Thursday, December 24, 2009

SOLOPOS

Edisi : Kamis, 24 Desember 2009 , Hal.4
Kesederhanaan Natal

Warren Edward Buffett adalah nama yang pasti tidak asing lagi di telinga kalangan pengusaha Amerika Serikat (AS). Pria kelahiran Kota Omaha, Nebraska, AS ini terkenal sebagai investor dan pengusaha raksasa dengan perkiraan pendapatan bersih US$44 miliar pada tahun 2005.

Pada 2008, total kekayaannya mencapai US$62 miliar. Majalah bisnis Forbes mendudukannya sebagai orang terkaya di dunia pada tahun 2008.
Tentu Anda sudah bisa membayangkan apa saja yang ia miliki saat ini. Tapi menariknya, sewaktu diwawancarai stasiun televisi CNBC, kesan kemewahan yang dibayangkan itu justru tidak tampak. Justru sebaliknya, kesan kesederhanaanlah yang sangat tampak dalam kehidupannya selama ini.
Hingga saat ini, ia hidup dalam sebuah rumah kecil di tengah Kota Omaha dengan tiga kamar tidur. Rumah yang sudah ditinggali sejak 50 tahun lalu setelah pernikahannya itu tidak memiliki tembok ataupun pagar yang mengelilinginya. Meski jauh dari kesan mewah, tapi ia mengatakan, ”Aku memiliki segalanya di rumah ini.”
Ia menyetir mobilnya sendiri dan tidak memiliki seorang sopir maupun petugas keamanan di sekitarnya. Ia tidak pernah bepergian dengan pesawat jet pribadinya, meski ia memiliki perusahaan pesawat jet terbesar di dunia. Ia tidak banyak bergaul dengan kelompok sosial-ekonomi papan atas. Ia tidak memiliki telepon genggam atau komputer di mejanya.
Di depan kaum muda, ia sering berpesan beberapa hal, antara lain, pertama, uang tidak menciptakan manusia, tapi manusialah yang menciptakan uang. Kedua, jalani kehidupanmu sesederhana mungkin. Ketiga, jangan buang uangmu untuk hal-hal yang tidak berguna, tapi sisihkan uangmu untuk orang-orang yang membutuhkan.
Kesederhanaan hidup Warren E Buffett pasti amat mencengangkan banyak orang. Bagaimana mungkin orang yang amat kaya, bahkan terkaya di dunia, bisa hidup sesederhana itu? Ini amatlah langka, tapi patut dijadikan pedoman hidup orang lain dalam lautan konsumerisme saat ini.
Tapi ini baru seorang yang bernama Warren E Buffett. Belum seorang yang bernama Yesus Kristus. Lukas 2: 11-12 mencatat perkataan malaikat kepada para gembala di padang. ”Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.”
Bayangkan, Yesus bukan saja pribadi yang terkaya di dunia, tapi termaha di dunia dan seluruh jagat raya. Mahakaya, Maha Ada, Mahakuasa dan maha-maha lainnya. Tapi bagaimana mungkin Ia bisa lahir di tempat yang amat sederhana itu? Bagaimana mungkin Ia bisa lahir lewat seorang wanita yang tidak terkenal? Bagaimana mungkin Ia bisa lahir dari seorang anak tukang kayu?
Di Hari Natal yang berbahagia ini, marilah kita bukan hanya mengagumi kesederhanaan hidup Yesus, tapi juga menjalani kesederhanaan itu sendiri. Ingat, hari Natal pada awalnya bukanlah hari yang penuh dengan riuh-gemuruh pesta, makanan yang mewah dan dekorasi yang mahal. Sebaliknya, Natal awalnya adalah hari yang amat sepi, amat sunyi dan yang pasti amat sederhana. Kembalilah pada semangat Natal mula-mula, yaitu semangat kesederhanaan.

Kemewahan dunuawi
Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Iran, negara yang kaya minyaknya, pernah diwawancarai oleh TV Fox AS soal kehidupan pribadinya. Pertanyaan yang ditujukan padanya adalah, ”Saat Anda melihat di depan cermin setiap pagi, apa yang Anda katakan pada diri Anda?” Jawab Ahmadinejad adalah, ”Saya melihat orang di cermin itu dan mengatakan padanya: Ingat, kau tak lebih dari seorang pelayan, hari di depanmu penuh dengan tanggung jawab yang berat, yaitu melayani bangsa Iran.”
Satu hal yang membuat kagum staf kepresidenannya adalah tas sederhana yang tiap hari dibawanya berisi roti keju buatan istrinya. Ia memakannya dengan gembira. Ia juga menghentikan kebiasaan makan makanan khusus kepresidenan. Selain soal makanan, ia juga tidak mau memakai pesawat terbang kepresidenan. Ia meminta terbang dengan pesawat kelas ekonomi.
Wow, mengagumkan! Tapi sekali lagi jangan hanya kagum. Segeralah susuri jalan kesederhanaan tersebut mulai dari sekarang. Ingat, kehidupan yang sederhana adalah semangat Natal mula-mula. Jangan kita cemari dengan pola hidup yang ingin menunjukkan kemewahan duniawi. Henry W Longfellow, seorang penyair, mengatakan, ”In character, in manner, in style, in all things, the supreme exellence is simplicity (dalam karakter, sikap, gaya, dalam segala hal, kesederhanaan adalah hal yang terindah).” - Oleh : Andrew Abdi Setiawan, Rohaniwan di Gereja Kristen Kalam Kudus Solo

Tuesday, August 04, 2009

LEBAT TAPI TAK BERBUAH



Kisah Yesus mengutuk pohon ara sungguh menarik. Pada awalnya, saya sempat "emosi" dengan-Nya . . . betapa tidak, kok Yesus tega-teganya mengutuk pohon ara itu. Tapi setelah direnungkan lebih dalam, ternyata Yesus sedang menyampaikan pesan penting bagi para pelayan Tuhan sepanjang zaman. Pesan itu kini telah disajikan dalam sebuah buku terbitan Kanisius yang berjudul:

Lebat tapi Tak Berbuah.

Selamat membaca!


"Biarpun sudah banyak buku renungan sejenis, tetapi tulisan Andrew ini memberikan nuansa lain . . . Dialog imajiner dengan Henri J. M. Nouwen menjadi salah satu renungan yang menarik bagi saya"
(Pdt. Jimmy Singal--Ketua Yayasan Kalam Kudus Indonesia)

Buku ini bisa didapatkan di Tb. Kanisius terdekat atau kontak saya di: andrew_setiawan80@yahoo.com.sg

Thursday, June 04, 2009

Terjadi Pembiaran terhadap Penderita Gangguan Jiwa

Senin, 1 Juni 2009 | 19:15 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Di Indonesia hanya 3,5 persen penderita gangguan jiwa berat yang mendapatkan terapi oleh petugas kesehatan. Artinya 96,5 persen di antaranya tidak mendapatkan pengobatan yang semestinya. Tindakan pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah ters ebut dinilai melanggar hak asasi manusia para penderita gangguan jiwa.

"96,5 persen penderita yang tidak mendapat pengobatan itu umumnya dikurung, dipasung, atau menggelandang," kata Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat Yeni Rosa Damayanti saat audiensi dengan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta, Senin (1/6).

Rombongan Perhimpunan Jiwa Sehat tersebut diterima oleh Ketua Komnas HAM Joni Simanjuntak dan Stanley Prasetyo Adi dari Sub Komisi Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM.

"Ada empat soal yang perlu didalami oleh Komnas HAM: tumpang tindih soal kewenangan, perlakuan medis, perhatian pemerintah, dan ketersediaan tenaga ahli atau dokter untuk menangani penderita gangguan jiwa," kata Joni Simanjuntak.

Hasil investigasi Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial DKI Jakarta didapat data jumlah Warga Binaan Sosial (WBS) atau pasien yang meninggal dunia di Panti Cengkareng sejak 2007-Mei 2009 sebanyak 253 pasien, Panti Cipayung sebanyak 70 orang, Panti Ceger sebanyak 7 orang, Panti Daan Mogot sebanyak 15 orang, dan di Rumah Sakit Duren Sawit sebanyak 172 pasien. Jadi total WBS atau pasien yang meninggal di lima tempat tersebut sejak tahun 2007-Mei 2009 sebanyak 517 pasien.

Penyebab WBS/pasien tersebut meninggal antara lain karena malnutrisi (kurang gizi). Anggaran untuk konsumsi hanya Rp 15.000 per orang per hari, diare, anemia, dan pada waktu masuk panti WBS hasil razia telah menderita berbagai penyakit fisik (sakit kulit, TBC, anemia, dan lain-lain).

Banyaknya WBS atau pasien di panti-panti tersebut yang meninggal tersebut menunjukkan tidak adanya perhatian pemerint ah terhadap penderita gangguan jiwa. Alokasi anggaran hanya 1,5 persen dari keseluruhan anggaran kesehatan di APBN.

Hervita Diatri, psikiater dari Psikiatri Universitas Indonesia yang bertugas paruh waktu ke panti mengatakan, banyak pasien yang tidak mendapatkan lanyanan meski sudah banyak mobile clinic. Kondisi di panti pun memprihatinkan, seperti tidak ada yang mengawasi WBS makan atau tidak, WBS yang gaduh gelisah dicampur dengan yang tenang, panti kekurangan tenaga yang mampu menangani WBS, bahkan ada kepala panti yang merupakan pekerja sosial yang sama sekali tidak tahu soal kesehatan jiwa.

Budiana Keliat PhD dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia menyatakan, tenaga perawat untuk mengurus para penderita gangguan jiwa di panti-panti juga masih sangat kurang.

"Dua atau tiga perawat harus mengurus 600 pasien itu tentu tugas yang sangat berat," kata Budianan Keliat.

Mengapa pemerintah tidak memberikan perhatian pada penderita gangguan jiwa, menurut psikiater dr Pandu Setiawan SpKJ, dari sudut pandang kesejarahan isu kesehatan dianggap tidak penting jika tidak mengarah kepada kematian.

"Jadi gangguan jiwa tidak dianggap penting karena tidak menyebabkan kematian, tapi terbukti sekarang justru gangguan jiwa menjadi beban yang lebih berat dibandingkan penyakit jantung, atau penyakit lainnya," kata Pandu Setiawan.

Selain persoalan gangguan jiwa berat, yang harus juga mendapatkan perhatian adalah 18,6 juta penduduk Indonesia (11.6 persen) yang berusia di atas 15 tahun mengalami masa lah mental emosional (di luar gangguan jiwa berat). Di DKI Jakarta saja jumlah orang yang mengalami masalah mental emosional di atas rata-rata nasional yaitu 14,1 persen atau 1.275.000 penduduk Jakarta yang berusia di atas 15 tahun.

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/06/01/19150043/terjadi.pembiaran.terhadap.penderita.gangguan.jiwa.

Wednesday, May 27, 2009

Jangan Salah Didik Anak Ya!

Senin, 25 Mei 2009 | 16:36 WIB

KOMPAS.com - Sedikitnya tujuh potensi kecerdasan utama pada manusia. Ada kecerdasan linguistik atau verbal, kecerdasan numeris atau logis, kecerdasan visual atau spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal atau sosial, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan natural.

Sayang, banyak orang tua bahkan guru salah dalam mendidik anak. Mereka kurang memahami perilaku anaknya, termasuk dalam cara mendidik anaknya agar tumbuh dan berkembang menjadi anak cerdas.

Seringkali anak yang hiperaktif, suka mengganggu teman, dicap sebagai anak bandel. Anak yang tidak suka membaca dikatakan anak malas belajar. Bahkan ada orang tua memaksa sedemikian rupa anaknya supaya rajin belajar tetapi hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Ini karena banyak orang tua belum menyadari berbagai aspek tentang hal-hal yang mempengaruhi kemampuan atau kecerdasan anak-anaknya.

Motivator Pendidikan, Yusef J. Hilmi pada seminar Cara cerdas menjadikan anak cerdas di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulsel menyebutkan ada banyak cara mengoptimalkan kecerdasan anak mulai dari asupan gizi, peranan musik untuk belajar dan menggunakan otak kanan dan kiri secara seimbang.

Otak kiri menunjukkan kemampuan yang berkaitan dengan analitik, seperti rasional, analisis, matematis, dan bahasa verbal. Sedangkan otak kanan berkaitan dengan kemampuan kreatif seperti intuitif, lagu dan musik, bahasa gambar, simbol, dan imajinasi. Maka orang tua sebisa mungkin memberikan sebuah lingkungan yang merangsang aktivitas dan fungsi belahan otak kiri dan juga kanan, ujarnya.

Hal-hal yang dapat dilakukan orang tua untuk membangun kecerdasan antara lain dengan memberikan anak sebuah kehidupan yang lebih nyaman dengan banyak memberi senyuman.

Biarkan anak menangis atau bersedih pada saat dirinya terluka secara emosional atau fisik, menyendiri ketika dia perlu mengerjakan sesuatu. Dan bersemangat serta membiarkannya ketika sedang sangat gembira, urainya.

Yusef menganjurkan agar komunikasi dengan anak sebaiknya dalam konteks membangun percaya diri anak. Anggaplah benar segala omongan anak. Tugas pendengar adalah membiarkan anak menyelesaikan pembicaraannya. Tugas pendengar adalah mengkondisikan agar keluar semua yang ingin dibicarakan.

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/05/25/16360674/jangan.salah.didik.anak.ya

Monday, May 25, 2009

Wanita Punya Andil dalam Perselingkuhan Pasangannya?

Kamis, 14 Mei 2009 | 16:03 WIB

KOMPAS.com - Pembahasan tentang perselingkuhan memang tidak ada habis-habisnya. Misalnya, mengapa pria berselingkuh? Konsultan perkawinan M. Gary Neuman membongkar kembali penelitian yang pernah dilakukannya mengenai ketidaksetiaan pria, dan mendapati bahwa kebanyakan jawabannya datang dari sudut pandang wanita. Apakah pria akan memberikan jawaban yang sama? Maka Neuman melakukan survei terhadap 200 suami yang pernah berselingkuh maupun tidak, untuk mendapatkan alasan sebenarnya di balik ketidaksetiaan pria. Hasilnya ia susun dalam buku berjudul The Truth About Cheating. Simak sebagian hasilnya berikut ini.

48% pria mengatakan ketidakpuasan emosional sebagai penyebab mereka berselingkuh.
Hanya 8% dari pria mengatakan bahwa ketidakpuasan seksual adalah faktor utama dalam perselingkuhan yang dilakukan. "Budaya kita mengatakan bahwa yang diperlukan pria untuk bahagia adalah seks," ujar Neuman. "Namun pria juga mahluk yang emosional. Mereka ingin pasangannya menunjukkan bahwa mereka dihargai, dan mereka ingin perempuan mengerti betapa sulit baginya untuk menyelesaikan masalah."

Pria memang tidak seperti wanita yang mudah mengekspresikan perasaannya, sehingga kita seringkali tidak tahu jika Si Dia membutuhkan pengakuan. Kebanyakan pria juga menganggap bahwa menuntut perhatian dari pasangan akan terkesan cengeng, namun di sisi lain mengakibatkan kebutuhan emosional mereka tidak terpenuhi. "Anda dapat menciptakan budaya saling menghargai dan memperhatikan dalam pernikahan. Sekali Anda melakukannya, pasangan pasti akan menerimanya," tambah Neuman.

66% pria yang berselingkuh mengaku merasa bersalah.
Ternyata, bukan cuma pria "brengsek" yang pernah berselingkuh. Dalam kenyataannya, 68% orang yang berselingkuh tak pernah berharap bahwa mereka akan tidak setia, dan hampir semua berharap tidak melakukannya, demikian hasil penelitian Neuman. Namun Anda tahu, rasa bersalah saja ternyata tidak menghentikan tindakan pria untuk berselingkuh. Pria, menurut Neuman, pandai membagi-bagi perasaan. Mereka bisa menahan perasaan mereka, dan menyelesaikannya belakangan. Jadi, meskipun pasangan Anda bersumpah tak akan berselingkuh, tetap lah waspada. Lebih baik Anda terus mengusahakan hubungan dan komunikasi yang harmonis.

77% pria yang berselingkuh memiliki teman baik yang juga berselingkuh.
Berteman dengan orang-orang yang tidak jujur dengan pasangannya membuat selingkuh seperti sesuatu yang normal, dan menganggapnya sebagai peluang. Ia akan berpikir, temannya adalah orang baik yang pernah membohongi istrinya. Kita memang tak bisa melarang pasangan untuk berteman dengan teman-temannya itu, namun kita bisa meminta agar suami lebih banyak menghabiskan waktu bersama di lingkungan yang tidak memungkinkan orang berselingkuh, misalnya di tempat olahraga atau di restoran keluarga. Strategi lainnya yang lebih mungkin dilakukan adalah membangun lingkungan sosial yang terdiri atas pasangan-pasangan yang harmonis.

40% pria yang berselingkuh menemui WIL-nya di tempat kerja.
"Seringkali wanita yang dijadikan selingkuhan di kantor adalah orang yang memujanya, mengaguminya, dan sering menghargai usahanya," jelas Neuman. Itulah sebabnya, penting bagi pria untuk merasa dihargai di rumah. Untungnya, ada peringatan yang jelas untuk melihat bahwa suami sedang dekat dengan rekan kerjanya: Jika ia beberapa kali menyebut nama seorang rekan kerja wanitanya, Anda harus mulai waspada. Inilah waktu bagi Anda berdua untuk menetapkan batasan-batasan apa yang boleh dan tidak boleh di tempat kerja, demikian saran Neuman. Bolehkah ia bekerja lembur jika di kantor hanya ada dia dan rekan wanitanya tersebut? Bisakah mereka melakukan perjalanan dinas bersama? Makan bersama di luar untuk mendiskusikan pekerjaan? Tanyakan pula apakah hal ini juga berlaku untuk Anda dengan rekan kerja pria di kantor Anda.

Hanya 12% pria berselingkuh yang mengatakan kekasih gelapnya lebih menarik daripada istrinya.
Dengan kata lain, pria tidak berselingkuh karena mengira akan melakukan hubungan seksual yang lebih hebat dengan wanita yang lebih menarik. Dalam banyak kasus, pria berselingkuh untuk mengisi kekosongan emosional. Pria merasakan koneksi dengan wanita lain, dan seks adalah sarananya. Maka jika Anda mengkhawatirkan ketidaksetiaan, berfokus lah untuk membentuk hubungan yang lebih bersifat memenuhi kebutuhan emosional pasangan, bukan sekadar mempercantik diri atau menguasai suatu posisi seks baru. Namun seks juga penting; inilah salah satu cara pria mengekspresikan cinta dan perasaannya pada Anda.

Hanya 6% pria berselingkuh yang melakukan hubungan intim degnan wanita yang ditemuinya pada hari yang sama.
Sebanyak 73% pria ingin mengenal wanita yang menjadi sasaran perselingkuhannya lebih dari sebulan sebelum mulai berselingkuh. Artinya, Anda seharusnya dapat menangkap tanda-tandanya sebelum perselingkuhan itu terjadi. Perhatikan, apakah ia mulai menghabiskan waktu lebih banyak di luar, berhenti mengajak bercinta, lebih sering menyulut pertengkaran, atau tidak menjawab panggilan Anda. Jika Anda berinisiatif mengkonfrontasinya, kebanyakan pria akan mengatakan bahwa berpikir untuk selingkuh pun tidak pernah, terutama jika hubungan secara fisik memang belum terjadi. Jika hal ini terjadi, saran Neuman, Anda lah yang harus mengontrol perilaku Anda. Jangan ragu menunjukkan penghargaan Anda untuknya, cari waktu untuk jalan-jalan bareng, dan tunjukkan inisiatif Anda untuk bercinta. Sampaikan juga bahwa Anda merasa ada sesuatu yang terjadi, tanpa menuduhnya, seperti, "Rasanya kok kita sekarang sudah jarang jalan-jalan bareng lagi, ya? Aku nggak pingin hubungan kita makin renggang."

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/05/14/16035223/wanita.punya.andil.dalam.perselingkuhan.pasangannya

25 Persen Pria di Kota Besar Pernah Selingkuh

Rabu, 20 Mei 2009 | 22:44 WIB

KOMPAS.com - Psikolog Universitas Indonesia (UI) Yudiana Ratnasari, MSi, mengatakan, sekitar 25 persen pria yang sudah menikah khususnya yang tinggal di kota besar seperti Jakarta pernah melakukan perselingkuhan, dan 15 persen wanita yang berselingkuh adalah mereka yang sudah bekerja dengan alasan lebih bersifat emosional, seperti cinta (love) dan mendapat perhatian (care).

Yudiana mengatakan hal itu dalam dialog interaktif tentang memahami titik kritis sepanjang rentang kehidupan laki-laki dan perempuan menuju pembentukan keluarga hamonis yang dikuti ratusan anggota Dharma Wanita Persatuan BKKBN dan karyawati BKKBN di Jakarta, Selasa.

Ia mengemukakan pula, data kasus perselingkuhan itu berdasarkan hasil sejumlah lembaga suvei.

Menurut dosen Fakultas Ilmu Psikologi (FPsi) UI itu, alasan pria sudah menikah melakukan perselingkuhan, karena alasan petualangan seksual, mengatasi kebosanan dengan pasangannya di rumah, ingin mendapatkan pelayanan seksual yang lebih baik, serta ingin lebih sering melakukan hubungan seksual.

Yudiana berharap, pasangan suami istri yang telah melewati usia perkawinan lebih dari 10 tahun mulailah untuk kembali mengisi kembali (charge) rasa cinta, agar perkawinan lebih dinamis dan ada riak cinta yang membuat hubungan tetap romantis, sehingga dapat dicegah upaya berselingkuh di antara suami dan isteri.

"Pasangan suami isteri usia perkawinana lebih 10 tahuan itu biasanya segala sesuatu berjalan seperti mesin, hubungan suami istri tidak lagi melibatkan passion (hasrat). Semata-mata dilakukan karena kewajiban, sehingga segala sesuatu berjalan seperti robot," katanya dalam dialog yang dipimpin Ketua Dharma Wanita Persataun BKKBN, Nurlaila S. Mazwar.

Selain itu, ia mengemukakan, pria umumnya secara lebih terbuka mengungkapkan apa yang diinginkan saat berhubungan intim dengan istrinya dibandingkan dengan perempuan. Bagi pria hubungan seksual juga merupakan salah satu pengungkapan sisi kejantanan, sedangkan untuk wanita sebagai kewajiban sebagai istri.

"Akibatnya, selama suami puas, ya tidak apa-apa toh? Ini pengabdian. Perempuan lebih sopan, pasif, nrimo dalam hal hubungan seksual," katanya.

Oleh karena itu, katanya, para suami dan istri perlu melakukan komunikas yang efektif dalam hal hubungan intim, sehingga tidak menjadi pemicu berselingkuh.

Yudiana menambahkan, hal yang menjadikan sumber konflik pada perkawinan umumnya menyangkut, masalah keuangan, ketidakpuasan terhadap kehidupan seksual, masalah pengasuhan anak, berkurangnya rasa cinta, masalah dalam keluarga besar (saudara), perselingkuhan, masalah komunikasi yang efektif.

Ia menjelaskan, kehidupan manusia terbagai atas empat kwadran, yaitu usia nol hingga 20 tahun sebagai masa anak-anak, usia 20 hingga 40 tahun sebagai masa dewasa muda, usia 40 hingga60 tahun sebagai dewasa madya, dan usia 60 tahun ke atas sebagai masa tua.

Bagi pria dan wanita pada usia dewasa madya adalah munculnya yang disebut krisis paruh baya (midlife crisis) yang pada pria ditandai fokus pada pekerjaan membuat aspek lain dari perkawinan sering terabaikan, menurunnya nafsu seksual, misalnya rambut mulai rontok, dan mengalami serangan jantung pertama.

Hal yang sama juga terjadi pada wanita, seperti munculnya gejala menopause. Gangguan emosional seringkali dikeluhkan, seperti depresi, kemurungan suasana hati (moodiness), bahkan keluhan fisik layaknya susah tidur (insomnia) terjadi pada wanita yang mengalami menopause. Satu tahun sebelum masa menopause umumnya fungsi hormonal mengalami perubahan ibarat permainan roller coaster.

Sementara itu, Kepala Pusat Pelatihan Gender BKKBN, Dr Ratnasari Azhary, yang mewakili Kepala BKKBN, Sugiri Syarief, mengatakan bahwa acara dialog interatif dan seminar dimaksudkan memperingati Hari Kartini diharapkan dapat menjadikan pemahaman dalam mempertahanakan keluarga yang harmonis bagi jajaran keluarga besar BKKBN.

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/05/20/22445647/25.persen.pria.di.kota.besar.pernah.selingkuh

Wednesday, May 20, 2009

Waspada bila Anda Mudah Tersinggung, Mungkin Sedang Depresi!

Selasa, 19 Mei 2009 | 21:34 WIB

KOMPAS.com — Depresi membuat hidup ini menjadi makin sulit. Segala sesuatu tampak tidak ada harapan. Dalam keadaan ini kita merasa seolah sendirian. Padahal, sebenarnya tidak demikian halnya.

Untungnya, banyak ahli jiwa menyebutkan bahwa gejala-gejalanya depresi dapat diatasi dan Anda bisa sembuh dari gangguan ini. Tapi, sayangnya kerapkali kita tidak sadar sedang depresi. Bahkan tidak mau dikatakan sedang depresi. Kalau begitu, apa saja tanda-tanda bahwa kita sedang depresi?

Berikut tanda-tanda depresi menurut situs webmd:
1. Merasa sedih, kosong, tidak ada harapan, dan mati rasa. Biasanya dialami sepanjang hari, setiap hari.
2. Hilangnya minat atas segala hal yang biasanya Anda nikmati. Bisa jadi Anda bakal bosan dengan hobi yang biasa Anda kerjakan. Anda akan merasa kesepian dan tidak tertarik dengan seks.
3. Anda mudah tersinggung atau kecewa. Mudah marah merupakan ciri khas saat depresi. Anda perlu rileks untuk itu.
4. Sulit membuat keputusan bahkan untuk persoalan sederhana sekalipun. Depresi akan menyulitkan Anda berpikir jernih dan berkonsentrasi.
5. Merasa mudah bersalah atau tak berguna. Biasanya akan muncul secara berlebihan. Meski bukan salah Anda, biasanya akan merasa bersalah terus-menerus.
6. Ingin bunuh diri. Tipe pikiran dan keinginan ini bervariasi. Ada yang menginginkan dirinya cepat mati tetap ada juga yang menyakiti dirinya sendiri.

Nah, Anda dalam situasi seperti inikah? Kalau ya, waspadalah!

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/05/19/21341094/waspada.bila.anda.mudah.tersinggung.mungkin.sedang.depresi

Something to Leave: Renungan dari Panggung Politik

Kenapa Boediono Mau Jadi Cawapres?

Selasa, 19 Mei 2009 | 15:46 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Penilaian terhadap Boediono sebagai Muslim yang lurus dengan pribadi yang jujur, sederhana, dan konsisten diungkapkan secara gamblang oleh Susilo Bambang Yudhoyono sebagai alasannya memilih Gubernur BI itu untuk mendampinginya sebagai calon wakil presiden.

Di sisi lain, secara profesional mantan Menko Perekonomian ini pun dikenal sebagai akademisi yang berpikir utuh, loyal, cermat, dan jauh dari keinginan mencari muka. Itulah sederet alasan SBY yang diungkapkannya saat pendeklarasian pasangan SBY Boediono di Sabuga, Bandung, Jumat lalu.

Lantas bagaimana cerita Boediono sendiri? Apa yang terpikirkan olehnya saat pertama kali mendapat tawaran tersebut? Mengapa ia bersedia?

Siang ini (Selasa, 19/5), Boediono bersama rombongan berkunjung ke kantor harian Kompas di kawasan Palmerah, Jakarta. Dalam dialog dengan sang cawapres, antara lain terungkap sekelumit cerita seputar pencalonannya.

Di sini, Boediono mengaku bahwa pendekatan yang dilakukan SBY terhadap dirinya sudah dilakukan tiga atau empat minggu sebelum pendeklarasian. Dan dilanjutkan dengan sejumlah pertemuan sebelum akhirnya Boediono menyanggupi tawaran tersebut.

"Gini ya, kalau saudara-saudara pada suatu saat mungkin dipanggil oleh Presiden, the President of your country, untuk ngomong-ngomong mengenai masalah bangsa, kemudian memberikan ruang bahwa look ini ada ruang, di mana saudara bisa ambil peran ke depan. Kemudian ditawari would you mendampingi saya? Jawabannya gimana sih? Enggak banyak yang bisa kita lakukan kecuali, ya Pak, segera," kata Boediono.

Namun, toh tidak semudah itu. Boediono mengaku sempat meminta waktu cukup lama sebelum memberikan jawabannya. "Saya meminta waktu yang cukup banyak untuk merenung, sebenarnya. Apa iya saya cocok dan sebagainya. Ini saya pikir juga dengan keluarga dan sebagainya. BI bagaimana? Itu masuk dalam pikiran saya sebelum saya memutuskan. Jadi bukan serta-merta waktu itu. Itu makan waktu tiga mingguan, mungkin lebih, dari awalnya. Suatu proses, bukan mendadak, kemudian diputuskan oleh kedua belah pihak," tuturnya lagi.

Yang lebih menarik, pendekatan SBY ternyata diakui Boediono telah dirasakannya jauh sebelum mereka bertemu. Melalui percakapan per telepon yang sudah dilakukan SBY, Boediono sebenarnya sudah menduga mengenai sesuatu hal yang akan diberikan oleh SBY. "Sebelum itu saya sudah bisa merasakan ada sesuatu dari Pak SBY kok. Yang mungkin saya baru diajak ngomong tentang sesuatu. Signal melalui hubungan telepon pun ada. Getarannya bisa ditangkap gitu ya," katanya sambil tertawa.

Namun, ia kembali menegaskan bahwa tawaran resmi dari SBY baru diterimanya sekitar tiga minggu silam. Dan, jawaban kesediaan Boediono baru disampaikan pada sebuah acara di Cikeas hari Minggu sebelum pendeklarasian. "Saya kan tidak bisa mengatakan iya. Karena saya bukan politikus. Kalau politikus seketika bilang iya pasti. Kalau saya mikir dulu. Dengan keluarga dengan macem-macem. Tapi akhirnya baru mungkin syukuran di Cikeas, Minggu malam, malamnya kami ketemu lagi. Jadi belum lama juga ya? Tapi prosesnya panjang. Saya bertekad untuk tidak jadi ban serep. Titik," tegasnya.

Boediono menerima tawaran tersebut karena ia meyakini ada kesempatan baginya untuk memberikan kontribusi lebih besar sesuai kapabilitasnya. "Satu hal yang saya tidak ingin adalah saya jadi ban serep. Itu. Dari awal saya sudah tekad begitu. Dan saya melihat pengalaman saya beberapa waktu dengan Pak SBY ini, beliau itu orangnya terbuka. Mendengarkan, dan kalau itu idenya bagus, akhirnya diterima. Kapasitas untuk mendengarkan itu ada. Ini saya timbang-timbang juga sebagai bahan untuk mengambil, ok yes," ujarnya.

Dengan jujur ia pun mengaku bahwa jaminan finansialnya akan membaik jika pencalonan ini berjalan dengan mulus. Namun, ia menegaskan bukan hal itu yang menjadi perhatiannya. "Kalau dipikir saya ya lebih enak dipilih. Dari berbagai segi, termasuk finansial, saya yakin lebih baik. Tapi bukan itu. Saya tidak mencari itu. Saya kira, kalau sudah mendekati lap atau putaran hidup yang terakhir, ya akhirnya you want something to leave di dunia. Itu saja, there's nothing more than that," katanya lagi.

"Intinya, sebelumnya saya tidak menandatangani apa-apa dengan Presiden. Dengan pengertian itu. Pengertian bahwa saya tidak jadi ban serep. Dan saya percaya itu bisa, tidak harus pakai kontrak-kontrak politik hitam putih. Kalau saya bisa merasakan style beliau, tampaknya ada ruang bagi saya untuk melakukan kontribusi yang lebih baik," demikian Boediono.

http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/05/19/1546498/kenapa.boediono.mau.jadi.cawapres

Renungan: Membaca berita yang satu ini sungguh membuat saya termenung, khususnya ketika membaca perkataan Boediono, selaku cawapres dari capres SBY. Boediono bertutur pada media, "Saya kira, kalau sudah mendekati lap atau putaran hidup yang terakhir, ya akhirnya you want something to leave di dunia. Itu saja, there's nothing more than that." Sangat menarik perkataan tersebut. Entahlah apakah ia merohanikan sesuatu demi kepentingan politik, namun fakta perkataan yang terlontar dari mulutnya sungguh menarik buat saya.

Perkataan yang satu itu kembali mengingatkan saya akan something to leave di dunia ini. Apa yang telah saya tinggalkan dalam dunia ini? Karya dan sumbangsih apa yang dapat dikenang oleh orang banyak? Bukan sebuah narsisme, namun bukankah kita memang perlu menjadi berkat seluas mungkin semasa hidup?

Apakah something to leave itu dari saya? Dan bagaimana mewujudkannya? Biarlah ini menjadi perenungan saya dan Anda, bila berkenan. Tapi jangan lupa, jangan hanya merenung saja, do it as soon as possible sebab kita tidak pernah tahu kapan putaran hidup yang terakhir itu terjadi.

Monday, May 11, 2009

93,7 Persen Anak Indonesia Pernah Ciuman, Petting, dan Oral Sex

Senin, 2 Maret 2009 | 16:30 WIB
Laporan wartawan Evy Rachmawati

JAKARTA, SENIN — Banyak sekali orangtua sekarang terperangkap dalam ketidaktahuan dan tidak tahu harus berbuat apa menghadapi maraknya peredaran materi pornografi, baik dalam bentuk keping cakram, video games, maupun komik. Padahal, anak-anak makin rentan terpapar materi pornografi yang pada akhirnya bisa menimbulkan kecanduan seks dan merusak otak.

Demikian disampaikan Ketua Pelaksana Yayasan Kita dan Buah Hati Elly Risman dalam seminar bertema "Memahami Dahsyatnya Kerusakan Otak Anak akibat Kecanduan Pornografi dan Narkoba dari Tinjauan Kesehatan Intelegensia", Senin (2/3), di auditorium Departemen Kesehatan, Jakarta.

"Banyak orangtua tidak tahu harus berbuat apa ketika anaknya mogok sekolah, mulai kelas lima sekolah dasar sampai sekolah menengah atas karena main games tak henti-hentinya," kata Elly Risman. Hampir tiap hari ada saja berita tentang anak dan remaja berbuat mesum dan foto bugil yang ditayangkan, baik di televisi, maupun dinikmati rekan sebaya mereka.

Dalam Pertemuan Konselor Remaja Yayasan Kita dan Buah Hati dengan 1.625 siswa kelas IV-VI sekolah dasar wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi tahun 2008 terungkap, 66 persen dari mereka telah menyaksikan materi pornografi lewat berbagai media. Sebanyak 24 persen di antaranya lewat komik, 18 persen melalui games, 16 persen lewat situs porno, 14 persen melalui film, dan sisanya melalui VCD dan DVD, telepon seluler, majalah, dan koran.

Mereka umumnya menyaksikan materi pornografi itu karena iseng (27 persen), terbawa teman (10 persen), dan takut dibilang kuper (4 persen). Ternyata anak-anak itu melihat materi pornografi di rumah atau kamar pribadi (36 persen), rumah teman (12 persen), warung internet (18 persen), dan rental (3 persen). "Kalau kita jumlahkan, yang melihat di kamar pribadi dan di rumah teman, berarti satu dari dua anak melihatnya di rumah sendiri," ujarnya.

Adapun hasil survei yang dilakukan Komisi Nasional Perlindungan Anak terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar di Indonesia tahun 2007 menunjukkan, sebanyak 97 persen dari responden pernah menonton film porno, sebanyak 93,7 persen pernah ciuman, petting, dan oral sex, serta 62,7 persen remaja yang duduk di bangku sekolah menengah pertama pernah berhubungan intim, dan 21,2 persen siswi sekolah menengah umum pernah menggugurkan kandungan.

Kondisi ini terjadi karena mereka sudah terpapar pada pornografi sejak belia. Hal itu dikatakan Elly. Dari pertemuan Yayasan Kita dan Buah Hati dengan puluhan ribu orangtua di 28 provinsi ketika seminar, pihaknya menemukan rata-rata hanya 10 persen dari para orangtua yang bisa menggunakan peralatan atau permainan canggih yang mereka belikan untuk anak-anak mereka.

Bahkan, belakangan ini banyak situs internet dengan nama yang tidak terkait dengan materi seks ternyata mengandung materi pornografi. Beberapa dari situs itu bahkan menggunakan nama tokoh kartun yang digemari anak-anak seperti Naruto, serta memakai istilah nama hewan seperti lalat atau nyamuk yang biasanya dibuka anak-anak itu ketika mengerjakan tugas sekolah.

Mereka umumnya tidak tahu dampak negatif video terhadap kerusakan otak anak. "Kita berada dalam kultur abai pada anak sendiri. Di sisi lain, kita semua belum menganggap bencana pornografi itu sama pentingnya dengan masalah flu burung, HIV/AIDS, narkoba, dan penyakit-penyakit menular lainnya," ujarnya.

Maka dari itu, ia mengajak agar para orangtua, baik ayah maupun ibu, lebih terlibat dalam pengasuhan anak-anak mereka sejak belia. Kurangnya peran ayah dalam pengasuhan anak pada usia dini, khususnya pada anak lelaki, mengakibatkan terputusnya jembatan komunikasi antara orangtua dan anak. Hal ini membuat banyak anak memilih mencari informasi dari luar rumah yang bisa jadi malah menjerumuskan mereka dalam dunia pornografi.

Pemerintah juga harus meningkatkan pengawasan terhadap peredaran materi pornografi, "Antara lain dengan membatasi atau memblokir situs-situs internet pornografi, menerapkan regulasi yang ketat terhadap video games, terutama yang mengandung materi tidak edukatif atau berbau pornografi," kata Elly.

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/03/02/16302969/937.persen.anak.indonesia.pernah.ciuman.petting.dan.oral.sex

Pornografi Merusak Otak Anak

Senin, 2 Maret 2009 | 20:10 WIB

JAKARTA, SENIN - Paparan materi pornografi dalam waktu yang lama dan terus menerus terhadap anak ternyata dapat merusak otak. Potensi kecerdasaan yang seharusnya bisa berkembang ketika makin dewasa jadi terhambat.

Demikian disampaikan dr. Donald L. Hilton, Jr.,M.D., F.A.C.S, pakar bedah saraf dari Texas, Amerika Serikat di Jakarta, Senin (2/3).

Menurut Donald, kerusakan otak bisa terjadi karena di dalam otak manusia terdapat hormon atau zat kimiawi yang bernama dopamin. Zat ini berperan mengatur pemenuhan akan kesenangan (pleasure) pada manusia, misalnya pada saat bermain game, berjudi, pemakaian obat-obatan, juga dalam kesenangan seksual.

Pemenuhan hasrat senang secara normal tidak menimbulkan masalah bagi hormon ini. Hormon ini akan berada dalam kondisi seimbang. Namun, kata Donald, hormon ini akan menjadi masalah ketika pemenuhan kesenangan ini berlangsung tidak normal atau berlebihan.

"Pada orang yang kecanduan akan kesenangan tertentu seperti kecanduan pada pornografi, hormon ini akan terpakai terus menerus dan pada akhirnya jumlahnya menjadi sangat sedikit, " jelas Donald. Akibatnya, otak akan mengerut (shrinked), terutama pada pusat-pusat otak yang mengontrol kesenangan.

Orang makin tidak bisa menguasai diri, dan terus berupaya mendapatkan kepuasan berulang-ulang. Intensitasnya pun makin meningkat. Adiksi kesenangan tertentu juga dapat mempengaruhi kekuatan daya belajar dan memori.

"Pada sel otak normal rangkaian listrik bejalan sangat cepat. Namun pada sel otak yang addicted rangkaian listrik ini berjalan lebih lamban, " ujar Donald. Selain itu, mengerutnya otak juga mengganggu sistem komunikasi

Hal ini dapat diatasi dengan memperbaiki sel otak yang rusak. Ada empat faktor penting dalam proses penyembuhan, antara lain motivasi diri, lingkungan yang aman, support group, dan konselor atau terapis.

Di Amerika, menurut Donald, proses penyembuhan memakan waktu kurang lebih 18 bulan agar fungsi otak normal kembali.

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/03/02/20105766/pornografi.merusak.otak.anak

Anak-anak, Pasar Empuk Pembuat Produk Pornografi

Selasa, 5 Mei 2009 | 13:08 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Anak-anak di bawah umur 10 tahun belum dapat menggunakan logika berpikir secara maksimal. Apa yang mereka lihat akan langsung dipraktikan tanpa menganalisis benar atau salah. Setelah mereka melakukan tindakan itu dan merasa mendapatkan kenikmatan, mereka akan mengulangi tindakan tersebut lagi dan lagi. Dengan demikian, tak mengherankan jika anak-anak adalah target utama para pembuat dan pemasar tayangan pornografi.

Elly Risman, Ketua Yayasan Kita dan Buah Hati, menerangkan, sebelum membuat tayangan pornografi, para ahli berkumpul untuk merancang "strategi". "Ada ahli dari ahli syaraf, psikolog, dan yang pasti ahli-ahli dari pembuat teknologi yang membuat tayangan tersebut menarik. Kemudian, pasar yang dibidik adalah anak laki-laki yang belum baliq," ujarnya setelah pembahasan Uji Materi UU Anti Pornografi, di Kantor KPAI Jakarta, Selasa (5/5).

Ia menerangkan, pada anak laki-laki yang belum mengalami masa puber sekitar umur 9 tahun, mereka mempunyai rasa penasaran yang tinggi terhadap tayangan pornografi. "Anak-anak dilarang menonton tayangan itu oleh orangtuanya dengan alasan masih kecil, dan itu membuat rasa penasaran mereka bertambah," kata dia.

Saat orangtua lengah, ia melanjutkan, anak akan mencuri-curi untuk menonton tayangan pornografi itu. Setelah menonton tayangan tersebut, apa yang dilihat akan tersimpan terus di dalam sistem limbik. "Tak jarang saat menonton, anak mengalami orgasme. Pada saat itu mereka memang merasa berdosa. Namun, karena merasa ada sesuatu yang menyenangkan, mereka akan mengulanginya lagi," ungkapnya.

"Dan setelah mengalami 33-36 kali pengalaman orgasme, seumur hidup anak akan kecanduan pada tayangan pornografi itu," imbuhnya.

Menurutnya, jika pada umur 9 tahun saja anak sudah kecanduan dengan tayangan pornografi, pada usia 14 tahun anak itu berpotensi melakukan hal-hal yang lebih berbahaya lagi karena setiap hari kadar adiksi dan tingkah laku anak terus berkembang.

"Untuk mencegah anak-anak kecanduan pada tayangan pornografi, orangtua juga harus mengawasi kegiatan anak. Kalau mau memberikan mainan untuk anak, sebaiknya dilihat dulu, kalau tidak mengerti tanya pada pihak lain," kata dia.

"Hilangkan budaya tidak peduli antara anak dan orangtua. Walaupun sibuk, tetap berikan perhatian kepada anak. Selain itu, pemerintah juga harus menegakkan peraturan dengan tegas. Anak-anak harus dilindungi," tandasnya.

RDI
http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/05/05/13082264/anak-anak.pasar.empuk.pembuat.produk.pornografi

Kejahatan Libatkan Anak Memprihatinkan

Sabtu, 9 Mei 2009 | 18:07 WIB

SEMARANG, KOMPAS.com — Dari hasil monitoring yang dilakukan Perkumpulan Studi dan Advokasi Anak Indonesia (Perisai) selama Januari-Maret 2009 tercatat 17 kasus kejahatan yang melibatkan 28 anak-anak.

"Dari hasil monitoring yang telah dilakukan, secara umum diketahui jumlah kejahatan anak yang cukup memprihatinkan, dan juga semakin mudanya usia anak berkonflik hukum dan kualitas tindak kriminal yang melibatkan mereka," kata Koordinator Eksekutif Perisai, Fatah Muria, di Semarang.

Berdasarkan tempat kejadian perkara (locus delicti), lokasi kejahatan terbanyak ada di Kota Semarang dengan 22 anak, Kabupaten Kendal dua anak. Sedangkan di Kabupaten Semarang, Kabupaten Magelang, Kabupaten Grobogan, dan Kabupaten Brebes masing-masing satu anak.

Dari data monitoring juga menunjukkan rata-rata usia mereka 17 tahun (sepuluh anak) dan 16 tahun (delapan anak). "Namun yang memprihatinkan lagi, terdapat dua anak yang berusia 11 dan 12 tahun yang telah melakukan tindak pidana pencurian," katanya.

Lebih lanjut, Farah mengatakan, bentuk kejahatan yang dilakukan anak-anak ini tidak bisa dipandang sebagai sebuah kenakalan karena sebagian besar pelaku melakukan tindak pidana pencurian, perampasan, bahkan perampokan.

"Beberapa anak juga diketahui telah melakukan tindak pidana lebih dari satu kali dan berstatus residivis," ujarnya.

Mengenai jenjang pendidikan anak-anak pelaku tindak kejahatan, Fatah mengatakan bahwa sebagian besar tidak tercatat, tetapi diperkirakan anak yang berkonflik hukum itu adalah anak-anak yang putus sekolah dari tingkat SMP dan SMA.

Selanjutnya Fatah menyimpulkan bahwa ruang lingkup kejahatannya semakin luas khususnya antarkabupaten dan lintas provinsi. Kualitas barang yang dicuri juga semakin meningkat, antara lain telepon seluler, uang tunai dengan nilai cukup tinggi, dan sepeda motor.

Pada kesempatan tersebut, Fatah mengingatkan bahwa dalam penanganan hukum kepada mereka harus tetap memperhatikan beberapa hal, seperti aspek psikologis, mengedepankan sosialisasi hukum, pendampingan psikologis, pemisahan tempat penahanan hingga pendampingan pengacara.

"Penanganan masalah tersebut sangat kompleks karena penanganan tanpa diimbangi program terpadu terkait pendidikan, kesehatan, bimbingan psikologis, dan keterlibatan komunitas akan mendorong kecenderungan untuk mengulangi perbuatannya yang melanggar hukum," katanya.

Oleh karena itu, Perisai melalui Fatah Muria merekomendasikan beberapa hal, yaitu perlunya koordinasi lintas dinas khususnya dinas pendidikan, dinas sosial, dan dinas kesehatan yang bekerja sama dengan aparat kepolisian.

Pendekatan secara integral antara aspek legal, sosial, dan psikologis diharapkan akan dapat memutus mata rantai keterlibatan anak-anak dalam melakukan tindak pidana kriminal.

ABD
http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/05/09/18075770/kejahatan.libatkan.anak.memprihatinkan

Wednesday, April 29, 2009

Marah yang Bermanfaat

Jumat, 24 April 2009 | 20:51 WIB

KOMPAS.com - Saat ini tampaknya banyak orang yang mudah marah atau terpancing emosinya. Bisa jadi marah karena masalah yang besar atau bahkan marah karena hal yang sepele. Contoh yang dapat kita lihat dalam kehidupan sehari – hari misalnya adalah kemarahan di jalan raya. Seseorang yang sedang berkendara atau berjalan kaki, yang semula tenang dapat berubah dan marah – marah karena ada pengendara lain yang memotong jalan atau hampir menabraknya. Kejadian yang lebih parah adalah ketika akhirnya hari itu menjadi kacau akibat kemarahan tersebut.

Pertanyaan yang muncul berikutnya adalah apakah seseorang tidak boleh marah? Apakah amarah selalu berakibat buruk?

Jawabannya adalah seseorang boleh saja marah dan amarah tidak selalu harus berakibat buruk. Tetapi bagaimana caranya agar amarah tidak membuat kacau dan justru malah bermanfaat bagi seseorang? Ini yang perlu kita pelajari.

Amarah adalah salah satu bentuk emosi yang dimiliki oleh seseorang. Emosi sendiri memiliki kekuatan yang sangat dahsyat untuk membangun atau menghancurkan kehidupan seseorang. Ketika emosi dikelola dengan baik, kekuatannya dapat membangun kehidupan seseorang menjadi lebih baik, tetapi begitu juga sebaliknya ketika emosi tidak dikelola dengan baik.

Marah yang bermanfaat adalah marah yang tepat dan sudah dikelola dengan baik. Hal ini jelas tidak mudah, butuh waktu, kesabaran dan hati yang lapang, tapi bukan berarti tidak dapat dilakukan. Langkah pertama yang perlu dilatih terus menerus adalah menyadari ketika kita merasa marah.

Sadari bahwa saat ini aku sedang marah. Proses menyadari adalah langkah awal untuk mengendalikan dan mengelola amarah.
Setelah menyadari, seseorang perlu memahami dan menerima alasan kenapa ia marah. Inilah langkah yang kedua, proses memahami dan menerima bahwa ada sesuatu yang membuatnya marah.

Termasuk dalam proses memahami adalah mengevaluasi penyebab kemarahannya. Seorang Ibu yang baru pulang bekerja mulai merasa marah ketika anaknya yang masih balita merengek – rengek padanya, padahal ia merasa sangat lelah. Ibu ini dapat saja langsung memarahi anaknya dan meminta anaknya untuk tidak mengganggunya. Tetapi hal tersebut dapat berbuntut anak tambah menangis dan si-Ibu semakin frustasi.

Ketika si-Ibu mau mencoba menyadari, kemudian mencoba memahami kejadian tersebut, ia akan dapat melihat bahwa anaknya merengek – rengek bukan karena nakal, tetapi anaknya rindu padanya.

Berdasarkan kisah dari beberapa orang, terungkap bahwa terkadang sesuatu yang membuat marah justru punya alasan atau maksud yang berbeda. Banyak yang menyesal karena sudah marah – marah untuk alasan yang tidak tepat, misalnya marah karena ada orang yang menunjuk – nunjukkan jari padanya, padahal orang tersebut bermaksud memberitahu bahwa ada bahaya yang mengancamnya dari belakang. Alasan sebenarnya inilah yang perlu kita pahami agar tidak asal marah dan buang – buang energi.

Langkah yang ketiga adalah mengelola atau mengekspresikan amarah dengan tepat. Jika kita punya alasan yang tepat, misalnya bukan hanya meluapkan emosi, tetapi juga demi pembelajaran bagi orang lain, kita dapat mengungkapkan kemarahan kita.

Kemarahan yang bermanfaat tentu saja bukan kemarahan yang ingin membalas atau menyakiti orang lain, melainkan marah yang mendidik dan membangun.

Cara lain yang dapat kita lakukan adalah mengelola dengan mengubah amarah yang kita rasakan menjadi hal yang positif bagi diri kita. Kita dapat mencoba melihat sisi positif dari kejadian yang membuat kita marah, mengambil hikmah atau pembelajaran dari kejadian tersebut.

Kita juga dapat mengubah energi kemarahan yang kita rasakan menjadi energi yang dapat memotivasi kita melakukan hal yang bermanfaat. Daripada marah – marah pada pengendara motor yang memotong jalan dan sudah tidak tampak lagi, lebih baik energi yang ada digunakan untuk lebih waspada, mencermati jalan, menyalurkan hobi menyanyi, atau menyelesaikan pekerjaan di kantor.

Intinya adalah jangan terjebak pada kemarahan yang dapat merusak hari dan diri kita, tetapi manfaatkanlah kemarahan dengan cara yang tepat. Sadari, pahami dan kelola dengan tepat emosi marah yang kita rasakan karena kemampuan ini adalah bagian dari kecerdasan emosi yang kita miliki.

P. Henrietta Siswadi, S. Psi, dosen pada Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/04/24/20510849/marah.yang.bermanfaat

Keterbatasan Ekonomi Sebabkan KDRT dan Perceraian

Selasa, 28 April 2009 | 19:24 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Alb. Hendriyo Widi Ismanto

BLORA, KOMPAS.com - Keterbatasan ekonomi keluarga menjadi penyebab utama kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT dan perceraian. Faktor yang mengedepankan uang di atas segala-galanya itu bahkan dapat menjadi pemicuk kekerasan seksual pada anak sendiri.

Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berancana (BP3AKB) Kabupaten Blora, Suryanto, Selasa (28/4) di Blora, mengatakan selama 2008 terdapat 14 kasus KDRT di Blora. Sebanyak 10 kasus KDRT, tiga kasus perkosaan dan kekerasan seksual, dan satu kasus penelantaran.

Kasus paling tragis menyangkut kekerasan seksual ayah kandung terhadap anaknya yang masih duduk di bangku kelas VI SD di Cepu. Kejadian itu akibat kesibukan ibu yang bekerja sebagai pedagang asongan di kereta api.

Menurut Suryanto, ibu itu menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga, karena suaminya tidak bekerja. Selama ibu itu bekerja dan pulang larut malam, suaminya menggauli anak perempuannya. "Setelah diusut ternyata sang ibu jarang memenuhi hasrat suaminya lantaran sibuk bekerja," kata dia.

Selama ini, Suryanto menambahkan, Pemerintah Kabupaten Blora kurang memerhatikan kasus-kasus itu. Paling-paling hanya Kepolisian Resor Blora yang menangani kasus itu dari sisi pelanggaran hukum.

Pada Mei 2009, Pemerintah Kabupaten Blora akan membentuk Tim Pelayanan Terpadu Korban Tindak Kekerasan Berbasis Gender dan Anak. Tim itu beranggotakan antara lain BP3AKB, Polres Blora, Dinas Kesehatan, dan Kejaksaan Negeri Blora.

"Jika ada kasus menyangkut perempuan dan anak, tim akan menanganinya secara terpadu, dari sisi hukum, psikologis, konseling, dan pendampingan intensif," kata Suryanto.

Di Rembang, keterbatasan ekonomi kerap memicu perceraian. Berdasarkan data Pengadilan Agama Rembang, kasus perceraian yang ditangani pada 2008 sebanyak 898 kasus. Angka itu lebih tinggi ketimbang tahun sebelumnya, 859 kasus.

Sebanyak 585 kasus merupakan gugatan dari pihak perempuan, sedangkan 313 kasus adalah talak yang dijatuhkan suami, kata Ketua Pengadilan Agama Rembang Zaenal Hakim.

Menurut Zaenal, penyebab utama perceraian itu adalah masalah ekonomi, yaitu sebanyak 65 persen. Faktor itu memicu suami menjadi pemabuk, bertindak kasar terhadap anggota keluarga, dan selingkuh.

Para perempuan yang mengajukan cerai kebanyakan berasal dari pasangan muda usia 25 tahun ke bawah. Persentasenya mencapai 78 persen, kata dia.

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/04/28/19242869/keterbatasan.ekonomi.sebabkan.kdrt.dan.perceraian..

Monday, April 27, 2009

Deteksi Dini, Pencegahan, dan Penyembuhan Gangguan Jiwa

[ Senin, 27 April 2009 ]
Jangan Pernah Remehkan Kekuatan Curhat

Makin tahun, makin banyak pasien gangguan jiwa di Jakarta. Untuk pencegahan dan penyembuhan, setiap rumah sakit di ibu kota menyampaikan berbagai macam pendekatan.

---

MENGALAMI gangguan jiwa atau tidak, ringan atau berat, yang pertama harus dilakukan seseorang adalah deteksi dini. Direktur Utama RS Soeharto Heerdjan Grogol Ratna Mardiati SpKJ mengatakan, instansinya memiliki metode khusus untuk mendeteksi gradasi gangguan jiwa.

Metode itu melalui tes psikiatri. Tekniknya, kepada seseorang diberikan kuesioner. Pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab sebenarnya amat sederhana. Dari jawaban-jawabannya, kita bisa mengetahui, apakah seseorang memiliki gangguan jiwa atau tidak.

Selain itu, kata Ratna, pihaknya membentuk grup-grup kesehatan jiwa untuk "jemput bola". Mereka mendatangi posyandu, pos pembinaan terpadu, bahkan ke rumah-rumah. Cara itu perlu dilakukan lantaran kesadaran masyarakat untuk datang ke rumah sakit masih sangat rendah.

"Kecuali mereka yang memiliki pendidikan tinggi dan peduli akan kesehatan," tandasnya.

Surjo Dharmono, psikiater RSUP Cipto Mangunkusumo, membenarkan betapa pentingnya deteksi dini tersebut. Dia memberikan contoh program untuk penderita psikosis dini yang dikembangkan di Australia.

Caranya, dengan membuka tempat-tempat screening di pojok-pojok mal, sekolah, maupun tempat umum lainnya. Di tempat-tempat itulah, deteksi awal gangguan jiwa dilakukan.

Sayang, kata Surjo, Indonesia mungkin belum mampu menerapkan program seperti itu. ''Program itu memang cukup mahal. Apalagi penduduk Indonesia amat besar. Kondisinya berbeda dengan Australia,'' sebutnya.

Tentu, kalau tidak ingin memeriksakan diri, seseorang bisa mencoba untuk me-manage sendiri stres. Spesialis kedokteran jiwa dan konsultan dari RS Persahabatan Mardi Susanto mengatakan, kunci agar tidak stres amat mudah. Yaitu, mencapai titik keseimbangan (ekuilibrium). ''Sebisa-bisanya kita berupaya menyeimbangkan hubungan secara horizontal dan vertikal,'' ujarnya.

Mardi yakin setiap persoalan bisa diatasi. Dengan bekal keyakinan, seseorang bisa me-manage stres sejak dini. Selain itu, Mardi menyarankan agar kita terbiasa mengungkapkan setiap persoalan yang kita hadapi kepada orang terdekat.

''Curhat amat penting. Meski persoalan itu sepele, jangan diremehkan. Curhat bisa mengurangi beban yang kita hadapi,'' katanya. Apalagi hidup di kota sarat dengan berbagai persoalan hidup. ''Berbagilah dengan orang yang Anda percaya. Bisa keluarga atau teman,'' ungkap dokter yang hobi main tenis itu.

Nah, kalau ternyata memang mengalami gangguan jiwa, bagaimana penyembuhannya?

Dirut RSJ Soeharto Heerdjan Grogol Ratna Mardiati mengatakan, untuk penyembuhan pasien harus ada kombinasi antara pengobatan medis dan psikologis. Konsumsi obat-obatan hingga kini masih dibutuhkan untuk menolong pasien jiwa. ''Pengobatan itu jangan sampai terputus. Sebab, pasien bisa kambuh,'' ungkapnya.

Untuk pendekatan psikologis, Kepala Balitbang RS Soeharto Heerdjan Grogol dr Prianto SpKJ mengungkapkan, caranya adalah membangun kepercayaan terhadap pasien. Dokter harus memiliki empati kepada mereka. ''Tujuannya membangun kepercayaan terhadap pasien. Dengan begitu, pasien merasa yakin bahwa dirinya dapat sembuh,'' ujarnya.

Sepintas, kata dia, modal kepercayaan terdengar sepele. Namun, efeknya bagi pasien amat besar. ''Mereka merasa mendapatkan dukungan untuk sembuh,'' ucapnya.

Psikiater RSUP Cipto Mangunkusumo Dr Surjo Dharmono menambahkan, yang tidak kalah penting adalah dukungan psikososial. Sedapat-dapatnya pasien tidak dibiarkan menganggur. Mereka harus diberi kesibukan dan membaur dengan lingkungan sekitar.

Pasien neurosis (ringan) harus dimotivasi agar tidak meninggalkan rutinitas keseharian mereka. Bagi pasien psikotik (gangguan berat), harus diberikan pelatihan kerja.

Selama ini, kata Surjo, RSCM bersama Depsos memiliki program bengkel kerja. ''Tujuannya memunculkan kembali motivasi pasien,'' jelasnya. Dengan aktivitas yang jelas, diharapkan setahap demi setahap para pasien bisa kembali normal. (kit)

http://jawapos.co.id/

Kisah-Kisah Gangguan Jiwa Warga Jakarta

[Senin, 27 April 2009]
Crazy Kejar Lifestyle Teman

Jumlah orang yang mengalami gangguan jiwa di Jakarta bisa mencapai 1,5 juta orang. Karena itu, mungkin ada 1,5 juta pula kisahnya. Berikut kisah beberapa di antara mereka.

---

Wajah Rohaya (bukan nama sebenarnya) muram saat ditemui harian ini pada Hari Kartini, Selasa, 21 April lalu. Duduk dan mondar-mandir di Poliklinik RSJ Soeharto Heerdjan Grogol, paras rambut perempuan 49 tahun itu agak kusut, matanya lelah.

Ibu tiga anak itu begitu gelisah, seolah ingin membagi beban hidupnya dengan orang lain. Saat itu, Rohaya memang sedang mencemaskan kondisi kejiwaan putri bungsunya, sebut saja Sinta (Juli nanti 20 tahun).

Sudah sebulan ini Sinta ogah beraktivitas. Kata Rohaya, sudah berminggu-minggu dia ogah masuk kuliah. Padahal, sebelumnya, gadis yang hobi main bulu tangkis itu adalah sosok yang ceria dan mudah bergaul. Sikapnya berubah ketika duduk di bangku kuliah.

Sinta mengenyam ilmu di sebuah perguruan tinggi swasta (PTS) terkenal di ibu kota. PTS yang berlokasi di Grogol itu dikenal sebagai tempat belajarnya anak-anak orang berada. Rohaya mengaku keluarganya tergolong mampu, tapi tidak termasuk dalam kalangan "berada" itu. Mereka menyekolahkan Sinta di sana murni untuk menuruti keinginan anak gadis satu-satunya tersebut.

"Soalnya, yang masih kuliah tinggal dia saja. Masak nggak dituruti?" tutur Rohaya.

Masuklah Sinta ke PTS terkemuka itu dan mengambil jurusan ekonomi. Namun, baru dua semester mencicipi bangku kuliah, Sinta kerap berkeluh kesah.

"Sebenarnya, sudah dari semester awal dia sering curhat. Katanya, nggak kerasan teman-temannya yang cuek," kata perempuan yang bekerja di sektor swasta tersebut.

Awalnya, Rohaya tidak begitu merespons keluh kesah Sinta. "Maklum, namanya anak muda. Pasti kan sering berselisih dengan teman. Saya pikir, itu wajar-wajar saja," kenangnya. Rohaya menambahkan, ketika itu dirinya tidak tahu persis persoalan yang dihadapi Sinta.

Makin lama, perilaku Sinta makin berubah. Ketika pulang kuliah, Sinta makin sering uring-uringan. Rohaya dan sang suami, Sumitra, kerap menjadi korban amarah sang anak.

Rohaya berupaya mendekati sang anak. Dari pembicaraan antara ibu dan anak itu, Rohaya pun paham akar persoalan yang dialami Sinta.

Rupanya, Sinta sering minder bila disejajarkan dengan teman-temannya. Sinta mengaku tidak kuat lantaran tiap hari teman-temannya selalu menilai penampilan dirinya dari atas sampai bawah. Apa merek bajunya, apa model tas yang dia pakai, hingga apa kendaraan yang dia setiri.

Begitu tahu Sinta kuliah "hanya" naik Daihatsu Taruna, teman-temannya mulai menjauhi. "Itu yang mungkin membuat Sinta bete. Saya sudah nasihati dia agar sabar, tapi malah menangis," cerita Rohaya.

Tidak ingin sang anak bersedih, Rohaya dan Sumitra mencoba menuruti beberapa keinginan Sinta. Berbagai baju bermerek mereka beli untuk Sinta. Untuk melakukan itu, berbagai pengeluaran lain harus di-cut. "Maklum, satu baju harganya Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta," ungkap Rohaya.

Itu belum termasuk model tas cantik yang harus dibeli sebulan sekali. "Itu pun Sinta masih marah-marah karena teman-temannya ganti tas hampir setiap hari," ujarnya.

Lama-lama, Rohaya dan Sumitra tidak sanggup lagi memenuhi keinginan sang anak. Apalagi ketika Sinta minta dibelikan mobil baru. Tidak tanggung-tanggung, dia minta sebuah BMW!

Setelah rasa terkejut mereda, Rohaya dan Sumitra mencoba memberikan pengertian kepada Sinta. "Saya beri pengertian dia agar tidak usah menggubris teman-temannya," kata Rohaya.

Menanggapi itu, Sinta hanya bisa menangis. Dampaknya, nilainya turun drastis. Jika pada semester awal indeks prestasinya mendekati 3,0, pada semesternya turun hingga 2,3. Rohaya menawari Sinta untuk pindah kuliah saja. "Tapi, dia tidak mau. Telanjur malu sama teman-temannya," ujar Rohaya.

Setelah itu, segalanya terus memburuk. Dalam beberapa bulan terakhir, Sinta malas kuliah. Dia jarang bepergian dan banyak mengurung diri di dalam kamar. Padahal, Sinta biasanya sering keluar bareng teman-teman SMA-nya.

''Saya begitu takut ketika malam-malam dia nangis sendiri. Nggak selesai-selesai dan nggak bisa tidur. Dan, itu tidak satu dua kali. Hampir tiap malam begitu,'' ujarnya.

Rohaya memiliki feeling bila Sinta tidak hanya stres, tapi sudah depresi. Maklum, sudah berbulan-bulan kondisi itu dia alami. Bahkan, kini Sinta sudah tidak mau masuk kuliah. ''Sudah tiga minggu ini dia tidak mau kuliah. Kerjanya hanya tidur dan menangis,'' tuturnya.

Khawatir terjadi apa-apa pada putrinya, Rohaya dengan berat hati membawanya ke rumah sakit jiwa. ''Daripada telat, mending saya bawa sekarang,'' ucapnya.

Rohaya tidak peduli meski suaminya tidak setuju Sinta dibawa berobat. Yang penting, masa depan Sinta tidak rusak. Benar saja, ketika keluar dari poliklinik rumah sakit itu, wajah Sinta terlihat muram. Wajahnya tidak secerah baju warna pink yang dia kenakan. Ketika diajak tersenyum, Sinta juga tidak merespons. Pandangan matanya juga terlihat kosong. Wajahnya juga agak pucat.

''Jangan tersinggung ya Mbak kalau Sinta nggak mau senyum,'' ucap Rohaya kepada Jawa Pos. (kit)

---

Solusi untuk sinta

Menanggapi kasus yang dialami Sinta, psikiater dari RS Persahabatan Dr Mardi Susanto mengatakan, kasus depresi banyak disebabkan seseorang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Seperti halnya yang dialami Sinta. Ketidakmampuan seseorang beradaptasi menimbulkan perasaan terasing.

Untuk mengatasi hal itu, seseorang seperti Sinta tidak harus memaksakan diri agar bisa mengikuti gaya hidup lingkungannya. Yakinlah bahwa semua orang memiliki kelebihan. ''Tidak perlu memaksakan diri harus seperti orang lain. Dengan kelebihan yang dimiliki, seseorang harus merasa dirinya istimewa,'' ungkapnya.

Jika ternyata lingkungan tidak mau menerima diri kita apa adanya, carilah lingkungan baru yang mau menerima diri kita apa adanya. ''Tidak usah memaksakan diri harus menjadi si A atau si B. Jadilah, diri sendiri dengan kelebihan yang dimiliki. Orang akan menghargai kita apa adanya,'' ungkapnya. (kit)

http://jawapos.co.id/

Wednesday, April 22, 2009

Tak Mudah Asuh Anak di Era Digital

Senin, 20 April 2009 | 21:26 WIB

LONDON, KOMPAS.com - Psikolog terkemuka Elly Risman Musa Psi mengatakan pola asuh anak Indonesia yang hidup di era digital di tanah air lebih sulit ketimbang mereka yang tinggal di luar negeri seperti di Inggris.

Elly Risman Musa, yang juga staf ahhli Menko Kesra mengatakan hal itu dalam acara pertemuan bulanan Dharma Wanita Persatuan KBRI London, di ruang serbaguna KBRI London.

Dalam ceramah yang diikuti sekitar 30 anggota Dharma Wanita Persatuan KBRI London, Ketua Pelaksana Yayasan Kita dan Buah Hati ini mengatakan, anak Indonesia kini hidup dalam era digital yang dengan mudahnya mengakses berbagai media elektronik yang kadang mengandung unsur pornografi.

Penasihat Lembaga Pendidikan dan Pengembangan TK/TP Al Quran Jabotabek itu memberikan contoh di mana dengan mudahnya anak Indonesia bermain "games", internet, telepon genggam, televisi, vcd, serta komik dan majalah.

Untuk itu ia mengharapkan para orangtua bisa mengenali lebih dekat tentang apa saja yang menjadi tontonan anak dan juga "games" yang mereka mainkan.

"Banyak permainan yang memerlukan keterampilan lebih kompleks dengan tingkat kecekatan yang tinggi, ketimbang ’games’ yang tidak jelas arahnya," ujar pendiri dan komisaris PT Surindo Utama itu.

"Games" di abad 21 lebih menantang dan membuat anak kecanduan. Akibatnya anak menjadi kecanduan pathologis, apalagi sekarang anak dapat bermain "games" dan memilih karakter yang diinginkan, yang tidak ada di dunia nyata.

Padahal "games" mempunyai dampak negatif tidak saja bagi otak juga fisik yang membuat anak menderita RSI (repetitive strain injury), yakni berupa radang jari tangan/sindrom vibrasi lengan serta nyeri tulang belakang. Hal ini akan berkembang menjadi kecacatan, ujarnya.

Dampak lainnya berupa sinar biru yang dipantulkan layar monitor akan mengikir lutein pada retina mata yang akan berakibat degenerasi makula, ujar jebolan (S1) Fakultas Psikologi UI 1978 itu.

Ny Elly yang menjadi Special Student Departemen of Education, Florida State University, Tallahassee, USA, 1995 -1997 menyebutkan, yang lebih parah lagi dapat timbul penyakit Nitendo Epilepsi atau epilepsi forosensitif.

Nitendo Epilepsi yaitu serangan mendadak yang ditimbulkan oleh kilatan cahaya dengan pola tertentu. Sinar merah yang kuat akan membuat sinyal abnormal yang dikirim ke otak melalui retina membuat anak menjadi kejang.

Mengutip Profesor Graham Harding, ada empat permainan yang memicu epilepsi pada anak yaitu games mega manX, Super Mario Sunshine, Metroid Prime dan Mario Kart:Double Dash.

Sebelumnya, Penasihat DWP KBRI London Ny Risandrani Thamrin dalam sambutan tertulisnya mengharapkan anggota Dharma Wanita dapat berperan aktif terhadap aktivitas anak di rumah, termasuk dalam mengawasi mereka dalam mengakses internet.

Diakuinya, kemudahan anak mengakses internet memang tidak saja berdampak negatif, tatapi ada positifnya. Namun sebagai orangtua, seharusnya juga mengikuti perkembangan dan pergaulan anak, di antaranya dalam bentuk mengetahui teknologi yang mereka gunakan.

Kehadiran Ny Elly Rusman di Kerajaan Inggris adalah dalam rangka mengisi acara pada pertemuan keluarga Besar Islam Indonesia Britania Raya (Kibar Gathering) yang diadakan selama dua hari, 18-19 April di London.

Sehari sebelumnya, pengasuh kolom konsultasi keluarga dan seksualitas anak & remaja Harian Umum Republika itu, mengelar workshop mengenai parenting di Mushola Al Ikhlas, daerah Wimbledon yang bertema "Yang Penting Diketahui Orang Tua Seputar Pengasuhan Anak"

Workshop yang digelar Kibar, bekerja sama dengan pengajian Al Ikhlas London dan Jejak Daffodil Muslimah diikuti 25 orang, juga masyarakat Indonesia yang berada di kerajaan Inggris melalui jaringan online.

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/04/20/21265981/tak.mudah.asuh.anak.di.era.digital.

Perempuan, Tak Mudah Korupsi

Selasa, 21 April 2009 | 20:36 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Perempuan dikatakan memiliki hasrat lebih rendah untuk menerima suap atau melakukan tindak pidana korupsi.

Hasil penelitian Bank Dunia 1999 Corruption And Woman In Goverment menyatakan jumlah anggota parlemen perempuan yang lebih banyak di suatu negara berpotensi kuat menurunkan tingkat korupsi.

"Seharusnya dimaksimalkan (peranan) karena mampu menjadi pengontrol dan pengarah bagi lelaki yang sering gelap mata dan salah langkah," ujar Aviliani dari INDEF dalam diskusi Legislatif Perempuan Melawan Korupsi di gedung KPK, Selasa( 21/4).

Sayang, jumlah legislator perempuan periode 2004-2009 hanya 61 orang (11 persen). Ini termasuk angka yang sangat kecil. "Peranannya belum signifikan, padahal sejauh ini belum ada anggota DPR perempuan yang terlibat korupsi," tambahnya.

Aviliani menegaskan, meningkatnya perilaku korupsi di DPR RI saat ini, lebih karena biaya politik legislator yang sangat besar yang didukung oleh posisinya sebagai petugas pembuat undang-undang. Jumlah modal yang dibutuhkan seorang caleg mencapai Rp 5-6 miliar.

"Mereka menyalahgunakan (posisinya) untuk menekan eksekutif karena tanpa biaya, UU tidak akan sah tepat waktu. Sementara permintaan partai macam-macam seperti setoran ke parpol dan tim sukses," papar Aviliani.

Aktivis perempuan Siti Musdah Mulia mengatakan, rasa malu menjadi kekuatan yang efektif bagi legislator perempuan untuk tidak melakukan perilaku korupsi.

"Mereka malu terlibat dalam deal-deal proyek dengan mitra kerja, malu untuk minta-minta komisi atau menekan rekanan pemerintah dan malu jika pekerjaan mereka terlihat tidak berhasil," katanya.

Korupsi, menurut Musdah, muncul karena faktor individu yang berorientasi kultural pada kekuasaan dan kekayaan, memiliki sifat hipokrit dan tidak punya rasa malu.

Sementara Ketua KPK, Antasari Azhar, mengharap, legislator perempuan tidak hanya sekedar pemenuh syarat kuota, melainkan bisa menjadi lokomotif antikorupsi.

"Menjadi penyaring kebijakan-kebijakan yang berpotensi menimbulkan korupsi dan mendorong masuknya nilai-nilai antikorupsi dalam etika perpolitikan," pungkasnya.

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/04/21/20363933/perempuan.tak.mudah.korupsi

Thursday, April 09, 2009

Perempuan Pemberita Paskah: Maria Magdalena

Yohanes 20: 18


Swargo nunut, neroko katut,” demikian sebuah ucapan dalam bahasa Jawa. Maksudnya, istri harus menurut saja kepada suami. Kalau suami masuk sorga, istri pun ikut. Sebaliknya kalau suami masuk neraka, maka istri pun juga terbawa. Sudah lama perempuan dianggap tidak mampu dan bahkan tidak boleh berdiri sendiri. Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa perempuan hanya mengurus 3M saja: Manak, Masak, dan Macak. Tentu dengan semakin gencarnya modernitas yang disertai dengan gerakan kesetaraan perempuan, maka saat ini makin banyak perempuan yang bisa berdikari dengan leluasa. Banyak perempuan yang diperhitungkan dalam kancah pekerjaan, bahkan dalam kancah perpolitikan.

Namun situasi seperti itu tidak dialami dalam masyarakat Yahudi 2000 tahun yang lalu. Perempuan sangat direndahkan derajatnya. Contoh yang mungkin paling menjengkelkan para perempuan adalah kasus perzinahan. Hukuman apa yang diberikan bagi perempuan berzinah? Dirajam batu. Tapi kenapa hanya perempuan yang dirajam batu? Bagaimana dengan laki-laki yang ikut berzinah dengan perempuan tersebut? Wes hewes hewes bablas orange . . . Contoh lainnya adalah dalam hal jabatan. Waktu itu semua jabatan penting, seperti jabatan keagamaan, ada di tangan laki-laki. Tidak pernah ada pengkhotbah/pengajar perempuan saat itu. Soal kehidupan berkeluarga, perempuan pun tidak masuk hitungan. Bila orang Yahudi ditanya berapa jumlah anaknya, maka yang disebut hanyalah anak laki-lakinya saja.

Dalam dunia pengadilan perempuan juga tidak mendapatkan keadilan yang setara dengan pria. Saat itu seorang perempuan tidak boleh memberi kesaksian. Kesaksian perempuan selalu dianggap bohong. Masyarakat Yahudi tidak menerima seorang perempuan sebagai saksi.

Tapi apa yang terjadi pada waktu Paskah? Allah menjungkirbalikkan budaya tersebut. Di tengah masyarakat yang tidak mau menerima perempuan sebagai saksi, Allah justru menjadikan perempuan sebagai saksi kebangkitan Kristus. Saksi atas perkara yang terbesar dalam dunia berdosa ini. Dan hal itu bukan hanya dicatat oleh satu atau dua kitab Injil, melainkan keempat Injil mencatatnya. Para perempuan itu adalah Maria Magdalena, Maria Ibu Yakobus, Salome, Yohana. Mereka adalah para perempuan pemberita Paskah. Lantas apa yang mereka lakukan?

Hari ini kita akan lebih fokus pada salah satu tokoh agar perenungan Paskah kita makin dalam. Satu tokoh tersebut adalah Maria Magdalena.

Siapakah Maria Magdalena? Sayang sekali, nama Maria Magdalena seringkali dihubungkan dengan pelanggaran moral. Orang-orang membicarakan dia sebagai seorang pelacur. Pada tahun 1324 di Napoli, Italia, sebuah rumah penampungan wanita-wanita asusila diberi nama Pondok Maria Magdalena. Nah nama Maria Magdalena akhirnya menjadi bertambah buruk lagi. Tapi sesungguhnya, apakah nama itu sedemikian buruknya sehingga ia tidak patut dijadikan teladan?

Sebelum bertemu dengan Tuhan Yesus, Maria memang adalah seorang perempuan yang patut dikasihani. Ia baru mengerti betapa dahulu ia patut dikasihani ketika melihat orang-orang lain yang dirasuk setan. Markus 16: 9 memberi keterangan bahwa Yesus pernah mengusir 7 setan dari dalam Maria. Biasanya orang-orang yang dirasuk setan waktu itu benar-benar seperti binatang, yang hidupnya berkeliaran di gua-gua, orang-orang gila yang wajahnya tidak karuan, dan matanya sangat liar. Mereka diciptakan Allah tetapi dikuasai Iblis. Tatkala dikuasai Iblis, Maria menjadi tidak berdaya sama sekali. Ia pasti dikucilkan. Betapa malang nasib Maria. Budaya telah merendahkan derajatnya, dan ditambah lagi Iblis merendahkan dirinya. Martabatnya semakin rendah lagi. Sudah jatuh ketimpa tangga.

Namun setelah Tuhan Yesus memerintahkan ketujuh roh jahat itu keluar dari Maria, maka segala sesuatu pada dirinya berubah. Maria yang terbelenggu oleh Iblis, kini dimerdekakan oleh Kristus. Wajahnya pasti berubah menjadi lebih baik lagi. Tatapan matanya pun menjadi teduh. Tapi ingat, Maria tidak hanya berubah secara fisiknya. Hatinya pun berubah. Setelah disembuhkan, ia tidak mau berpisah dengan Yesus. Ada satu kerinduan besar untuk tinggal dekat dengan Yesus. Sebab itu, ia berani meninggalkan Kota Magadan, sebuah kota industri yang sedang berkembang, untuk mengikuti Yesus ke manapun Yesus pergi.

Pelajaran pertama dari keteladanan Maria untuk kita adalah: Apakah setelah Yesus membebaskan kita dari belenggu dosa kita memiliki kerinduan untuk tinggal dekat dengan Yesus? Apakah kita memiliki cinta yang mendalam sampai rasanya berat kalau tidak bertemu Yesus dalam doa dan saat teduh kita?

Satu ketika di persekutuan Lansia kami, ada perayaan ultah pernikahan emas sepasang anggota jemaat. Yang menarik adalah kesaksian dari istrinya tentang suaminya. Ia berkata, “Oom sangat mencintai saya . . . bahkan rasanya dia lebih cinta saya ketimbang saya cinta dia. Kalau saya pergi dan dak pulang-pulang, Oom nungguin terus di rumah. Dan setelah datang, Oom berkata, “Kowe teko endi wae . . . kok sue toh.”

Saya tahu memang tidak semua pasangan memiliki pernikahan seperti mereka. Memang ada pernikahan yang kurang sehat sehingga pasangan saling berkata, “Tek no wae, mulih ora mulih karepe . . .” Jadi berpisah lama dengan pasangan pun tidak masalah.

Tapi bukankah perkataan itu menunjukkan seberapa buruknya pernikahan itu? Demikian pula dalam hubungan kita dengan Tuhan. Apabila kita merasa tidak masalah berpisah lama dengan Tuhan, merasa tidak ada pengaruhnya kalau tidak bersaat teduh dalam waktu lama, maka itu menunjukkan seberapa buruknya hubungan kita dengan Tuhan. Atau malah jangan-jangan kita sendiri belum dibebaskan dari belenggu dosa? Sama seperti Maria Magdalena, seorang yang telah dimerdekakan oleh Yesus, maka dengan sendirinya ia memiliki kerinduan untuk selalu tinggal dekat dengan Yesus.

Kisah Maria Magdalena kembali berlanjut. Kerinduan Maria masih sama. Tetap tinggal dekat dengan Yesus. Ketika Yesus harus menapaki via dolorosa hingga kayu salib, Maria tetap setia mengikuti-Nya. Tapi hebatnya, kasih Maria tidak berhenti pada Yesus pada waktu Yesus mati di atas kayu salib.

Setelah lewat hari Sabat, dan sementara seluruh penduduk kota masih tidur, Maria bersama beberapa perempuan lainnya pergi ke kubur. Pikirannya adalah ia akan mengurapi mayat Yesus dengan minyak rempah-rempah. Tapi pada saat Maria tiba di depan kubur Yesus, ia sangat terkejut karena batu penutup yang besar itu terguling. Maria sangat sedih karena pikirnya mayat Yesus telah dicuri. Tapi singkat cerita, akhirnya Maria berjumpa kembali dengan Yesus dalam tubuh kemuliaan. Lantas ini yang menarik, Alkitab mencatat, “Maria Magdalena pergi dan berkata kepada murid-murid, ‘Aku telah melihat Tuhan!’” Perjumpaan dengan Yesus telah membuat hati Maria berkobar-kobar untuk memberitakan Yesus kepada orang lain. Tadinya Maria merasa sedih, sekarang ia merasa antusias untuk memberitakan Yesus.

Pelajaran kedua dari keteladanan Maria untuk kita adalah: Apakah hati kita berkobar-kobar/antusias untuk memberitakan Yesus? Saya adalah asli arek Suroboyo. Ketika pertama kalinya datang ke kota Solo, saya pesan soto ayam di depot Kirana. Betapa terkejutnya saya ketika melihat soto tersebut. Kuahnya bening. Saya berpikir, apakah saya salah pesan. Mungkin saya memesan sup ayam. Hati saya kecewa karena dalam bayangan saya kuah soto seharusnya berwarna kuning.

Dalam perjalanan waktu tinggal di Solo, saya akhirnya menemukan beberapa depot yang menyajikan makanan Jatim, termasuk soto ayam yang kuning itu. Betapa gembira hati saya. Karena kegembiraan tersebut, maka dengan sangat antusias saya segera woro-woro ke rekan-rekan hamba Tuhan. “Eh ada soto uenak tenan di sana,” demikian kata saya waktu itu. Saya yakin Anda pun punya depot favorit yang menyajikan makanan kesukaan Anda. Dan saya yakin Anda pun antusias memberitahu teman-teman di mana depot tersebut, bukan?

Lalu entah mengapa saya merenungkan, kenapa kita lebih antusias memberitakan soal makanan ketimbang soal Yesus yang bangkit dari kematian itu? Kenapa kita lebih antusias memberitakan soal toko-toko baju yang menawarkan diskon ketimbang soal Yesus yang menawarkan keselamatan manusia? Dan yang lebih celaka lagi, kenapa kita lebih antusias memberitakan kabar buruk orang lain ketimbang kabar baik Injil Yesus Kristus?

Buletin Open Doors edisi November-Desember 2006, memuat berita tentang 3 orang guru Sekolah Minggu, yaitu: Ibu Rebekka, Ibu Eti, dan Ibu Ratna yang dipenjara 3 (tiga) tahun di Penjara Indramayu, Jawa Barat karena dituduh telah memaksa anak-anak Muslim menjadi Kristen melalui program Minggu Ceria. Ketika dikunjungi Tim Open Doors, ketiga ibu ini tidak tampak sedih atau stress, tetapi justru memancarkan ekspresi wajah yang penuh sukacita. Ibu Rebekka malah mengatakan “Kami sungguh bersukacita boleh menikmati penderitaan dalam penjara karena Kristus. Menderita bagi Kristus adalah normal.” Di dalam penjara mereka tetap melayani Tuhan, bahkan dapat memberitakan Injil kepada teman-teman di dalam penjara dan mengadakan ibadah rutin di dalam penjara.

Apa yang kita lihat? Perjumpaan dengan Yesus secara pribadi telah membuat hati mereka antusias memberitakan Injil keselamatan. Antusiasme untuk memberitakan Injil itu terasa sangat kuat sehingga tidak dapat dibatasi dengan jeruji penjara. Sebab itu di dalam penjara pun mereka tetap melayani Tuhan dan mengabarkan Injil kepada teman-teman di penjara.

Apapun status sosial dan ekonominya, kita tetap dapat memberitakan Yesus dengan beragam cara. Istri saya pernah bercerita: Dulu waktu SMP murid-murid sering disuruh untuk menghafalkan ayat-ayat. Agar istri saya dapat belajar dan sekaligus menginjili pembantunya, maka ia meminta pembantunya untuk bedeki. Kreatif, bukan? Masakan kita kalah kreatif dengan anak SMP? Yang terpenting adalah hati kita yang terangkum dalam 5 M: Mau, Mau, Mau, Mau, Mau.

Allah menghargai kaum perempuan. Bukti paling jelas adalah ketika kesempatan menyaksikan kebangkitan Yesus diberikan pertama kalinya kepada para perempuan. Kita patut berbesar hati karena Allah juga berada di pihak kaum perempuan. Tapi kita tidak boleh terlena dengan penghargaan Allah. Ada tugas selanjutnya yang perlu kita kerjakan: Tinggallah dekat dengan Yesus dan beritakanlah Yesus. Selamat Paskah!

Wednesday, April 08, 2009

Kekerasan Dalam Rumah Tangga Meningkat

Sabtu, 28 Maret 2009 | 19:41 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Mahdi Muhammad

BANDA ACEH, KOMPAS.com - Laporan kasus kekerasan terhadap perempuan yang diterima Komisi Nasional Perempuan dalam dua tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dalam dua tahun terakhir, peningkatan laporan kasus kekerasan terhadap perempuan naik sekitar 100 persen.

Sebagian besar kasus yang dilaporkan adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga. Ketua Subkomisi Pengembangan Pemulihan Komnas Perempuan Azriana, ditemui disela-sela deklarasi Pemilihan Umum Damai bagi para calon anggota legislatif kaum perempuan di Banda Aceh, Sabtu (28/3) mengatakan, tingginya laporan yang masuk lebih disebabkan mudahnya akses informasi bagi lembaga-lembaga pendamping para korban.

Naiknya laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dalam dua tahun terakhir ini, sepertinya tidak disebabkan tingginya kasus yang terjadi. Akan tetapi, semakin mudah lembaga-lembaga mengakses informasi dan korban juga semakin mudah untuk berinteraksi dengan lembaga pendamping, tuturnya.

Dia menjelaskan, tahun 2007 lalu, Komnas Perempuan menerima sekitar 26.000 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan. Jumlah itu naik lebih 100 persen pada tahun 2008 lalu menjadi sekitar 56.000 kasus. Utamanya adalah kasus KDRT, katanya.

Laporan terbanyak yang masuk adalah berasal dari Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Sementara pulau lainnya, seperti Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Maluku, terbilang kecil karena a kses informasi dari dan kepada lembaga serta korban, terbilang cukup sulit.

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/03/28/1941456/kekerasan.dalam.rumah.tangga.meningkat..

20-30 Persen Remaja Dunia Akses Situs Porno

Senin, 30 Maret 2009 | 00:01 WIB

SURABAYA, KOMPAS.com - Industri pornografi melaporkan 20-30 persen remaja di dunia yang berusia 8-17 tahun mengakses situs porno.

"Itu laporan NRC Report yang dirilis pada 2002, tentu sekarang lebih banyak lagi," kata Staf Khusus Menkominfo, Son Kuswadi, di Surabaya, Minggu.

Ketika berbicara dalam talk show "Internet Sehat" di Universitas Surabaya (Ubaya), ia mengatakan 90 persen remaja semula mengklik situs porno secara tidak sengaja.

"Itu berarti industri pornografi cukup canggih dalam menjebak remaja, karena itu kita perlu mewaspadainya dengan melakukan filter," katanya.

Menurut ahli informatika dari ITS Surabaya itu, internet tidak perlu dihindari, karena masih banyak manfaat dari internet, terutama bagi pengembangan iptek dan pendidikan.

"Yang penting adalah bagaimana menciptakan filter untuk dampak negatif dari internet itu, seperti yang dilakukan China, Iran, Arab Saudi, Eropa, dan Amerika sendiri," katanya.

Berbagai penangkalan dampak negatif internet antara lain blok situs porno melalui cara berlangganan provider (ISP) yang memiliki filter, teladan orangtua, letak layar komputer yang mudah diawasi, dan ajak anak mencari informasi yang bagus.

"Semuanya perlu dilakukan di tingkat pribadi, keluarga, kantor, sekolah, warnet, dan provider (ISP)," katanya.

Ia menambahkan pemerintah sendiri mengupayakan melalui "payung hukum" seperti UU Telekomunikasi, UU ITE, UU Pronografi, dan Peraturan Menteri Konten Multimedia.

"Pemerintah juga segera membentuk Tim Internet Sehat Nasional yang dapat menerima laporan masyarakat untuk melakukan tindakan secara teknologi, hukum, dan evaluasi provider," katanya.

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/03/30/00010366/20-30.persen.remaja.dunia.akses.situs.porno

Bermain Bisa Kurangi Trauma Anak Korban Bencana

Jumat, 3 April 2009 | 12:56 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Dengan bermain dan berkumpul dengan teman-teman sebayanya, anak-anak korban bencana Situ Gintung diharapkan dapat melupakan kejadian traumatis yang baru saja mereka alami.

"Bergaul dengan teman-teman sebaya, sedikit banyak dapat mengobati psikis anak, anak-anak melihat ada teman sebaya yang masih bisa bercanda dengan mereka, mereka akan terbawa dalam suasana ceria itu. Ini yang dinamakan social learning," kata psikolog anak, Seto Muliadi, yang ditemui di Trauma Center Wisma Kerta Mukti, Jumat (3/4) siang.

Menurut Seto, pemulihan trauma pascabencana Situ Gintung ini tidak akan terlalu lama seperti bencana Aceh ataupun Yogya. Karena lokasi bencana dekat dengan pusat perbelanjaan sehingga pengungsi masih mempunyai tempat hiburan.

Untuk membantu proses penyembuhan psikis anak-anak pengungsi, Seto menggandeng sekitar 20 orang psikolog. Menurutnya, kondisi traumatis pada masing-masing anak berbeda. "Ada yang sampai murung dan terus menyendiri. Namun, rata-rata mereka tidak mengalami trauma yang parah," kata Seto.

Pada trauma center tersebut, anak-anak diberi aktivitas yang menyenangkan, seperti menggambar, bercerita maupun permainan lainnya. Anak-anak juga dihibur dengan tingkah laku kakak pembimbing yang terkadang melontarkan lelucon. Bahkan Kak Seto juga memeragakan keahlian menyulapnya.

Rencananya trauma center yang berlokasi di Wisma Kertamukti tersebut akan dibuka selama satu bulan ke depan.

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/04/03/12565584/bermain.bisa.kurangi.trauma.anak.korban.bencana

Saturday, March 28, 2009

Game Kekerasan di Komputer Bikin Anak Makin Agresif

Selasa, 24 Maret 2009 | 17:37 WIB

WINA, KOMPAS.com — Perlu untuk menjauhkan anak-anak dari permainan komputer yang berkaitan dengan kekerasan. Demikian dikatakan tiga ahli ilmu jiwa Austria berdasarkan temuan penelitian paling akhir mereka.

Menurut laporan yang disiarkan Jumat di media Austria, dalam penelitian paling akhir mereka dengan judul "Kekerasan dan Pencegahan Kekerasan", tiga ilmuwan dari Departemen Psikologi di University of Vienna, Austria, itu menyarankan sikap "tanpa toleransi" mesti diterapkan dalam menangani pemuda yang bermain game kekerasan di komputer.

Pemuda mesti dijauhkan dari permainan kekerasan tersebut karena semua itu "tak baik dan hanya menimbulkan kerugian".

Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa pemuda yang sering kali memainkan games yang berkaitan dengan kekerasan di komputer cenderung menjadi lebih agresif dibandingkan dengan mereka yang hanya bermain games yang kurang atau tidak berisi kekerasan.

Untuk itu, para ilmuwan tersebut menjelaskan permainan yang berisi kekerasan bukan hanya cenderung ditiru, tapi lingkungan permainan itu juga mudah membawa seseorang pada mental reaktif atau imaginer agresif.

"Anak-anak yang memainkan game yang berkaitan dengan kekerasan di komputer akan mudah memperlihatkan sifat agresif ketika terganggu, tidak puas, atau marah". Dengan demikian, mereka lebih agresif dibandingkan dengan anak yang tak memainkan game semacam itu.

Pada penelitian tersebut juga didapati bahwa di kalangan remaja yang berumur 16 tahun dan secara khusus disurvei, anak laki-laki yang memainkan game komputer dengan isi yang berkaitan dengan tindakan brutal bahkan telah mencapai 60 persen.

Oleh karena itu, para ilmuwan tersebut menyarankan orangtua dan guru mesti memulai pendidikan terkait di sekolah dasar guna menjauhkan anak-anak dari permainan komputer yang mengandung kekerasan.

Pada 11 Maret, penembakan di kampus yang mengejutkan dunia terjadi di Jerman sehingga 17 orang tewas. Pembunuhnya adalah anak laki-laki berusia 17 tahun yang, menurut penyelidikan, tertarik pada permainan komputer yang mengandung kekerasan.

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/03/24/17375067/game.kekerasan.di.komputer.bikin.anak.makin.agresif