran, perasaan, situasi, orang, topik pembicaraan, kegiatan, dan hal-hal lain yang memiliki kaitan dengan pengalaman traumatisnya. Mereka mencoba untuk melupakan apa yang ada di belakang dan menatap apa yang ada di depannya. Contohnya, seorang yang trauma karena pernah mengalami kecelakaan sepeda motor bertekad untuk tidak akan pernah lagi mengendarai sepeda motor seumur hidupnya. Atau seorang wanita yang trauma karena masa kecilnya pernah dipukul keras oleh ayahnya berjanji untuk menghindari orang laki yang jatuh cinta dengannya. Mereka berpikir bahwa dengan melakukan penghindaran yang demikian maka mereka dapat kembali menata kehidupannya seperti sediakala. Tapi sayangnya, apa yang dilakukan mereka belum tentu tergapai seperti yang diharapkan karena pengalaman traumatis itu sebenarnya masih membekas dalam alam pikirannya. Bila pengalaman traumatis belum diselesaikan dengan baik maka orang itu dapat mengalami efek-efek negatif di masa depannya, seperti: tidak bisa tidur, mudah tersinggung, pesimis menghadapi sesuatu.

Perilaku yang menghindar juga dapat terlihat dari hilangnya kemauan untuk mempertahankan pandangan-pandangan hidup yang positif. Kecenderungannya adalah selalu memikirkan hal-hal yang negatif tentang hidup dan masa depannya. Bila hal ini diteruskan, maka kemungkinan besar ia akan mengalami penurunan semangat hidup. Dan karena semangat hidupnya terus menurun, maka tidak menutup kemungkinan bila ia ingin mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Sebab itu, bila kita ingin membantu orang yang mengalami trauma, maka kita harus peka terhadap tanda-tanda apakah ia berniat untuk melakukan bunuh diri. Bila kita mendapati tanda tersebut, maka kita harus segera meminta orang-orang dekatnya untuk selalu mendampingi, bahkan mungkin tinggal serumah dengannya, hingga niatnya untuk bunuh diri berkurang secara signifikan.

Seorang Ibu A pernah melakukan percobaan bunuh diri meski tidak secara langsung. Adalah hal yang biasa ia menelan obat tidur semenjak ia ditinggal mati oleh suaminya secara mendadak. Kebiasaan ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Namun, satu ketika ia meminum obat tidur dalam dosis yang sangat berlebihan. Ia meminum semua jumlah obat tidur yang ia miliki selama seminggu. Saya menduga bahwa Ibu A waktu itu sedang melakukan percobaan bunuh diri karena ia sebenarnya tahu bahwa satu pil saja sudah cukup membuatnya tidur dengan nyenyak. Selidik demi selidik, Ibu A ini adalah seorang yang kehilangan semangat hidup. Ia selalu melihat dirinya negatif. Pandangan hidupnya selalu pesimis. “Aku benar-benar tidak tahu masa depanku, aku malas untuk melakukan semuanya, pingin mati rasanya,” demikian perkataan-perkataan yang sering diulangnya. Pandangan matanya tampak kosong; dan motto hidupnya seperti lagu Que Sera Sera (apapun yang terjadi biarlah terjadi). Meski ia tahu jenis hobinya, namun ia tidak mau melakukan hobinya meski sudah diajak berkali-kali. Inilah salah satu contoh perilaku menghindar dalam wujud kehilangan pandangan dan semangat hidup yang positif. Ia benar-benar menghindari hal-hal yang positif dalam hidupnya.

Wednesday, March 28, 2007

DI BAWAH BAYANG-BAYANG TRAUMA (5)

Ingatan yang mengganggu

Gejala ini merupakan hal kedua yang sering dijumpai pada seseorang yang mengalami PTSD. Hal ini dapat dimengerti sebagai kecenderungan seseorang untuk kembali “mengalami” peristiwa atau aspek dari peristiwa traumatis yang pernah dialaminya. Ingatan tersebut dapat diilustrasikan sebagai sebuah rekaman video yang diputar dalam otaknya. Dan, kadangkala rekaman tersebut berputar tanpa diinginkan. Artinya, ingatan terhadap peristiwa traumatis dapat kembali muncul dalam otaknya meksi ia tidak ingin untuk mengingat kembali peristiwa tersebut. Inilah yang dimaksud dengan ingatan yang mengganggu (intrusive remembering).

Seorang bapak yang selamat dari gelombang tsunami di Aceh beberapa tahun yang lalu pernah mengalami gejala seperti ini. Waktu itu ia sering melihat banyak sekali mayat-mayat berserakan di mana-mana. Dan, apa yang ia lihat itu berlangsung selama beberapa hari mengingat pemerintah cukup kewalahan untuk bertindak cepat menguburkan semua mayat yang berada di tanah Aceh. Ke mana pun ia pergi dan keluar dari rumah, ia selalu melihat mayat. Sebab itu, selain peristiwa gelombang tsunami itu sendiri, penglihatannya terhadap mayat-mayat juga menimbulkan trauma tersendiri bagi bapak itu. Dampaknya, hampir setiap hari ingatannya tentang mayat-mayat itu selalu muncul tanpa diperintah olehnya. Inilah salah satu contoh kasus dari ingatan yang mengganggu.

Gejala ini juga dapat terjadi pada waktu seseorang sedang tidur. Bisa saja ia bermimpi soal peristiwa traumatis yang pernah menimpa dirinya sehingga membuatnya terbangun. Tidur akhirnya menjadi hal yang tidak menyenangkan baginya. Atau meski ia dapat tidur dan tidak terbangun, namun pikirannya tetap berjalan mengingat hal-hal yang terjadi dalam peristiwa traumatis itu. Dengan kata lain, ia tidur dengan tidak nyenyak.

Ingatan yang mengganggu, selain pada waktu tidur, juga dapat terjadi ketika ia mengalami atau menyaksikan suatu peristiwa yang memiliki kemiripan dengan peristiwa traumatis yang pernah dialaminya. Sebagai contoh, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, korban pembakaran toko pada bulan Mei 1998 mudah sekali mengalami gejala ini bila ia melihat kerumunan orang banyak. Mungkin ia mengetahui bahwa kerumunan orang banyak tersebut sedang melakukan demonstrasi yang wajar, atau mungkin ia tahu bahwa mereka adalah para pendukung klub sepakbola. Dengan kata lain, ia tahu bahwa orang-orang tersebut tidak sedang melakukan penjarahan dan pembakaran toko. Namun ingatan akan peristiwa traumatis tetap dapat terjadi, apalagi bila kerumunan orang banyak tersebut berteriak-teriak secara histeris.

Tuesday, March 27, 2007

DI BAWAH BAYANG-BAYANG TRAUMA (4)

II. Kehidupan Pasca Trauma

Setelah kita mengenali beberapa sifat peristiwa yang dapat menuntun seseorang pada pengalaman traumatis, sekarang kita akan mengenali dampak-dampak yang terjadi pada orang yang mengalami trauma. Dalam bahasa psikologi, dampak tersebut dikenali sebagai post-traumatic stress disorder (PTSD). Artinya, sebagai konsekuensi dari pengalaman traumatis, seseorang seringkali hidup dalam bayang-bayang pengalaman traumatis itu sendiri. Memang tidak semua orang traumatis akan mengalami PTSD, namun cukup banyak pula orang yang tidak dapat menyelesaikan pengalaman traumatisnya sehingga akhirnya ia mengalami PTSD atau kehidupan yang berada di bawah bayang-bayang trauma. Dengan singkatan SIP, saya akan memaparkan tiga gejala umum pada seseorang yang mengalami PTSD.

Sensitifitas yang tinggi

Gejala ini sering terjadi pada orang yang mengalami pasca trauma. Ia menjadi orang yang sangat sensitif terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitarnya. Sebab itu, bila ada satu peristiwa yang mungkin bagi orang lain dianggap sepele, namun baginya peristiwa tersebut sudah sangat mengganggu kehidupan pikiran dan emosinya. Dengan kata lain, ia menjadi orang yang mudah tersinggung dengan hal-hal yang kecil. Mungkin sebelum ia mengalami trauma, hal tersebut adalah hal yang biasa, namun setelah ia mengalami trauma, maka hal yang dulunya dianggap biasa dapat menjadi hal yang luar biasa bagi dirinya.

Seorang Ibu X yang baru saja ditinggal suaminya karena kecelakaan mobil bercerita bahwa dirinya sangat tersinggung terhadap satu peristiwa yang terjadi di gereja. Ketika ia datang ke gereja, sang pendeta tidak menyalami dirinya ketika berjumpa di depan pintu gereja. Dalam hatinya ia bertanya-tanya mengapa jemaat lain diberi salam sedangkan dirinya tidak disalami. Karena merasa tidak diterima oleh pendetanya, maka ia pun memutuskan untuk tidak lagi pergi ke gereja. Yang dipikirkan dan dirasakan adalah ia merasa tidak diterima, ia merasa tidak diundang, ia merasa tidak berguna lagi, ia merasa tidak layak sehingga sang pendeta pun melupakan dirinya.

Dari kasus di atas, kita dapat melihat bahwa Ibu X sedang mengalami sensitifitas yang tinggi. Ketika ia merasa tersinggung karena tidak disalami oleh sang pendetanya, maka ia sedang mengalami sensitifitas yang tinggi terhadap orang lain dan lingkungan sekitarnya. Dan ketika ia merasa bahwa dirinya tertolak, maka ia sedang mengalami sensitiftas yang tinggi terhadap dirinya sendiri. Kemungkinan besar sensitifitasnya yang tinggi ini baru terjadi ketika Ibu X mengalami peristiwa traumatis yang terjadi sebelumnya.

Yeo, dalam bukunya On Wings of Storm, menambahkan bahwa sensitifitas yang tinggi dapat mengakibatkan seseorang pada perilaku yang histeris. Suara yang kecil, atau perjumpaannya dengan sesuatu yang asing, atau perubahan yang mendadak, atau reaksi tertentu dari orang lain dapat membuat dirinya mudah terganggu. Atau pula ia menjadi lebih mudah sensitif bila ia melihat peristiwa yang memiliki kemiripan dengan peristiwa traumatis sebelumnya. Contohnya, bagi orang yang pernah menjadi korban pembakaran toko pada bulan Mei 1998 akan lebih sensitif ketika mendengar teriakan-teriakan orang banyak atau melihat kerumunan banyak orang. Bagi orang yang pernah mengalami trauma karena penjambretan, maka sensitifitasnya akan mudah meninggi bila ia merasa ada orang lain yang mengikutinya. Dan, salah satu ekspresi perilaku histeris dari sensitifitas yang tinggi adalah ia dapat berteriak atau menangis (khususnya wanita) atau volume suaranya dapat meningkat secara tiba-tiba (khususnya pria).

Namun hal yang mungkin paling mengganggu bagi seseorang yang mengalami gejala ini adalah ketidakmampuannya untuk beristirahat dengan tenang. Ia mengalami gangguan tidur akibat dari kecemasan yang berlebihan ataupun mimpi-mimpi buruk yang dialaminya. Hal ini jelas akan mengganggu konsentrasi ketika melakukan aktifitasnya sehari-hari, mengganggu emosi, dan mengganggu fungsi kesehatan tubuhnya. Bila gangguan tidur ini tidak dapat diatasi dengan segera, maka kemungkinan besar ia akan mengalami insomnia.

Monday, March 26, 2007

DI BAWAH BAYANG-BAYANG TRAUMA (3)

Peristiwa yang Tak Terkuasai

Orang yang mengalami trauma acapkali berkata, “Seandainya saya . . .” atau “seandainya ia . . .” Di balik kata “seandainya,” sebenarnya terdapat satu isyarat bahwa pengalaman traumatis yang dialami merupakan akibat dari peristiwa yang tak terkuasainya. Orang tersebut ingin mencegah terjadinya peristiwa traumatis itu, namun apa daya tangan tak sampai. Peristiwa itu terjadi begitu saja, dan ia tak dapat menghentikan atau mengubah peristiwa negatif itu.

Sama halnya dengan Patrick yang divonis oleh dokternya. Ia pun sering berkata dalam dirinya, “Oh seandainya saya tidak merokok sejak dulu, seandainya saya rajin check-up kesehatan, seandainya saya giat olahraga, dan seandainya saya bisa hidup lebih lama lagi.” Meski Patrick tahu bahwa merokok itu tidak sehat dan bisa mengancam hidupnya, namun vonis yang diterimanya merupakan satu peristiwa yang tak terkuasai. Ia cukup sering mengatakan, “Kenapa orang lain merokok sejak usia muda tetapi ia tidak terserang kanker hingga saat ini. Bahkan, ada di antara mereka yang tetap sehat meski mereka merokok.”

Hal yang kurang lebih sama juga dialami oleh Ibu X. Dia baru saja ditinggal suaminya pergi sehabis bertengkar dengannya. Dia tidak mengira bahwa kepergian suaminya ke suatu tempat akan berujung pada kepergiannya untuk selama-lamanya. Waktu itu sang suami pergi dengan mengendarai mobil, namun sayangnya musibah terjadi ketika ia mencoba untuk menghindari sepeda motor yang ada di depannya. Usahanya untuk menghindari sepeda motor ternyata mengakibatkan ia tertabrak oleh bus yang ada di belakangnya. Mobil yang dikendarainya pun terseok-seok dan menabrak pohon. Saat itulah, sang suami dari Ibu X meninggal dunia.

Ketika mendengar kabar suaminya yang meninggal dunia, Ibu X langsung meratapi peristiwa itu. Yang ada dalam benaknya adalah sang suami pergi sehabis bertengkar dengan dirinya. Sebab itu, ia selalu berkata, “Seandainya saya bisa lebih sabar dengannya, maka dia tidak akan pergi dan pergi untuk selama-lamanya; seandainya saya menuruti keinginannya maka dia tidak akan meninggal dunia; dan seterusnya.” Kata-kata “seandainya” menjadi cerminan bahwa peristiwa traumatis yang dialami oleh Ibu X adalah peristiwa yang tak terkuasai. Sebuah peristiwa yang terjadi di luar kemampuan manusia. Ia tak dapat mencegah atau mengubah peristiwa itu.

Hal seperti inilah yang seringkali dialami oleh orang yang mengalami trauma. Ia merasa dirinya tidak berdaya dengan peristiwa traumatis yang pernah terjadi. Unsur ini cukup sering didapati dari pengalaman traumatis seseorang. Apakah Anda bisa menyebutkan peristiwa-peristiwa yang tak terkuasai dalam hidup Anda yang menghasilkan pada pengalaman traumatis?

Saturday, March 24, 2007

DI BAWAH BAYANG-BAYANG TRAUMA (2)

Peristiwa yang Sangat Kuat

Selain peristiwa yang tak terduga, peristiwa yang sangat kuat juga merupakan sifat dominan yang terdapat dalam pengalaman traumatis seseorang. Dikatakan sebagai peristiwa yang sangat kuat karena ia dapat menghasilkan dampak yang sangat hebat bagi si penerima. Dampak itu dapat mengancam nyawanya, hartanya, kuasanya. Bahkan bukan saja mengancam, dampak itu terkadang sudah menghancurkan kehidupannya, baik secara jasmaniah maupun batiniah.

Ambillah contoh dari kerusuhan Mei 1998 di Indonesia. Banyak sekali para korban yang mengalami trauma yang luar biasa. Salah satunya adalah Ibu Sanusi. Setiap menjelang tanggal 14 Mei Ibu Sanusi selalu menangis. Apa sebabnya? Ia selalu terkenang wajah anaknya yang menjadi korban kerusuhan Mei. Anak yang dikasihinya waktu itu tewas di Slipi Plaza, Jakarta Barat (lih. Kompas Online di http://www.kompas.com/kompas-cetak/0305/12/sorotan/ 306588.htm). Dari berita itu saja, kita sudah dapat melihat bahwa peristiwa Mei tersebut telah menghancurkan kehidupannya secara jasmaniah, yaitu berupa kehilangan sang anak.

Selain menghancurkan kehidupan secara jasmaniah, banyak korban juga menderita secara batiniah. “Di manakah Allah ketika anak-anak-Nya menderita?” demikianlah salah satu pertanyaan para korban. Menemukan jawaban bagi pertanyaan itu adalah hal yang tak mudah ketika mereka mengalami hal yang traumatis. Ada sebagian mereka yang berpikir bahwa Allah sudah tidak dapat lagi diandalkan. Ada sebagian mereka yang berpikir bahwa Allah itu jahat. Ada sebagian mereka yang tidak berani berkata bahwa Allah itu jahat, tetapi mereka mematikan perasaannya terhadap Allah.

Ada pula para korban yang cacat jasmaniah mengalami keminderan yang luar biasa. Sebagian mereka berpikir bahwa dirinya sudah tidak berguna lagi bagi keluarga dan bagi masyarakat. Para wanita yang diperkosa pun merasa minder untuk menjalin relasi dengan seorang pria karena merasa dirinya telah ternodai. Ada pula yang mengalami kegelisahan disertai dengan keringat dingin bila ia melihat keramaian di depan matanya. Ada pula yang selalu merasa bahwa orang di sekitarnya adalah ancaman bagi dirinya. Dan seterusnya.

Dari sini kita melihat bahwa trauma juga berkaitan dengan peristiwa yang sifatnya sangat kuat dampaknya bagi orang yang mengalaminya. Seperti yang telah disebutkan tadi, dampak itu bisa menghancurkan kehidupan orang yang dikasihinya, menghancurkan kehidupan jasmani (seperti luka bakar, kehilangan organ tubuh), dan juga menghancurkan kehidupan batiniahnya (seperti guncangan konsep hidup, konsepnya tentang Tuhan). Apakah Anda sendiri pernah mengalami peristiwa seperti demikian?

Friday, March 23, 2007

DI BAWAH BAYANG-BAYANG TRAUMA (1)

I. BERKENALAN DENGAN TRAUMA

Rabu, 7 Maret 2007, Indonesia kembali berduka. Sungguh tak disangka, pesawat Garuda dengan nomor penerbangan GA 200 mengalami kecelakaan. Tak disangka karena ada kepercayaan yang dipeluk oleh sebagian besar anak bangsa Indonesia, yaitu: Garuda adalah pesawat paling aman. Tapi kenyataan dan kepercayaan ternyata berlainan; musibah pun terjadi. Sebagian orang meninggal dengan mengenaskan. Mereka terpanggang hidup-hidup dalam kebakaran pesawat yang mencapai 600 derajat celcius. Sisanya memang selamat, meski ada yang sedikit terluka. Namun siapa yang bisa memastikan bahwa mereka yang selamat tidak mengalami trauma? Kapten Marwoto Komar adalah salah satu orang yang mengalami trauma. Ia sangat shock dengan kejadian itu. Beberapa kali dan beberapa hari ia ditanya oleh pihak kepolisian soal peristiwa nahas itu, namun ia tidak dapat menjawab, bahkan kadang ia menangis.

Sekarang pertanyaannya, apakah yang dimaksud dengan trauma itu sendiri? Seorang konselor Kristen, Anthony Yeo, menjelaskan trauma sebagai sebuah pengalaman negatif yang diakibatkan oleh insiden atau peristiwa yang dialami secara tak terduga, sangat kuat, dan tak terkuasai.[1] Dari definisi yang diberikan olehnya, kita dapat menelusuri beberapa sifat dari peristiwa yang menghasilkan trauma pada seseorang. Memahami sifat-sifat tersebut akan membantu kita untuk merespons terhadap pengalaman traumatis, baik yang dialami oleh kita maupun orang di sekitar kita.

Peristiwa yang Tak Terduga
Musibah kecelakaan pesawat Garuda pada tanggal 7 Maret 2007 tidak pernah diduga oleh para penumpang dan bahkan oleh pilotnya sendiri. Ia datang begitu saja, tanpa permisi. Akibatnya, orang yang ditinggal oleh para korban ataupun orang yang selamat yang menyaksikan kecelakaan tersebut dapat mengalami trauma. Demikian pula dengan kecelakaan pesawat Lion Air pada tahun 2004 di kota Surakarta. Siapakah yang pernah menyangka bila pesawat itu nantinya gagal mendarat? Dan siapakah yang pernah berpikir bahwa kecelakaan itu akan merenggut sekian banyak orang? Peristiwa itu datang begitu saja, tanpa permisi. Akibatnya, banyak orang mengalami trauma.

Banyak sekali kita dan orang-orang di sekitar kita yang mengalami peristiwa tak terduga yang mengakibatkan pengalaman trauma bagi orang tersebut. Ada orang tua yang mengalami trauma karena ia pernah mendapatkan hasil keputusan tidak naik kelas bagi sang anaknya. Ada orang yang mengalami trauma karena ia pernah ditabrak kendaraan sewaktu menyebrang jalan. Ada orang yang mengalami trauma karena ia pernah melakukan sesuatu yang mengakibatkan pada kematian seseorang yang ia kasihi. Ada orang yang mengalami trauma karena ia pernah ditipu oleh seseorang. Ada orang yang mengalami trauma karena ia pernah dipecat dari pekerjaannya. Semua kejadian itu bersifat tak terduga bagi orang yang mengalaminya.

Patrick, seorang pemuda berusia 29 tahun, tiba-tiba divonis dokter bahwa ia sedang mengidap penyakit kanker paru-paru yang ganas. Jangka waktu hidupnya sudah tidak lama lagi. Dokter memperkirakan bahwa dua bulan lagi adalah waktu hidupnya yang paling lama. Mendengar hal ini, Patrick sangat terkejut. Ia tidak terima dengan vonis tersebut. Akhirnya, ia memutuskan untuk pergi ke dokter lain untuk meyakinkan dirinya. Namun semua dokter yang ia kunjungi berkata hal yang sama. Patrick kemudian menjalani hari-hari penantiannya dengan perasaan marah, kecewa terhadap dirinya dan Tuhan, sedih, dan lain-lainnya. Hidupnya pun terganggu. Pola makan menjadi tak menentu. Tidur menjadi tidak nyenyak karena ia selalu teringat kata-kata vonis dari dokternya. Patrick benar-benar trauma dengan vonis tersebut.

Dari kasus yang dialami oleh Patrick, kita kembali melihat bahwa salah satu unsur dalam pengalaman traumatis adalah adanya unsur kejutan atau peristiwa yang tak terduga. Patrick mungkin tahu apa penyebab dari kanker paru-parunya karena ia adalah perokok berat sejak usia dini. Tapi itu tidak berarti bahwa Patrick dapat menduga vonis maut yang dijatuhkan oleh dokternya. Peristiwa vonis yang tak terduga itulah yang membuat pengalaman trauma baginya. Refleksi bagi kita adalah: adakah kita mengalami peristiwa-peristiwa yang tak terduga yang dapat menimbulkan pengalaman trauma? Bila ada, peristiwa-peristiwa apa itu? Identifikasikan dengan jelas dalam pikiran Anda.


Esok kita akan menyentuh pada peristiwa yang bersifat sangat kuat. Apa itu? Lihat saja besok!

[1] Lih. On Wings of Storm (Singapore: Armour, 2006), 10.

Thursday, March 22, 2007

SELERA HUMOR

Berbahagialah orang-orang yang memiliki selera humor karena mereka mungkin akan panjang usia. Ini bukan ramalan kosong tapi berdasarkan sebuah survei terhadap 54.000 orang. Dalam survei yang dilakukan sebuah tim di Norwegia terhadap 54.000 orang dewasa selama tujuh tahun, disimpulkan orang yang bisa menanggapi pasang surut hidupnya dengan tawa mungkin akan hidup lebih lama dibandingkan dengan mereka yang susah tersenyum. Selera humor yang dimaksud oleh tim periset ini tidak harus yang sangat lucu seperti halnya Tukul Arwana, tetapi seberapa mudah kita tertawa menanggapi humor yang terjadi di sekitar setiap hari (Kompas Online, 22 Maret 2007). Eh ngomong-ngomong, Tuhan kita juga punya selera humor, nggak ya? Hayo coba pikir. Ah ada-ada aja pertanyaannya. Tapi yang pasti, apakah hari ini kita sudah tertawa?

Wednesday, March 21, 2007

A PRAYER FOR TODAY

Merciful God,
we confess that we have sinned against you
in thought, word, and deed,
by what we have done,
and by what we have left undone.
We have not loved you
with our whole heart and mind and strength;
we have not loved our neighbours as ourselves.
In your mercy forgive what we have been,
help us amend what we are,
and direct what we shall be,
so that we may delight in your will
and walk in your ways,
to the glory of your holy name
Amen.

Tuesday, March 20, 2007

MEMELIHARA CINTA MEMENANGKAN PERNIKAHAN

Kidung Agung 8
“. . . karena cinta kuat seperti maut . . .” (Kid. 8:6)

Ini adalah syair yang terakhir. Apa isinya? Isinya adalah tentang cinta yang diperbarui dalam kebun anggur di bukit Libanon. Ayat 5 menceritakan tentang kedua pengantin yang sampai di tempat pertemuannya yang pertama kalinya. Mula-mula raja Salomo yang berkata (ay. 5), lalu pengantinnya (ay. 6,7). Kemudian, pengantin perempuan mengucapkan kembali segala perkataan saudaranya laki-laki tatkala ia masih kanak-kanak, dan dinyatakan bahwa baru sekaranglah ia mengerti akan maksud kata-kata itu (ay. 8-10). Akhirnya, ia memperbarui cintanya kepada Salomo dengan menggunakan perumpamaan kebun anggur dan pemiliknya.

Dari syair ini, kita belajar bahwa cinta dalam pernikahan harus terus diperbarui. Hal ini merupakan upaya untuk memelihara cinta dalam sebuah pernikahan. Tapi bagaimana caranya untuk memelihara cinta dalam pernikahan? Seorang konselor Kristen membeberkan dua cara kepada kita, yaitu: Pertama, lindungi dari serangan hama. Maksudnya, kita harus mencegah masuknya orang ketiga dalam sebuah pernikahan. Cinta hanya bertahan dan bertumbuh bila masing-masing pasangan berfokus pada pasangannya saja. Namun bila pikirannya sudah bercabang pada orang lain, maka saat itulah merupakan awal kehancuran cinta dalam pernikahan.

Tapi hama pernikahan juga berbicara soal fokus pada pekerjaan. Dunia ini memang bertambah sulit. Sadar atau tidak, kita pun juga terdorong untuk bekerja makin giat dan makin gila. Tapi kita tidak boleh lupa satu hal, bahwa etos kerja seperti ini dapat menjadi hama dalam pernikahan. Betapa tidak. Bila etos kerja kita semakin menggila, maka mau tidak mau fokus pada pasangan kita pun akan menurun. Akhirnya, kita merasa bahwa pernikahan kita menjadi hambar. Sebab itu, lindungi pernikahan kita dari serangan hama seperti ini.

Kedua, memberi pupuk kepada pasangan kita. Maksudnya, kita melakukan perbuatan yang menyenangkan pasangan kita. Seringkali kita berpikir bahwa dengan bekerja, mencukupi kebutuhan primer, membesarkan anak, itu berarti kita sudah menyenangkan pasangan. Padahal, itu belum cukup. Menyenangkan pasangan berarti kita juga harus mencukupi kebutuhan emosinya. Misalnya dengan memberi kejutan-kejutan kecil dalam ulangtahunnya, meluangkan waktu untuk makan malam tanpa mengajak anak, memberikan pijatan-pijatan sehabis pulang kerja, dan seterusnya.


Memelihara cinta akan menghasilkan cinta yang kuat seperti maut

MEMELIHARA CINTA MEMENANGKAN PERNIKAHAN

Kidung Agung 8
“. . . karena cinta kuat seperti maut . . .” (Kid. 8:6)

Ini adalah syair yang terakhir. Apa isinya? Isinya adalah tentang cinta yang diperbarui dalam kebun anggur di bukit Libanon. Ayat 5 menceritakan tentang kedua pengantin yang sampai di tempat pertemuannya yang pertama kalinya. Mula-mula raja Salomo yang berkata (ay. 5), lalu pengantinnya (ay. 6,7). Kemudian, pengantin perempuan mengucapkan kembali segala perkataan saudaranya laki-laki tatkala ia masih kanak-kanak, dan dinyatakan bahwa baru sekaranglah ia mengerti akan maksud kata-kata itu (ay. 8-10). Akhirnya, ia memperbarui cintanya kepada Salomo dengan menggunakan perumpamaan kebun anggur dan pemiliknya.
Dari syair ini, kita belajar bahwa cinta dalam pernikahan harus terus diperbarui. Hal ini merupakan upaya untuk memelihara cinta dalam sebuah pernikahan. Tapi bagaimana caranya untuk memelihara cinta dalam pernikahan? Seorang konselor Kristen membeberkan dua cara kepada kita, yaitu: Pertama, lindungi dari serangan hama. Maksudnya, kita harus mencegah masuknya orang ketiga dalam sebuah pernikahan. Cinta hanya bertahan dan bertumbuh bila masing-masing pasangan berfokus pada pasangannya saja. Namun bila pikirannya sudah bercabang pada orang lain, maka saat itulah merupakan awal kehancuran cinta dalam pernikahan.
Tapi hama pernikahan juga berbicara soal fokus pada pekerjaan. Dunia ini memang bertambah sulit. Sadar atau tidak, kita pun juga terdorong untuk bekerja makin giat dan makin gila. Tapi kita tidak boleh lupa satu hal, bahwa etos kerja seperti ini dapat menjadi hama dalam pernikahan. Betapa tidak. Bila etos kerja kita semakin menggila, maka mau tidak mau fokus pada pasangan kita pun akan menurun. Akhirnya, kita merasa bahwa pernikahan kita menjadi hambar. Sebab itu, lindungi pernikahan kita dari serangan hama seperti ini.
Kedua, memberi pupuk kepada pasangan kita. Maksudnya, kita melakukan perbuatan yang menyenangkan pasangan kita. Seringkali kita berpikir bahwa dengan bekerja, mencukupi kebutuhan primer, membesarkan anak, itu berarti kita sudah menyenangkan pasangan. Padahal, itu belum cukup. Menyenangkan pasangan berarti kita juga harus mencukupi kebutuhan emosinya. Misalnya dengan memberi kejutan-kejutan kecil dalam ulangtahunnya, meluangkan waktu untuk makan malam tanpa mengajak anak, memberikan pijatan-pijatan sehabis pulang kerja, dan seterusnya.


Memelihara cinta akan menghasilkan cinta yang kuat seperti maut

Monday, March 19, 2007

MEMILIKI RASA MEMILIKI: RESEP PERNIKAHAN YANG SEHAT 6

Kidung Agung 7
“. . . kepunyaan kekasihku aku, kepadaku gairahnya tertuju . . .” (Kid. 8:10)

Setiap orang pasti memiliki rasa memiliki (sense of belonging) terhadap sesuatu atau seseorang. Ada yang memiliki rasa memiliki terhadap sebuah mobil. Setiap hari mobilnya pasti dieman-eman. Ada yang memiliki rasa memiliki terhadap sebuah perhiasan. Mungkin setiap hari ia akan memandang keindahan perhiasannya dan menyimpannya dengan super hati-hati. Ada yang memiliki rasa memiliki terhadap anjing kesayangannya. Bisa jadi setiap hari ia memeriksa kutu dan memberinya dog food dengan rajin. Dari semuanya ini, kita dapat melihat bahwa seringkali rasa memiliki akan menghasilkan perbuatan-perbuatan yang positif terhadap yang dimilikinya.

Coba, andai kita memiliki rasa memiliki terhadap pasangan kita. Apa jadinya? Pasti kita akan merasa eman-eman, rajin “merawatnya”, mengagumi keindahannya, dan sebagainya. Wahai manusia, betapa pentingnya memiliki rasa memiliki terhadap pasangan kita. Kira-kira itulah juga yang sedang disampaikan oleh Kidung Agung yang dilantunkan dalam ayat 1-13. Dari ayat-ayat itu, nampaknya raja Salomo sedang melantunkan kidung di hadapan sang mempelainya. Ah pokoknya, mereka berdua itu terlihat sangat intim. Tapi kita mesti tanya, apa yang membuat mereka sedemikian intim? Mungkin salah satu jawabannya terletak di ayat 10: “Kepunyaan kekasihku aku, kepadaku gairahnya tertuju.” Pada kalimat yang pendek itu terletak pesan penting, yaitu milikilah rasa memiliki. Tanpa rasa memiliki seperti ini, mana mungkin keintiman di antara mereka bisa terjalin?

Sama halnya dengan pernikahan kita saat ini. Mana mungkin keintiman, bahkan kesehatan, pernikahan akan terbangun bila kita tidak memiliki rasa memiliki terhadap pasangan kita? Jujurlah pada diri kita. Seringkali rasa memiliki terhadap pasangan ditukar dengan rasa memiliki terhadap mobil, karier, dunia usaha, hobi, dan segala kesibukan kita. Akhirnya, kita merasa bahwa pernikahan menjadi hambar, kehangatan cinta menjadi pudar. Bila diteruskan, maka pernikahan menjadi neraka di dunia. Di saat-saat seperti inilah, dosa perselingkuhan telah “mengintip” di depan pintu hati kita. Karena itu, sebelum kita dijajah oleh dosa yang demikian, milikilah rasa memiliki terhadap pasangan kita; jangan tukar pasangan kita dengan hal-hal lain yang sebenarnya tidak dapat menemani kita hingga di ranjang kematian.


Kekasihku kepunyaanku dan aku kepunyaan dia (Kid. 2:16)

Saturday, March 17, 2007

MEMUJI SANG SUAMI: RESEP PERNIKAHAN YANG SEHAT 5

Kidung Agung 5
“Putih bersih dan merah cerah kekasihku, menyolok mata di antara selaksa orang”
(Kid. 5:10)

Dan sekarang, coba hitung, hai para istri. Kapan terakhir kalinya kita memuji suami yang telah hidup bersama dengan kita? Melanjutkan renungan yang kemarin, seorang pakar konseling menyebutkan bahwa pasangan kita itu seperti tanaman. Bila gambaran ini benar, maka seorang suami—meski ia laki-laki—juga membutuhkan “perawatan”. Salah satunya adalah dengan memberikan pujian. Aneh? Risih? Kebanyakan istri mungkin berpikir bahwa sang suami tidak memerlukan pujian karena ia terlihat tegar. Istri merasa bahwa semua pria di dunia ini, termasuk suaminya, adalah orang yang kuat dan tabah. Sebab itu, rasanya risih dan aneh bila mendengar bahwa pria membutuhkan pujian.

Padahal, apakah persepsi ini benar? Sekali lagi, seorang pakar konseling menjelaskan bahwa seorang pria adalah seorang yang justru lemah secara emosinya. Dibandingkan dengan seorang perempuan, ia adalah makhluk yang lebih mudah stress. Mungkin karena itulah Allah memberikan seorang penolong bagi seorang suami. Sekarang, bila persepsi ini dapat diterima, maka kita sebagai seorang istri tidak perlu merasa risih dan aneh ketika memuji suami kita. Selain itu, kita juga tidak perlu merasa risih karena mempelai perempuan dalam Kidung Agung pun memberikan pujian kepada suaminya. Bahkan pujiannya lebih heboh lagi.

Dalam Kidung Agung 5:10-16, mempelai perempuan melukiskan rupa kekasihnya kepada semua biduan dengan kata-kata pilihan yang sangat indah. Mungkin kata-kata pujiannya terasa asing bagi kita. Namun bila kita hidup pada zaman Salomo, maka kita tidak akan merasa asing dengan setiap kata pilihannya. Misalnya, kata “tiang-tiang marmar putih” (ay. 15) melambangkan tentang kaki yang sempurna seperti yang dimiliki oleh dewa di wilayah Babilonia. Inti dari semua ini adalah mempelai perempuan pun memuji sang suaminya. Dan, segala pujian yang dikatakannya dengan penuh semangat.

Suami kita memang adalah seorang pria yang terlihat kokoh. Tapi jangan lupa, kekokohannya itu hanyalah bersifat fisik. Secara emosi, ia adalah makhluk yang lemah. Sebab itu, ia tetap membutuhkan dukungan emosi; salah satunya dengan memberikan pujian baginya. Pujilah keberaniannya, kerajinan kerjanya, kebijaksanaan dalam mengambil keputusan, dan seterusnya. Dan para suami, hargailah pujian itu!

Lebih banyaklah memuji ketimbang mengritiknya!

Friday, March 16, 2007

MEMUJI SANG ISTRI: RESEP PERNIKAHAN YANG SEHAT 4

Kidung Agung 4 dan 6
“Lihatlah, cantik engkau, manisku, sungguh cantik engkau!” (Kid. 4:1)

Coba hitung, hai para suami. Berapa kali kita memuji istri dalam sehari? Atau berapa kali kita memuji istri dalam seminggu ini? Atau berapa kali kita memuji istri dalam sebulan ini? Ah kalau terlalu sulit, mari kita ubah pertanyaannya. Kapan terakhir kalinya kita memuji istri kita? Mungkin ketika membaca pertanyaan ini, para suami mulai gelisah karena merasa sikap ini terlalu kekanak-kanakan. Tak mau kalah, suami yang sudah beruban pun merasa bahwa hal itu dibutuhkan hanya untuk orang yang sedang berpacaran atau orang yang baru menikah; kalau sudah tua, maka pujian kepada sang istri diberikan seperlunya saja.

Menanggapi kenyataan umum di atas, seorang pakar konseling pernikahan pernah menuturkan bahwa pasangan kita itu bagaikan sebuah tanaman yang perlu dipelihara, disiram, diberi pupuk, dan diberi sinar matahari. Intinya, sebuah tanaman pasti memerlukan perawatan. Bila tidak dirawat, maka tanaman itu bisa menjadi layu dan akhirnya mati. Demikian pula dengan pasangan. Ia pun perlu “dirawat” agar kasihnya kepada kita makin bertumbuh dengan baik sehingga pernikahan yang sehat akan semakin terwujud. Bagaimana cara “merawat” istri kita? Berikanlah pujian. Itu salah satu caranya.

Coba lihat puisi cinta Kidung Agung 4 dan 6. Bacalah perlahan-lahan. Di sana kita akan menemukan seantero pujian kepada mempelai perempuan. Misalnya, kata-kata “lehermu seperti menara Daud . . . seribu perisai tergantung padanya . . .” (ay. 4: 4). Kata “menara Daud” menunjukkan leher yang tinggi dari mempelai perempuan. Pada waktu itu, seorang wanita yang memiliki leher yang tinggi akan dianggap cantik. Sedangkan, kata “seribu perisai” menunjukkan tentang kalung emas dan mutiara yang mendekorasi leher yang indah itu. Misalnya lagi, kata “gadis Sulam” (ay. 6: 13). Kata “Sulam” dalam ayat itu sebenarnya berarti “orang yang sempurna”. Ini berarti bahwa sang mempelai laki-laki memuji istrinya dengan menganggap bahwa sang istri adalah orang yang sempurna bagi dirinya.

Para suami, belajarlah dari Kidung Agung 4 dan 6. “Rawatlah” istri kita dengan memberikan pujian. Toh, tidak ada ruginya, justru banyak untungnya. Sebab itu, mulai sekarang, berikan pujian padanya setidaknya sehari sekali. Pujilah masakannya, pujilah kecantikannya, pujilah kesetiaannya, pujilah caranya mengasuh anak-anak, pujilah caranya merapikan dan menata rumah, pujilah dan pujilah! Dan para istri, hargailah pujian itu!

Pujilah dia sekali sehari! Nikmati hasilnya!

Thursday, March 15, 2007

MENGENANG KEMESRAAN: RESEP PERNIKAHAN YANG SEHAT 3

Kidung Agung 3
“. . . kutemui jantung hatiku; kupegang dan tak kulepaskan dia . . .” (Kid. 3:4)

Tirai langit menampilkan kekelaman suram dan rasa dingin meresap jatuh pada keheningan yg menyekap pada suasana perpisahan kami di th 1989. Di situlah mang Ucup terakhir kali melihat Babah. Panggilan yg kami ucapakan untuk ayah saya. Babah memeluk dan mendekap saya dengan erat sekali, pada saat tersebut tanpa terasakan T-shirt saya menjadi basah, rupanya Babah tidak bisa menahan lagi air matanya keluar. Butir-butir air matanya turun berlinang dengan lebat membasahi pipinya yang sudah penuh dengan keriput. Padahal, Babah adalah seorang pria yang sangat sukar mengeluarkan air mata; mungkin Babah merasakan bahwa perpisahan kami kali ini adalah perpisahan untuk jangka waktu yg lama.

Kisah di atas tadi merupakan kenangan yang diuangkap oleh mang Ucup, seorang pendeta mabuk dari dunia maya. Berbicara soal kenangan, saya yakin bahwa dalam pernikahan, kita pun perlu kenangan. Mempelai perempuan dalam Kidung Agung juga melakukan hal yang sama. Pada waktu itu, mempelai perempuan sedang mengenang kembali hari pertemuannya yang pertama dengan sang kekasih. Hari yang tidak terlupakan itu dihayati kembali. Ia terkenang akan kemesraan demi kemesraan antara dia dan kekasihnya. Dan kenangan ini terbawa dalam mimpinya. Mimpi itu sangat indah. Yaitu, mimpi di mana ia menemukan kekasihnya, jantung hatinya.

Sekarang, perlukah kita mengenang kemesraan dalam pernikahan? Saya memandang hal ini sangat perlu. Mengapa? Karena dengan mengenang kemesraan-kemesraan yang pernah terjadi selama dan sewaktu berpacaran, kita akan kembali menambah semangat untuk mencintai pasangan kita. Dalam peristiwa mengenang tersebut, kita akan kembali mengingat hal-hal menarik yang membuat kita mencintai pasangan kita. Selain itu, kita akan dapat mengevaluasi seberapa kendurnya tingkat kemesraan saat ini dibandingkan dengan saat awal pernikahan atau bahkan saat berpacaran. Dan dari saat itulah, kita dapat mengenali hal-hal apa yang mengganggu atau mendorong kemesraan dalam pernikahan. Jadi, apakah perlu untuk mengenang kemesraan-kemesraan dalam pernikahan kita hari ini? Bila perlu, jangan tunggu nanti bila pasangan kita sudah tiada; lakukan sekarang selagi ia hidup dengan kita.


Luangkanlah waktu berdua untuk mengenang kemesraan demi kemesraan yang lebih baik

Wednesday, March 14, 2007

MELAYANGKAN SAMBUTAN: RESEP PERNIKAHAN YANG SEHAT 2

Kidung Agung 2
“Dengarlah! Kekasihku! Lihatlah, ia datang . . .” (Kid. 1:8)

Sambutan merupakan ujung tombak dari sebuah relasi yang baik. Meski ada orang yang tidak suka basa-basi, tapi toh ia membutuhkan sebuah sambutan. Apa sebabnya? Karena setiap orang akan senang bila ia merasa diterima oleh lingkungannya. Dengan adanya sambutan, maka ia akan merasa diterima oleh lingkungan yang menyambutnya. Dan bila ia merasa diterima, maka ia akan merasa aman dan nyaman dalam lingkungan tersebut. Sebab itu, semua orang pasti senang bila dirinya menerima sebuah sambutan.

Tampaknya mempelai perempuan yang dikisahkan dalam Kidung Agung juga paham akan pentingnya sebuah sambutan. Hal ini terlihat dari ekspresi penyambutan yang dilayangkan ketika sang suami itu datang. Saya membayangkan bahwa mempelai perempuan tersebut sedang menanti kedatangan sang suami pujaan hatinya. Ia lalu duduk di pekarangan luar untuk menunggu. Di dalam pikirannya hanya terlukis sebuah wajah suami yang ia rindukan. Tak sabar ia menanti dan melihat wajah aslinya. Sesekali ia berdiri untuk memeriksa kedatangan sang suami dari kejauhan.

Tiba-tiba, bayangan orang mulai terlihat di pandangan matanya. Siapakah dia? Dia adalah sang suami yang ia nanti-nantikan. Tak sabar lagi, ia langsug berteriak-teriak kepada budak-budak perempuannya, “Dengarlah! Kekasihku! Lihatlah, ia datang . . .” Dari ayat 8 dan 9 kita sudah bisa merasakan bagaimana mempelai perempuan itu melayangkan sambutannya kepada sang suami. Sangat antusias, bukan? Sebab itu, sang suami pun turut melonjak kegirangan. Kepada sang istri yang telah menyambutnya, suami itu tersenyum dan berkata, “Bangunlah manisku, jelitaku marilah!” Ah, siapa sih yang tidak suka disambut?

Dalam biduk rumah tangga, sambutan bukanlah sikap yang sudah kadaluwarsa. Ia tetap dibutuhkan. Bahkan, ia justru merupakan ujung tombak dari sebuah relasi pernikahan yang baik. Sebab itu, kita tidak boleh meremehkan hal yang satu ini meski kita sudah menikah dan memiliki anak-anak. Coba kita tingkatkan kembali sikap positif seperti ini. Layangkanlah sambutan itu kepada pasangan kita dengan antusias. Dengan cara apa? Apa saja. Bisa jadi dengan mengucapkan kata-kata manis, membawakan tas pekerjaannya, menyiapkan makanan atau minuman segar, dan seterusnya.

Selama pasangan kita adalah manusia, maka ia pasti butuh sambutan. Kita pun juga!

Tuesday, March 13, 2007

MENGAKUI KEUNIKAN SENDIRI: RESEP PERNIKAHAN YANG SEHAT 1

Kidung Agung 1
“Memang hitam aku, tetapi cantik . . .” (Kid. 1:5a)

Mengakui keunikan diri sendiri ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan kita. Kita sering terperangkap dengan keunikan orang lain sehingga kita menjadi ingin seperti dia sepenuhnya. Dari cara bicara, cara berjalan, cara duduk, cara memegang tas, cara berdandan, menjadi pusat perhatian dan pusat “teladan” kita. Kita bermimpi “andai saya seperti dia”. Lalu apakah ini berarti kita tidak boleh meneladani sikap tertentu dari orang lain? Jelas boleh, namun penekanan saya sejak tadi adalah: kita jangan menjadi orang yang “kehilangan identitas” sehingga kita mudah meniru figur-figur tertentu yang kita sukai. Kita juga harus mengakui keunikan kita sendiri.

Lihatlah keyakinan diri dari seorang mempelai perempuan dalam Kidung Agung 1, khususnya ayat 5. Dalam ayat tersebut, kita dapat memperkirakan bahwa warna kulit dari perempuan tersebut adalah hitam. Dan bila kita memerhatikan bagaimana ia menjelaskan tentang warna kulitnya (ay. 5-6), maka kita dapat menyimpulkan bahwa warna kulit hitam adalah warna yang kurang disukai oleh masyarakat pada zaman itu. Namun hal yang menarik dari mempelai tersebut adalah ketika ia menegaskan kecantikan dirinya. Mempelai ini sadar bahwa dirinya hitam dan kurang disukai oleh masyarakat, namun ia juga sadar bahwa dirinya cantik. Ia mengakui apa yang menjadi kelebihan dan kelemahannya. Singkatnya, ia mengakui keunikan dirinya sendiri.

Saya percaya bahwa pernikahan yang sehat akan terjadi bila masing-masing pasangan sadar dan berani mengakui keunikan dirinya sendiri. Dari pengalaman konseling pernikahan seringkali membuktikan bahwa konflik suami-isteri disebabkan karena pasangan tidak dapat mengakui keunikan dirinya sendiri. Bila pasangan hanya mengakui kelemahannya saja, maka ia akan menjadi “pembantu” terhadap pasangan lawannya. Sebaliknya, bila ia hanya mengakui kelebihannya saja, maka ia akan menjadi “bos” atas pasangan lawannya. Kedua hal ini sama-sama tidak baik karena kedua hal ini akan merontokkan sebuah pernikahan. Yang baik adalah orang tersebut dapat mengakui kelemahan dan kelebihannya dalam porsi yang bijaksana. Inilah salah satu resep pernikahan yang sehat.

Identitas diri kita bukan didasarkan atas keunikan orang lain, melainkan karena keunikan diri sendiri

Monday, March 12, 2007

SELAMAT DATANG KIDUNG AGUNG!

Penulis Kitab
Diskusi mengenai identitas pengarang kitab ini dimulai dari kalimat pembuka yang mengatakan, “Kidung Agung dari Salomo”. Dalam terjemahan bahasa Indonesia yang lain (BIS) juga dituliskan hal yang senada, yaitu, “Kidung Agung ciptaan Salomo”. Namun apakah memang benar Salomo menulis kitab ini? Beberapa sarjana meyakini bahwa kalimat pembuka tersebut merupakan tambahan setelah penulisan kitab. Kalau begitu, masihkah kita dapat meyakini bahwa penulis kitab Kidung Agung adalah Salomo?

Jawabannya, ya, kita dapat meyakini bahwa penulis kitab adalah Salomo. Alasan paling kuat terdapat dalam 1 Raja-raja 4:29-34. Dari kitab itulah kita dapat meyakini bahwa Salomo diberikan hikmat ilahi untuk menuliskan kata-kata hikmat termasuk ribuan kidung dalam kitab Kidung Agung. Jadi, meskipun kalimat pembuka kitab merupakan tambahan, namun kita tetap dapat meyakini bahwa keseluruhan kitab ditulis oleh Salomo. Hal ini juga mendapat dukungan dari tradisi gereja.

Jenis Tulisan
Kitab Kidung Agung berisi kumpulan tulisan tentang puisi yang bertemakan tentang cinta. Lebih khusus, kitab ini adalah puisi dengan lirik yang mengungkapkan pemikiran dan perasaan penulisnya melalui gaya penulisan yang artistik dengan suatu keinginan untuk menyajikan pikiran dan perasaannya ke hadapan pembacanya. Selain itu, jenis tulisan kitab ini juga berbeda dengan kitab-kitab Ibrani lainnya; sebaliknya, jenis tulisan kitab Kidung Agung lebih cenderung mirip dengan puisi-puisi cinta di Timur Dekat kuno.

Dengan pengenalan singkat di atas, maka kita tidak bisa menafsirkan kitab ini secara narasi (bentuk cerita), seperti kitab Matius. Sebaliknya, kita harus menafsirkan kitab ini secara puisi juga. Selain itu, kita juga harus mempelajari sedikit kebudayaan kuno pada zaman penulisan Kidung Agung, dan memahami pikiran serta perasaan penulis ayat demi ayat.

Masalah Kanonisasi
Bila kita membaca kitab Kidung Agung secara keseluruhan, maka kita tidak akan menemukan kata “Allah” atau “Tuhan” di dalamnya. Mungkin kita bertanya, “Mengapa kitab ini termasuk dalam kanon (dikukuhkan sebagai firman Allah)?” Perlu kita ketahui, bahwa pertanyaan seperti ini masih muncul di kalangan sarjana hingga saat ini. Namun untuk menjawab hal ini, ada baiknya kita menilik perkataan seorang rabi Yahudi, yang bernama rabi Aqiba. Ia mengatakan demikian, “Allah melarang!—tidak ada seorang pun di Israel yang boleh mempersoalkan apakah kitab Kidung Agung ditulis oleh tangan yang tidak kudus . . . karena seluruh kitab adalah kudus; tetapi Kidung Agung adalah kudus di antara yang kudus.”

Rabi Aqiba mungkin dapat memberikan titik terang bahwa Kidung Agung juga termasuk dalam firman Allah. Selain itu, masalah kanonisasi kitab ini dapat diselesaikan bila kita melihat identitas penulis kitab Kidung Agung. Kita meyakini bahwa Salomo adalah penulis yang diberikan hikmat untuk menuliskan kata-kata bijaksana beserta kidung-kidung agungnya (lih. 1Rj. 4:29-34). Dengan demikian, kita masih dapat meyakini bahwa Kidung Agung adalah firman Allah.

Pesan Teologis
Bila kitab ini berisi puisi cinta, maka masihkah kitab ini mengandung pesan teologis? Jawabannya ya. Bila kita mempercayai bahwa Kidung Agung adalah firman Allah, maka ia pasti mengandung dan membawa pesan teologis kepada para pembacanya. Seorang sarjana PL bernama Tremper Longman menjelaskan bahwa pesan teologis ini tidak berbicara mengenai relasi manusia dengan Allah secara langsung; tetapi, kitab ini lebih berbicara mengenai kehidupan seks yang benar. Kitab ini akan memberikan kontribusi pada studi teologis tentang seksualitas dan tentunya kontribusi seperti ini sangatlah penting dalam zaman ini. Kenapa demikian? Karena zaman ini seringkali meandang seks dalam dua bentuk kesalahan: (1) Memperlakukan seks sebagai berhala. Seks menjadi obsesi utamanya. Tidak peduli jenis seksnya, entah itu heteroseksual, homoseksual, perzinahan, namun yang pasti masyarakat memandang bahwa tanpa seks hidupnya akan membosankan dan tanpa makna. (2) Gereja sering bungkam dengan topik seks karena hal ini dianggap tabu atau tidak kudus. Melalui kitab ini, gereja akan diingatkan bahwa seks itu adalah baik dan menyenangkan. Seks itu tidak jahat selama ia berada dalam parameter pernikahan. Sebab itu, Kidung Agung sebenarnya merupakan kitab yang tidak boleh terlewatkan dalam pembicaraan mengenai kehidupan seksual orang Kristen.

(Disarikan dari: Raymond B. Dillard & Tremper Longman III, An Introduction to the Old Testament dan Tremper Longman III, Song of Songs)

Saturday, March 10, 2007

A PRAYER FOR TODAY

Lord, I so wish to prepare well for this time.
I so want to make all of me ready and attentive and available to you.
Please help me clarify and purify my intentions.
I have so many contradictory desires.
My activity seems to be so full of busyness and running after stuff that doesn't really seem to matter or last.
I know that if I give you my heart whatever I do will follow my new heart.
May all that I am today, all that I try to do today, may all my encounters, reflections, even the frustrations and failings all place my life in your hands.
Lord, my life is in your hands.
Please, let this day give you praise.


(Edward Hays)

Friday, March 09, 2007

TETAP SETIA!

Daniel 12
“Tetapi engkau, pergilah sampai tiba akhir zaman . . .” (Dan. 12:13)

Lagu “Tetap Setia” gubahan Sari Simorangkir akan mengantar kita pada penghujung kitab Daniel. Liriknya berkata demikian: “Selidiki aku, lihat hatiku. Apakah ku sungguh mengasihi-Mu Yesus. Kau yang maha tahu, dan menilai hidupku. Tak ada yang tersembunyi bagi-Mu. Ref: T’lah kulihat kebaikan-Mu, yang tak pernah habis di hidupku. Kuberjuang sampai akhirnya, Kau dapati aku tetap setia.” Lagu ini diakhiri dengan tekad. Tekad untuk setia sampai akhirnya.

Pesan itu jugalah yang disampaikan Allah kepada Daniel dalam pasal 12. Memang di awal, Allah sudah mengatakan janji-janji kemenangan. Misalnya, di ayat 1 di mana Mikhael, sang pemimpin Malaikat sorga, akan melindungi umat Allah dari malapetaka besar yang belum pernah terjadi sebelumnya. Berikutnya lagi ayat 3 di mana Allah menjanjikan bahwa orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala dan bintang-bintang. Ya benar, orang benar akan menikmati janji kemenangan itu. Tapi tunggu dulu, peristiwa kemenangan itu bukan untuk masa sekarang. Janji kemenangan orang benar akan digenapi pada waktu akhir zaman. Nah itulah saatnya!

Lantas apa yang harus dilakukan sekarang? Allah memberitahukan apa yang harus dilakukan oleh Daniel dalam ayat 13. Apa itu? “Tetapi engkau, pergilah sampai tiba akhir zaman . . . .” Kata “pergi” di sana tidak dapat diartikan secara harfiah, seperti pergi ke suatu tempat. Namun, kata itu lebih menunjuk pada kesetiaan selama menanti akhir zaman. Kesetiaan selama menunggu hari kemenangan bagi Daniel dan semua orang benar. Kualitas hidup inilah yang diperlukan oleh semua umat Allah ketika menjalani kehidupannya.

Kawan seperjuanganku, sebagai orang tebusan, kemenangan sempurna memang di tangan kita. Tidak ada makhluk apapun yang dapat merebut mahkota kemenangan kita. Tapi jangan takabur. Kemenangan sempurna itu bukan untuk saat ini! Saat ini ada hal lain lagi yang harus kita perjuangkan, yaitu tetap setia. Setia untuk beribadah, setia untuk melayani Tuhan, setia untuk menabur kebajikan, setia untuk membaca firman, setia untuk menjaga kesucian hidup, setia untuk melakukan yang terbaik buat Tuhan. Semoga di penghujung kehidupan dalam dunia, kita bisa berkata dengan lapang, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.”

Ku berjuang sampai akhirnya, Kau dapati aku tetap setia (Sari Simorangkir)

Thursday, March 08, 2007

SELAGI MASIH ADA KESEMPATAN . . .


Musibah pesawat Garuda mengejutkan banyak orang. "Garuda pesawat paling aman," itulah slogan yang sering didengar kita. Garuda memang akhir-akhir ini sedang naik daun. Apa sebabnya? Karena sebelum Garuda mengalami musibah, pesawat-pesawat "murah" sudah mengantongi rekor kecelakaan yang banyak. Adam Air, Batavia Air, Lion Air, semuanya pernah bahkan beberapa kali kecelakaan. Mulai dari ban roda yang pecah hingga hilangnya pesawat dari radar ATC. Tapi siapa yang pernah menyangka kalau kemarin Garuda mengalami musibah? Orang tak pernah menduganya.

Apa yang mau kita renungkan dari musibah ini? Banyak sekali. Tapi, saya pribadi merenungkan bahwa bila hari ini saya masih hidup, perbuatan apa saja yang harus saya lakukan? Esok bukan di tangan saya, esok bukan juga dalam dugaan saya, esok bisa terjadi apa saja dengan diri saya. Tak ada orang yang dapat menduga hari esok. Ya, saya tak dapat memastikan esok saya akan berlaku ini dan itu.

Tapi yang bisa saya pastikan adalah saat ini. Saat di mana saya masih hidup. Here and Now. Apa yang saya bisa lakukan hari ini buat pasangan hidup, apa yang saya bisa lakukan hari ini buat anak saya, apa yang saya bisa lakukan hari ini buat orang tua, apa yang bisa saya lakukan untuk teman, bahkan apa yang bisa saya lakukan untuk "musuh" saya? Inilah yang setidaknya masih bisa saya dan kita pastikan. Selagi masih ada kesempatan, lakukanlah yang terbaik untuk orang yang mencintai dan dicintai Anda, dan jangan lupa, lakukanlah yang terbaik juga untuk orang yang membenci dan dibenci Anda. Siapa tahu esok Anda akan . . . ???

Wednesday, March 07, 2007

DI MANAKAH ALLAH?

Daniel 11
Di manakah Allah?
“Pada waktu yang ditetapkan ia akan memasuki pula negeri Selatan . . .” (Dan. 11:29)

Kali ini penonton benar-benar kecewa. Ada apa gerangan? Ya, karena Allah tidak ikut atraksi dalam medan laga di pasal 11. Lho kok? Coba perhatikan pasal 11 dengan teliti. Adakah Allah in action dalam pasal itu? Tidak terlihat, bukan? Malahan, pasal ini dikuasai oleh kisah kekacauan yang luar biasa. Raja-raja saling berperang demi kekuasaan (ay. 7), manusia dikuasai oleh kemunafikan dan tipu muslihat (ay. 21), tempat kudus dan orang-orang saleh akan dihancurkan (ay. 31-33). Penindasan, penyiksaan, penderitaan, inilah wajah Daniel 11. Penonton pun akhirnya kecewa. Allah tidak terlihat in action dalam pasal itu.

Tapi tunggu . . . jangan kecewa dulu! Kali ini penonton bisa salah. Siapa bilang Allah tidak in action dalam pasal 11? Ada dua indikasi penting yang menunjuk pada Allah yang beraksi. Misalnya: (1) Perhatikan kata-kata “waktu yang telah ditetapkan” dalam ayat 27, 29, 35. Sejarah manusia bisa saja kacau, tetapi ketiga ayat ini menyebutkan bahwa Allahlah yang menetapkan waktu untuk setiap peristiwa; (2) Perhatikan kata-kata “ia akan menemui ajalnya, dan tidak ada seorang pun yang menolongnya” dalam ayat 45. Ayat ini berbicara tentang kekuasaan Allah yang melampaui kejahatan. Kejahatan akan menemui ajalnya, dan tidak ada seorang pun yang dapat menolongnya. Jadi, sekarang, apakah penonton masih kecewa?

Kehidupan orang Kristen memang bisa semrawut luar biasa seperti kisah Daniel 11. Dan, yang membuat orang Kristen bisa lebih kecewa adalah ia sulit untuk melihat Allah yang beraksi dalam sepanjang kehidupannya. Namun Daniel 11 mengingatkan kita akan lagu “Jalan Hidup Tak Selalu”. Masih ingat liriknya? Begini: Jalan hidup tak selalu, tanpa kabut yang pekat. Namun kasih Tuhan nyata, pada waktu yang tepat. Mungkin langit tak terlihat, oleh awan yang tebal. Di atasnyalah membusur, p’langi kasih yang kekal. Ref: Habis hujan tampak p’langi, bagai janji yang teguh. Di balik duka menanti, p’langi kasih Tuhanmu.

Lagu itu tidak menceritakan tentang hujan api, gempa bumi, laut terbelah dan segala macam perbuatan spektakuler Allah. Tetapi itu tidak berarti bahwa Allah tidak beraksi. Allah tetap beraksi. Pelangi kasihlah yang membuktikan Allah tetap perkasa dan berkuasa. Inilah yang sering tidak dilihat oleh orang Kristen. Ia kurang teliti melihat Allah yang beraksi dalam kehidupannya. Sama kurang telitinya seorang penonton yang bertanya di manakah Allah dalam Daniel 11. Betul tidak?

Tolong kami, ya Tuhan, untuk melihat perbuatan-Mu meski dalam hal-hal yang biasa

Tuesday, March 06, 2007

JADILAH KUAT!


Daniel 10
“Hai engkau [Daniel] yang dikasihi, janganlah takut, sejahteralah engkau, jadilah kuat, ya, jadilah kuat!” (Dan. 10:19)

Masalah belum selesai. Kesusahan belum juga reda. “Kapankah aku melihat hari bahagia? Akankah aku melihatnya?” Mungkin inilah pertanyaan-pertanyaan Daniel ketika menjalani hari demi hari yang penuh dengan kesengsaraan. Ingat, Daniel tidak saja mengalami kesusahan karena dijajah, tetapi penglihatannya juga telah menimbulkan kesusahan tertentu bagi dirinya. Dan kali ini, Daniel mengalami kesusahan karena ia menerima firman yang menyusahkan pada tahun ketiga pemerintahan Koresh, raja orang Persia (ay. 1).

Itu sebabnya Daniel berkabung selama tiga minggu penuh, tidak memakan makanan yang sedap, dan tidak mandi selama tiga minggu. Apakah kita bisa merasakan betapa susahnya Daniel waktu itu? Sudah sekian lama Daniel dan bangsanya bersabar dan menunggu hari-hari pembebasan. Hari di mana Allah beraksi untuk “unjuk gigi”. Tapi kapankah hari itu tiba? Daniel pun kelu hatinya. Tapi tiba-tiba, ada suatu makhluk yang menyapa Daniel dan berkata, “Hai engkau yang dikasihi, jadilah kuat, ya, jadilah kuat!” Dan akhirnya, Daniel pun kembali menjadi kuat. Ya, kuat untuk menjalani kesusahan dan menanti hari kemenangan yang ditunggu-tunggu selama ini.

Kisah ini, kurang lebih, memiliki kemiripan dengan kisah Yesus sewaktu di Getsemani. Di sana kita melihat Yesus, Anak Manusia, yang sedang kelu hati-Nya. “Hatiku sangat gentar, seperti mau mati rasanya,” itulah curahan hati kepada ketiga murid-Nya. Sangat berat kesusahan yang ditanggung-Nya. Apalagi sebenarnya Ia tidak perlu menanggung kesusahan itu. Di tengah kesusahan itulah, injil Lukas mencatat, “Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepada-Nya untuk memberi kekuatan pada-Nya.” Akhirnya, Yesus menjadi kuat dan berkata pada murid-Nya, “Bangunlah, marilah kita pergi.”

Adakah kita mengalami kesusahan berat saat ini? Atau mungkin kita merasakan kesusahan yang tidak pernah dialami sebelumnya? Dan, kita mungkin merasa kesepian, tidak ada orang yang bisa mengerti kita, dan rasanya hanya kita sajalah yang menanggung kesusahan berat ini. Semua meninggalkan kita. Inikah yang kita alami? Bila ya, cepat berlarilah pada Tuhan, berdoalah agar Tuhan membisikkan kepada kita, “Jadilah kuat, ya, jadilah kuat!”


Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! (Mzm. 46:11)

Monday, March 05, 2007

BERSYUKUR ATAS NAPAS YANG LEGA

Saya kira kita semua pernah mengalami hidung yang buntu. Biasanya, hal itu terjadi pada masa-masa kita menderita pilek. Akhir-akhir ini, saya pun mengalami hidung buntu. Wah Anda tahu sendiri rasanya. Saya menjadi sulit bernapas yang akhirnya membuat saya tidak bisa tidur malam dengan nyenyak karena saya harus bernapas dengan mulut. Beberapa hari saya alami hal ini.

Dari pengalaman itu, saya share dengan istri tentang seorang jemaat yang pernah saya kunjungi. Orang ini sudah tidak bisa diajak lagi bicara karena sudah memasuki tahap koma akibat penyakit stroke yang parah. Ia harus dibantu dengan infus untuk menyuplai makanannya. Namun tekanan yang saya share-kan pada waktu itu adalah saya melihat bagaimana dia bernapas dengan mulutnya. Entah kenapa, ia sudah tidak bisa lagi bernapas dengan hidungnya. Wah sungguh memprihatinkan, karena dia harus bernapas dengan mulut maka bibirnya menjadi pecah-pecah.

Lalu share ini saya tutup dengan perenungan bersama istri, "Kita ini jarang mengucap syukur kalau kita bisa bernapas dengan lega, dengan menggunakan hidung." Sekarang, teman-teman, yuk kita syukuri lagi atas hidung yang membuat kita bisa bernapas dengan lega. Anda sendiri pasti pernah merasakan tidak enaknya bernapas dengan mulut karena hidung yang buntu/tersumbat. Sebab itu, bila sekarang kita bisa bernapas dengan hidung, yuk kita mensyukurinya. Tarik napas Anda dalam-dalam, rasakan kelegaannya, lalu buanglah napas itu perlahan-lahan sambil mengatakan, "Thanks God."

Sunday, March 04, 2007

DOA KOMUNAL

Daniel 9
“Kami telah berbuat dosa dan salah, kami telah berlaku fasik dan telah memberontak, kami telah menyimpang dari perintah dan peraturan-Mu.” (Dan. 9:5)

Kita bisa sedikit bernapas dengan lega ketika membaca pasal ini. Mengapa? Karena, meski tidak semua ayat dapat dipahami, namun setidaknya kita dapat memahami doa Daniel pada ayat 1-19. Isi doanya masih terkesan akrab di telinga kita. Namun karena sedemikian akrabnya, kita justru dapat melalaikan hal yang penting dalam isi doa tersebut. Hal penting inilah yang justru menjadi keunikan doa Daniel. Hal penting apakah yang terdapat dalam doanya?

Doanya bersifat komunal, inilah hal penting itu. Maksudnya di sini adalah meski Daniel berdoa secara pribadi kepada Tuhan, namun ia berdoa dengan menggunakan kata “kami”. Ya, Daniel selalu menggunakan kata “kami” dalam setiap ayat doanya. Bahkan, ketika Daniel berdoa untuk mengaku dan memohon pengampunan dosa atas bangsa Israel, ia tidak memakai kata “mereka” tetapi kata “kami”. Mengapa? Saya terka karena Daniel merasa bahwa ia tidak bisa dipisahkan dari komunitas (kumpulan orang) Israel. Sebab itu, bila komunitasnya berbuat dosa, maka ia pun sadar bahwa dirinya terhisap di dalam perbuatan dosa itu. Inilah yang membuat Daniel menggunakan kata “kami” dalam doanya.

Apakah kita sering menaikkan doa komunal? Lawan kata dari doa komunal adalah doa individual. Contohnya seperti orang Farisi yang berdoa demikian, “Ya Allah aku mengucap syukur kepada-Mu karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini.” Ia sangat senang memakai kata “aku” dan “mereka”. Perhatikan perbedaan kedua kata itu. Cukup tajam, bukan? Itulah doa individual.

Berbeda halnya dengan doa komunal. Isi doanya mencerminkan bahwa apa yang dilakukan komunitasnya, ia pun juga terhisap dalam perbuatan itu. Ambillah contoh yang paling gamblang, yaitu dalam keluarga. Andai ada seorang anak melakukan kejahatan, maka apa yang orang katakan tentang anak itu? “Anak siapa ini?” atau “siapa toh papa mamanya?” Itulah komentar yang sering diungkapkan. Apa sebabnya? Karena, perbuatan satu anggota akan dipengaruhi dan mempengaruhi anggota-anggota yang lain. Sekarang, coba lakukan doa komunal seperti Daniel ketika kita mendoakan jemaat, atau rekan kerja, atau bahkan rakyat Indonesia yang sedang mengalami krisis moral. Selamat mencoba!

Kita hidup bagaikan sebuah jaringan. Satu rusak, maka semua akan terganggu.

Saturday, March 03, 2007

LITTLE BOY'S PRAYER


This little boy speaks to Jesus in his nightly prayers...
In the darkness of the night the little boy slips out of bed,
Drops to his knees, shuts his big blue eyes, and bows his head.
Dear Jesus, please don't get mad for it's only me again, You know I love you and you always do what you can.
Each night I talk to you and ask the same things over and over. And I'm sure by now you know I have a new dog named Rover.
My mommy and little sister love Rover, I'm sure they do, And Jesus, "Why don't my Dad come home and love him, too?
He must not love us, Mommy, my sister and surely not me,
But I know if he saw Rover, he would love him too you see.
My friend, Jimmy across the street has a big dog,too.
Sometimes I look out my window and see things they do.
Jimmy and his dog have so much fun, 'specially with his Dad, I'm glad for him but sometimes it really makes me sad.
And Jesus, when my Dad went away it made my mommy cry. I love her so and to be the man of the house I really try,
But it is very hard and the nights are so long and dark,
And you must know how much it helps when I hear Rover bark.
Jesus, does my Dad live with you? Mommy says it is true,
And that he loves me, so would you tell him, "I love him, too.!"
Goodnight Jesus

Taken from: http://www.authorsden.com/visit/viewpoetry.asp?AuthorID=3371&id=2340

Friday, March 02, 2007

KUATKANLAH HATIMU!

Daniel 8
“Sampai lewat dua ribu tiga ratus petang dan pagi, lalu tempat kudus itu akan dipulihkan dalam keadaan yang wajar” (Dan. 8:14)

2300 Petang dan pagi? Apa maksudnya? Ada yang mengatakan bahwa angka tersebut benar-benar mengindikasikan 2300 hari. Ada pula yang mengatakan bahwa angka itu mengindikasikan 2300 tahun. Ada yang mengatakan bahwa angka tersebut menunjuk pada periode 1.150 hari. Dan, ada juga yang memandang angka tersebut sebagai simbolisasi dari periode yang sangat lama. Kok bisa? Semua pandangan ini memiliki alasannya masing-masing dan saya tidak mungkin menyajikan perdebatan keempat pandangan itu.

Untuk saat ini, saya hanya menyajikan pandangan saya sebagai acuan renungan kita. Bagi saya, 2300 petang dan pagi merupakan simbolisasi dari periode yang sangat lama. Hal ini dapat diilustrasikan sebagai berikut: Bayangkan, Anda sedang menunggu seorang teman yang sudah melewati 3 jam dari waktu yang telah disepakati. Nah, setelah melewati waktu sekian lama, akhirnya teman Anda datang. Dengan rasa jengkel, Anda langsung berkata, “Saya sudah menunggumu 100 tahun lamanya!” Nah menurut Anda, apakah arti angka 100 tahun? Bukankah Anda sedang membicarakan tentang periode yang sangat lama?

Sama halnya dengan angka 2300 petang dan pagi. Sekali lagi, angka itu hanya menunjuk pada periode yang sangat lama. Tapi periode apa itu? Periode itu merupakan periode penderitaan bangsa Israel. Memang benar bahwa Daniel 7 menegaskan bahwa bangsa Israel masih memiliki pengharapan di dalam Tuhan, tapi Daniel 8 mengingatkan bahwa periode penderitaan di dunia masih belum berakhir. Adanya harapan di pasal 7 tidak berarti periode penderitaan telah berakhir. Periode itu masih berlangsung lama.

Pesan penglihatan ini sebenarnya senada dengan peringatan Yesus kepada para murid-Nya. Tanpa tedeng aling-aling, Yesus berkata, “. . . Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu” (Yoh. 15:19). Perkataan ini keras. Tapi inilah kenyataan hidup bagi orang Kristen. Kita memang akan mendapatkan harapan keadilan dari Tuhan kelak, tapi kini kita masih hidup dalam periode penderitaan di dunia ini. Ya, periode itu masih berlangsung lama, ia belum berakhir saat ini. Aduh, mengapa kita mesti mendengar pesan yang tidak enak ini? Yesus berkata dalam Yohanes 16:1, “Semuanya ini kukatakan kepadamu, supaya kamu jangan kecewa dan menolak Aku.”


Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu,
Aku telah mengalahkan dunia
(Yesus Kristus—Yoh. 16:33)

Thursday, March 01, 2007

A PRAYER FOR TODAY

Eternal God, in whose perfect kingdom no sword is drawn
but the sword of righteousness, no strength known but the strength of love:
So mightily spread abroad your Spirit, that all peoples
may be gathered under the banner of the Prince of Peace,
as children of one Father;
to whom be dominion and glory,
now and for ever.
Amen.

(Book of Common Prayer)

YA, MASIH ADA HARAPAN!

Daniel 7
“Lalu diberikannya [anak manusia] kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja . . .” (Dan. 7:14a)

Ora mudeng! Mungkin inilah pikiran kita ketika membaca pasal 7. Apa sebabnya? Karena pasal ini berisi tentang penglihatan Daniel yang tidak akrab di telinga kita. Nah “kabar baiknya” adalah kita akan terus membaca penglihatan Daniel dari pasal 7 hingga pasal terakhir. Tapi jangan terlalu khawatir, saya akan mencoba menggali maknanya sehingga kita akan melihat keindahan firman Tuhan melalui semua penglihatan Daniel.

Sekarang, pertanyaannya adalah siapakah “anak manusia” yang disebut dalam pasal 7 ayat 13 itu? Acapkali, orang Kristen memahami istilah “anak manusia” sebagai Yesus Kristus yang dinubuatkan oleh Daniel. Tapi tunggu dulu! Sebenarnya pemahaman itu kurang tepat. Ayat 18 dan 27 akan memberikan kita pencerahan. Dalam terang kedua ayat tersebut, “anak manusia” sebenarnya mengacu pada orang-orang kudus di bumi. Mereka adalah orang-orang yang setia kepada Tuhan meski dunia seringkali menekan kehidupannya.

Lantas, Daniel melanjutkan bahwa orang-orang kudus itu akan diberikan kekuasaan, kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja oleh Yang Lanjut Usia (ay. 13, 14). Terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) menerjemahkan “Yang Lanjut Usia” sebagai “Dia yang hidup kekal”. Jelas sekali, istilah ini mengacu pada Tuhan yang memberikan harapan akan keadilan bagi orang-orang kudus atau bangsa Israel yang berada dalam tirani jajahan raja Babel. Dan memang inilah pesan penglihatan Daniel kali ini. Oh betapa meneguhkannya pesan tersebut bagi bangsa Israel yang sedang tertindas. Ya, masih ada harapan!

Bukan saja untuk bangsa Israel, tapi juga ada harapan untuk kita. Harapan ini digarisbawahi kembali oleh rasul Yohanes dalam Wahyu 20:4. Coba lihatlah kitab tersebut. Bukankah pesan ini dapat memberikan harapan bagi kita yang merasa sudah tidak ada lagi harapan di dunia ini? Demi melakukan kebenaran, kita mungkin menjadi orang yang sering ditindas, difitnah, diremehkan, diancam, dan selalu tidak mendapatkan keadilan. Daniel 7 memang tidak memberikan jalan pintas bagi setiap masalah, tapi paling tidak pesannya akan memberikan kita pengharapan yang tak dapat direnggut oleh dunia. Yaitu harapan akan keadilan dari Tuhan. Karena itu, tetap perjuangkan kebenaran sambil menatap harapan itu!

“. . . kita lebih daripada orang-orang yang menang, oleh Dia yang mengasihi kita
(Rm. 8:37)