Thursday, January 29, 2009

Healing Community atau Killing Community

Diterbitkan Solo Pos, Kamis, 29 Januari 2009, hal. 4

Pemilu 2009 kian dekat. Semua partai politik (Parpol) sedang sibuk untuk menyiapkan dan mengusung calon presiden dari partainya. Berbagai kritik pedas terhadap kinerja pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuk Kalla (SBY-JK) pun dialirkan dengan aneka motifnya. Misalnya, kinerja pemerintah yang hanya tebar pesona, atau mungkin yang lebih pedas adalah pemerintah hanya menjadikan rakyat seperti permainan yoyo.

Rakyat mungkin tidak pernah memahami apa motif sesungguhnya dari kritik-kritik tersebut. Tanpa bermaksud membela partai atau tokoh tertentu, kita kembali melihat budaya berpikir dan bertutur negatif kembali terjadi.

Memang telah lama kita hidup dalam budaya berpola pikir negatif. Sebuah pola pikir yang cenderung berfokus pada sisi-sisi buruk seseorang, termasuk diri sendiri. Pola pikir seperti demikianlah yang akhirnya menciptakan sebuah killing community. Anehnya, dari generasi demi generasi hal ini terus terlestarikan. Tidak perlu sulit-sulit mengumpulkan contoh konkretnya.

Dalam kehidupan sehari-hari saja sudah terlihat bagaimana killing community itu terjadi. Misalnya, ketika sang anak mendapatkan nilai baik, orangtua hanya mendiamkan saja. Sepatah kata pujian tidak diberikan. Paling-paling orangtua berkata, “Ah itu biasa, anak-anak lain pun juga mendapatkan nilai yang sama denganmu.”

Tapi bila si anak mendapatkan nilai buruk, orangtua langsung marah layaknya seekor singa yang melihat bayinya diganggu, sikapnya menjadi tidak proporsional bila dibandingkan ketika sang anak mendapatkan nilai baik.

Contoh lainnya, dalam kehidupan bertetangga, gosip sering kali menjadi masalah klasik. Mereka sering kali menggunakan semboyan terkenal dalam media massa: bad news is good news, good news is no news. Berita buruk justru menjadi berita yang menarik untuk disosialisasikan dibandingkan dengan berita baik. Jarang sekali kita mendengarkan gosip yang menceritakan kebaikan dan kesuksesan orang lain. Umumnya gosip berisi tentang berita kegagalan rumah tangga, kebangkrutan usaha, perilaku buruk dan hal-hal negatif lainnya.

Dua contoh di atas sudah cukup menggambarkan kehidupan killing community di sekitar kita. Kehidupan demikianlah yang sering kali mereduksi, bahkan meniadakan, sikap saling memaafkan, saling mengasihi, saling memberi, saling berkorban. Rasa tidak aman dan tidak nyaman terus menghantui.
Tak pelak lagi, kebahagiaan pun makin redup, tak lagi dirasakan oleh orang-orang yang hidup dalam komunitas seperti demikian. Selain itu, Menbudpar Jero Wacik juga pernah mengingatkan bahwa budaya berpikir negatif justru membuat semua orang menjadi tidak produktif, rentan terhadap penyakit dan lebih cepat mati. Sungguh sebuah ironi.

Berpikir positif

Karena itu, kita perlu mengampanyekan budaya berpikir dan bertutur positif. Membangun komunitas atau negara, tidak hanya memperbaiki dari segi ekonomi, keamanan, gizi, dan lainnya. Perbaikan pola pikir juga sangat dibutuhkan. Perbaikan pola pikir tersebut niscaya dapat membangun sebuah healing community yang mana orang-orang hidup di dalamnya dapat merasakan kebahagiaan dan kedamaian batiniah. Kepribadian dan potensi generasi demi generasi makin bertumbuh sehat dan dapat dinikmati semua orang.
Untunglah di dunia ini masih ada teladan-teladan dari orang yang berpola pikir dan bertutur positif. Salah satunya adalah ibu dari Hee Ah Lee. Anak Hee Ah Lee adalah penderita lobster claw syndrome di mana jumlah jarinya hanya empat dan kedua kakinya pun hanya sebatas lutut.

Ketika banyak orangtua di dunia ini menolak kehadiran anak cacat, baik penolakan secara psikologis ataupun dengan membunuh, ibu Hee Ah Lee justru melakukan hal yang berbeda. Ia malah berkata, “Saya melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik. Wajahnya mirip rembulan. Jemari tangannya yang hanya empat serupa kuncup bunga tulip.”

Oleh karena pola pikir dan tutur kata positif yang terus diberikan orangtuanya, potensi Hee Ah Lee kini berkembang sangat baik. Ia menjadi pemain piano yang terkenal dan pernah bermain dengan Richard Clayderman di Gedung Putih tahun 2005. Pertumbuhan yang sehat terjadi tatkala ada lingkungan positif baginya.

Kita perlu mengubah killing community menjadi healing community. Ini tugas siapa? Tugas kita bersama, apalagi pemimpin negara dan calon-calonnya. Sekali lagi, perbaikan material sangat diperlukan saat ini, khususnya di tengah-tengah krisis keuangan global. Calon-calon pemimpin negara harus berlomba-lomba memikirkan langkah-langkah konkret dan kreatif dalam memajukan bangsa dan negara Indonesia. Tapi jangan pernah lupa, di samping perbaikan material, perbaikan pola pikir (yang nonmaterial) dan tutur kata perlu masuk dalam agenda kerja. Sudah barang tentu hal tersebut harus dimulai dari diri sendiri yang nantinya terus menular pada orang-orang di bawahnya.

Masaru Emoto, seorang peneliti Jepang yang mendapatkan penghargaan dunia internasional, pernah mengadakan penelitian tentang pengaruh tutur kata terhadap formasi kristal air. Penelitian yang dituliskan dalam The Message from Water itu membuktikan dampak tutur kata positif yang dapat membentuk formasi kristal air yang sangat indah. Sebaliknya, jika kepada air diberikan tutur kata negatif, maka formasi kristal air yang terbentuk menjadi jelek. Adapun gambar kristal air yang paling indah terbentuk dari kata “cinta” dan “terima kasih”.

Apabila air saja dapat merespons tutur kata dari pelaku, apalagi manusia. Formasi healing community baru akan terbentuk dengan pola pikir dan tutur kata yang positif. Akhir kata, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. Semoga membangun healing community menjadi visi kita bersama! - Oleh : Andrew Abdi Setiawan, Rohaniwan Gereja Kristen Kalam Kudus Solo

Sunday, January 25, 2009

Jalan Pintas . . . Menuju Dosa

1 Samuel 13: 8-12


Segala sesuatu ada waktunya. Itulah rumus kehidupan. Alam semesta dan segala isinya diciptakan Tuhan dalam waktu 6 hari. Manusia hidup berasal dari setetes cairan sperma dan telur yang bertemu. Kemudian dia berkembang menjadi segumpal darah dan daging, dan baru menjadi manusia setelah 9 bulan lamanya. Dibutuhkan waktu 21 hari bagi telur ayam untuk menetas. Segala sesuatu pasti ada waktunya. Itulah, sekali lagi, rumus kehidupan.

Tapi seringkali rumus ini sulit diterima dalam zaman yang serba cepat dan instan. Banyak orang menginginkan perubahan hasil yang instan. Proses yang melelahkan itu tidak ingin dilaluinya. Jalan pintaslah yang seringkali dipilihnya. Banyak orang memilih jalan pintas untuk terlihat pandai dengan cara membeli gelar. Banyak orang memilih jalan pintas untuk terlihat menguasai buku dengan cara membaca ringkasannya saja. Banyak orang memilih jalan pintas untuk menjadi kaya dengan mengikuti hal-hal yang tidak benar. Jalan pintas seringkali dipilih orang-orang. Kalau bisa mudah, kenapa harus sulit? Itu semboyan zaman ini.

Semboyan tersebut tidak selalu salah. Tapi bisa jadi banyak salahnya. Banyak sekali kehidupan di dunia ini yang memerlukan proses dan itulah rumus kehidupan yang tercipta sejak pertama kalinya dunia diciptakan. Hal demikianlah yang ternyata tidak dipahami raja Saul. Ketika akan berperang melawan orang Filistin, Saul tidak sabar menunggu nabi Samuel untuk mempersembahkan korban bakaran. Pikirnya, sudah 7 hari lamanya aku menunggu Samuel sementara rakyatku berteriak-teriak ketakutan karena menghadapi orang Filistin. Terlalu lama menunggunya. Akhirnya, Saul mengambil jalan pintas dengan cara dia sendirilah yang mempersembahkan korban bakaran. Tapi apa akibatnya? Jalan pintas yang diambil justru membuat Allah geram. Inilah sebuah jalan pintas . . . menuju dosa.

Jalan pintas kerapkali ditunggangi Iblis untuk menggoda kita. Masih ingatkah kita akan peristiwa pencobaan Yesus di padang gurun? Dalam pencobaan ketiga yang dicatat Injil Matius, Iblis mengatakan bahwa semua kerajaan dunia dengan kemegahannya akan diberikan kepada Yesus bila Ia sujud menyembahnya. Betapa mudah syaratnya. Hanya sujud menyembah tanpa perlu bekerja keras. Inilah jalan pintas yang seringkali dipakai Iblis untuk menjatuhkan manusia.

Berhati-hatilah dengan tawaran jalan pintas. Kembalilah pada rumus kehidupan yang diciptakan Allah. Segala sesuatu ada waktunya. Kenapa bangsa Israel harus mengalami masa perbudakan selama 400 tahun baru akhirnya dibebaskan? Kenapa bangsa Israel harus berjalan memutari padang gurun selama 40 tahun untuk menuju tanah Kanaan? Kenapa Yesus baru datang ke dunia setelah ribuan tahun yang lalu Adam dan Hawa berbuat dosa? Segala sesuatu ada waktunya. Kembalilah pada rumus kehidupan yang diciptakan Allah.

Banyak sekali tawaran jalan pintas menuju dosa. Tidak hanya di negara kita, di lingkungan gereja dan hamba Tuhan pun bisa terjadi. Cara ini masih efektif untuk menjatuhkan manusia dalam dosa. Waspadalah!

Monday, January 19, 2009

Nyamuk

Nyamuk kurus
Ia terbang terus
Tak gampang ia tergerus

Walau hidup tak mudah
Ia tak mudah lelah
Hanya sedikit kesempatan untuk makan
Tapi lebih lama ia bertahan

Nyamuk gemuk
Ia terbang dengan suntuk
Jadi gampang ia tertepuk

Walau hidup terasa makmur
Dikelilingi banyak mangsa bertabur
Tapi jadi banyak lawan untuk bertempur
Sebentar lagi ia gugur

Hidup jangan terlalu empuk
Ia akan cepat lapuk
Kemudian membusuk

Berjalan lurus itu harus berjuang
Walau kadang musti sungsang
Tapi hidup jadi layak dikenang
Membuatnya kekal dan tak pernah usang

http://yesaya6.blogspot.com/2009/01/nyamuk.html

Jika Istri Terjebak Biseksual

Jumat, 16 Januari 2009 | 09:27 WIB

PERSOALAN hidup masa kini semakin kompleks. Kehidupan di rumah tangga ataupun tempat kerja diwarnai persoalan perilaku yang menyimpang dari ukuran normal. Salah satu penyimpangan yang makin banyak terjadi adalah penyimpangan seksual. Ibu rumah tangga yang mengalami perkawinan normal pun akhirnya jatuh ke pelukan sesama jenis.

Seorang ibu, sebutlah namanya Sari (41 tahun), mengeluh bingung dengan keadaan dirinya. Sudah hampir satu tahun ini ia terlibat hubungan intim (seksual) dengan teman sejenis, guru privat anaknya.

Suami dan dua anaknya tidak tahu bahwa ia memiliki hubungan khusus dengan perempuan lajang, sesama anggota organisasi sosial itu. Hanya, suaminya pernah mengingatkan agar tidak berlebihan berhubungan dengan temannya itu. “Sampai seperti orang pacaran,” komentar suami Sari.

Hubungan dengan suami selama ini normal, seperti tidak ada masalah, termasuk dalam hubungan seksual. Kalaupun ada soal yang mengganjal, yakni perbedaan agama. Persoalan lainnya, suami Sari sering bertugas di luar kota.

Setelah akhirnya terjebak dalam hubungan seksual dengan teman sejenis, kini Sari sangat gelisah dan bingung. Secara emosional ia merasa terpenuhi kebutuhannya dari hubungan sejenis ini. Namun, ia sekaligus merasa di persimpangan jalan, jauh dari kedamaian karena konflik.

Dua jenis kelamin
Perilaku seksual yang dijalani Sari tersebut lazim disebut biseksual atau seksualitas ganda. Biseksual merupakan perilaku atau orientasi seksual seseorang, baik laki-laki maupun perempuan, yang tertarik secara seksual dan erotik pada dua jenis kelamin.

Tim psikolog dari Northwestern University, AS, yang dipimpin oleh Michael Bailey melakukan penelitian terhadap laki-laki dan perempuan dengan mempertontonkan kepada mereka blue film yang berisi adegan-adegan seks antara laki-laki dan laki-laki, perempuan dan perempuan, serta laki-laki dan perempuan.

Ternyata, respons mereka berbeda-beda dalam menanggapi tontonan adegan seks dalam blue film tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan selalu bergairah menonton adegan seks antara laki-laki dan laki-laki (homoseks), perempuan dan perempuan (lesbian), serta laki-laki dan perempuan (normal). Sebaliknya, laki-laki lebih bergairah menonton adegan seks antara perempuan dan perempuan (lesbian) serta antara laki-laki dan perempuan (normal).

Kesimpulan penelitian Bailey dan kawan-kawan tersebut adalah perempuan cenderung memiliki orientasi biseksual dibandingkan dengan laki-laki. Pengertian cenderung memiliki orientasi biseksual di sini lebih menunjuk kepada timbulnya gairah seksual perempuan pada saat menonton adegan seks dalam blue film, sedangkan dalam kehidupan seks mereka sehari-hari bisa jadi perilaku seksual mereka normal. Namun, banyak juga yang melampiaskan gairahnya dengan melakukan hubungan seksual dengan kedua jenis kelamin.

Faktor pendorong
Kecenderungan berorientasi biseksual akan mewujud menjadi tindakan atau perilaku biseksual didorong oleh beberapa keadaan:

1. Coba-coba
Perilaku coba-coba untuk memperoleh pengalaman seksual baru sering dilakukan antarsahabat. Laki-laki yang telah beristri mencoba pengalaman seksual baru dengan sahabat laki-lakinya. Demikian juga perempuan yang telah bersuami, mencoba pengalaman seksual baru dengan sahabat perempuannya. Perilaku biseksual ini dapat juga muncul dari hasil coba-coba antara laki-laki homoseksual dan sahabat perempuannya atau antara perempuan lesbian dan sahabat laki-lakinya. Jadi, fenomena orientasi seksual itu memang kompleks atau pelik dan tidak dapat dilihat hanya pada perilaku yang tampak di permukaan (overt behavior).

2. Seks bebas (free sex)
Para penganut seks bebas seringkali mengadakan pesta seks yang dihadiri banyak orang dengan berbagai ragam orientasi seksual. Dalam keadaan semacam ini sangat terbuka kemungkinan coba-coba melakukan hubungan biseksual. Bila dalam melakukan hubungan itu mengalami kenikmatan seperti diharapkan, perilaku tersebut cenderung diulang-ulang sehingga ia dapat berkembang menjadi orang yang memiliki perilaku biseksual.

3. Kebutuhan emosional yang tak terpenuhi
Hasil penelitian tentang seksualitas ganda menunjukkan bahwa para wanita biseksual mempunyai beberapa kebutuhan emosional yang hanya dapat dipenuhi oleh laki-laki, sementara beberapa kebutuhan emosional lainnya menurut mereka hanya dapat dipenuhi perempuan. Untuk memenuhi seluruh kebutuhan emosional tersebut mereka memiliki peran seksualitas ganda.

4. Kebutuhan akan variasi dan kreativitas
Hasil penelitian terhadap pria biseksual menunjukkan bahwa kebanyakan mereka menjadi biseksual karena ingin memenuhi kebutuhan akan adanya variasi dan kreativitas untuk mendapatkan kepuasan dan kenikmatan dalam melakukan hubungan seksual.
Dalam kasus di atas, Sari mampu menampilkan diri sebagai seorang yang setia dan penuh kasih sayang terhadap keluarganya, tetapi di balik itu ia berselingkuh dengan sesama jenisnya. Pertemuan dengan teman selingkuh ini dibangun mulai dari persahabatan dalam organisasi sosial yang diikutinya.

Dari relasi itu akhirnya beberapa kebutuhan emosional yang tidak dapat dipenuhi oleh suami (perhatian, kasih sayang, perasaan diterima, dan sebagainya) terpehuhi oleh orang lain. Kedekatan ini kemudian dilengkapi dengan ekspresi fisik, yang akhirnya mengarah pada kegiatan seksual.

Perilaku biseksual termasuk penyimpangan kegiatan seksual yang tidak sesuai dengan norma agama maupun masyarakat. Oleh karena itu, kaum biseksual menghadapi masalah yang sama dengan para gay dan lesbian. Mereka pada umumnya lebih tertekan daripada kaum gay atau lesbian karena identitas seksual mereka dianggap tidak jelas. Sana-sini mau atau AC/DC adalah cemoohan buat kaum biseksual.

Karena besarnya tekanan tersebut, kaum biseksual pada umumnya lebih mudah mengalami gangguan mental dibandingkan dengan mereka yang heteroseksual (normal) maupun homoseksual/lesbian. Sebuah penelitian di Australia yang dimuat dalam British Journal of Psychiatry menemukan bahwa orang-orang biseksual mempunyai perasaan yang sangat dalam terhadap kegelisahan, depresi, dan berbagai pikiran negatif lainnya.

Berkaitan dengan kasus di atas, dapat dipahami kalau ibu muda tersebut sangat tertekan, gelisah, bahkan depresi menghadapi kenyataan dirinya yang telah “telanjur” menjadi biseksual. Ia ingin keluar dari situasi yang menyesakkan dirinya itu.

Mungkinkah? Tentu saja mungkin.

http://kompas.com/read/xml/2009/01/16/0927151/jika.istri.terjebak.biseksual

150 Tahun St Ursula, Mencetak Manusia Berkualitas

Oleh Indira Permanasari

SUDAH 150 tahun usia sekolah Santa Ursula di Jalan Pos, Jakarta. Ribuan murid silih berganti memasuki bangunan bergaya kolonial itu. Mulai dari saat anak masih datang ke sekolah menumpang kuda, seperti dalam foto tua yang ditunjukkan Kepala SMA Santa Ursula Moekti K Gondosasmito OSU, MEd, hingga kini menumpang kendaraan roda empat.

Sejumlah fasilitas juga berubah demi menyesuaikan kehendak zaman. Akan tetapi, satu hal yang tidak banyak berubah, yaitu roh pendidikan membangun manusia seutuhnya, baik intelektualitas, karakter, maupun kepekaan sosial.

Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Farida Hatta Swasono yang menempuh pendidikan menengah pertama dan atas di sana pada pertengahan tahun 1960-an pernah merasakan didikan para suster.

”Saya mendapatkan perlakuan yang sama dengan anak lain. Ikut kerja bakti bersama anak- anak lain dan kalau salah ya disetrap. Saya paling ingat kebagian kerja bakti menggosok WC di samping kantor kepala sekolah dan menimba air di sumur,” kenangnya.

Dia juga menikmati cara para guru mengajar di sana. Bagaimana para guru menularkan semangat belajar dan bekerja keras. Saat belajar ilmu falak, misalnya, Meutia ingat mendapat pekerjaan rumah tentang matahari. Selama satu minggu murid wajib berdiri di satu titik dan mengamati matahari terbit.

”Setiap pukul enam pagi teng, saya mengamati pergeseran matahari dan menggambarkan posisinya,” ujarnya. Pentingnya ilmu, disiplin, kerja keras, dan budi pekerti menjadi pengalaman yang terekam di benaknya.

Didirikan suster Ursulin

Sekolah Santa Ursula di Jalan Pos didirikan tahun 1859 oleh para suster Ursulin di Indonesia. Ordo Santa Ursula mulai berkarya di Indonesia pada tahun 1856. Di Indonesia terdapat sekitar 15 yayasan di bawah Ursulin Indonesia yang menaungi sekolah-sekolah dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas di Jawa dan luar Jawa.

Salah satunya adalah sekolah Santa Ursula di Jalan Pos yang menyelenggarakan pendidikan dari TK hingga SMA. Saat ini terdapat sekitar 5.000 anak menempuh pendidikan di sana.

Kedisiplinan dan prinsip egaliter termasuk kenangan yang membekas di benak Renata Arianingtyas, alumnus Santa Ursula angkatan 1990.

”Murid dan guru yang tidak masuk sekolah harus membawa surat izin dan lapor langsung ke suster kepala sekolah. Murid dan guru berbaris mengantre bersama-sama laporan ke suster. Kejujuran menjadi penting,” ujar Renata, alumnus sekaligus Program Manajer untuk Human Right, Citizenship, dan Equality Yayasan Tifa.

Soal disiplin itu masih berlaku sampai sekarang. ”Ada yang bilang sekolah Santa Ursula itu seperti di penjara dengan seragam kotak-kotak hijau. Namun, kita enggak merasa begitu kok. Kita diberikan kebebasan berpikir dan berekspresi,” ujar Dita, salah seorang murid kelas III SMP Santa Ursula.

Urusan kedisiplinan jangan dianggap main-main di sekolah itu. Rok tidak boleh naik di atas lutut dan kaus kaki tidak boleh menutupi betis. Dilarang makan dan minum di dalam kelas. Pengumpulan tugas tepat waktu. Selalu mengenakan seragam di lingkungan sekolah. Tepat waktu datang ke sekolah. Dilarang mencontek atau keluar dari sekolah. Buanglah sampah pada tempatnya, dipisahkan antara sampah organik dan nonorganik. Itu hanya sebagian ”aturan main”.

Kepekaan sosial

Di sekolah itu pula, para lulusannya diasah kepekaan sosialnya. Renata masih mengingat bagaimana suster berani mengambil jam pelajaran dua hingga tiga minggu untuk retret dan live-in atau tinggal bersama warga di komunitas tertentu yang berbeda dari keseharian para murid. Lewat kegiatan tersebut, mereka juga dibiasakan berpikir kritis.

”Biasanya mendekati akhir tahun ajaran di kelas III anak- anak sekolah lain sedang sibuk drilling mempersiapkan ujian akhir, tetapi kami malah pergi ke desa dan merasakan tinggal bersama warga. Anak Sanur (Santa Ursula) banyak yang berasal dari kelas menengah dan atas. Lewat pengalaman tersebut, siswa belajar bahwa ada realitas yang berbeda,” ujarnya.

Asahan kepekaan sosial tersebut juga dirasakan presenter sekaligus Pemimpin Redaksi Liputan 6 SCTV Rosiana Silalahi. Pada masanya, Rosiana termasuk tim pengajar anak-anak miskin di kawasan Cilincing, Jakarta Utara. Dia juga masih mengingat setiap tanggal 17 setiap bulannya sekolah mewajibkan mereka menggunakan transportasi umum.

”Tidak boleh naik taksi. Harus transportasi umum seperti bus, bemo, atau bajaj,” ujar Rosiana.

Dalam bukunya, Catatan Seorang Pendidik; Fikir, Suster Francesco Marianti, OSU yang 25 tahun memimpin SMA Santa Ursula, menegaskan bahwa pendidikan meliputi seluruh aspek dalam diri manusia. Aspek intelektualitas, keterampilan, kepribadian, dan kepekaan sosial diberi peluang berkembang semaksimal mungkin. Hal tersebut sesuai dengan misi Serviam, yang berarti ”aku mengabdi” tujuan pendidikan membentuk manusia mandiri, berkepribadian utuh, humanis, serta berorientasi pada nilai-nilai luhur.

Kepala SMA Santa Ursula Moekti K Gondosasmito OSU, MEd, mengatakan, metode pengajaran di sekolah Santa Ursula adalah membantu kaum muda agar bertumbuh dengan utuh baik intelektual, karakter, dan kepekaan sosial. Bahasa barunya barang kali komunitas pembelajar yang interaktif, inovatif, dan kreatif.

Intelektualitas dikembangkan melalui pembelajaran di kelas, kegiatan ekstrakurikuler, dan pemberian tugas agar potensi peserta didik bisa optimal.

Pada akhirnya yang terkenang dari sebuah institusi pendidikan bukan dahsyatnya nilai rapor atau berbagai piala, tetapi nilai-nilai yang dapat mereka pakai dalam kehidupan serta karya di masyarakat.

http://www.kompas.com/read/xml/2009/01/19/0701348/150.Tahun.St.Ursula..Mencetak.Manusia.Berkualitas

Bulan ini Orang Jawa dan Tionghoa Sama-Sama Buang Sial

[ Senin, 19 Januari 2009 ]
SURABAYA - Bulan ini adalah bulan pas untuk buang sial atau berbagi kebahagiaan. Berdasar tradisi Tionghoa, ritual usir sial dan berbagi kegembiraan itu patut dilaksanakan menjelang Imlek. Bagi orang Jawa pun, masa setelah tahun baru Jawa tersebut menjadi momen pas untuk membuang sengkala (kesialan).

Karena itu, kemarin (18/1) Dewa Uang atau Jhai Sen Yek hadir di Sogo Department Store Tunjungan Plaza 4. Dia membagi-bagikan angpau kepada anak-anak kecil.

Diiringi sekitar 30 dewa-dewi, dewa berwajah kemerahan dan berjenggot panjang tersebut mengitari lantai satu hingga lantai tiga. Ada delapan dewi bunga yang mengiringi langkahnya. Antara lain, Dewi Bunga Teratai, Tulip, Mawar, Chrysant, Melati, Pink Barbie, sampai Matahari. Ada juga seorang wanita yang menjadi Dewi Segala Bunga.

Sepanjang jalan, dia membagikan angpau beramplop merah kepada anak-anak. Beragam ekspresi menyambutnya. Ada anak yang menangis, ada juga yang mengejar dewa itu untuk minta angpau.

Josephine Angeline Yudha Pranata menerima angpau dengan senang. "Terima kasih, Dewa," ujar bocah berusia 2,5 tahun tersebut dengan logat cadel.

Tak hanya itu, ada dua dewa yang merupakan titisan Dewa Sun Go Kong dan dua prajurit kahyangan yang turut mendampingi Dewa Uang. Setelah Dewa Uang berkeliling, barongsai dan liang-liong ditampilkan di atrium utama Tunjungan Plaza 1.

Terpisah, majalah Liberty (Jawa Pos Group) mengadakan ruwatan masal di Balai Pemuda. Upacara membuang sengkala bagi 200 sukerta (orang yang dipercaya akan mendapatkan kesialan dalam hidup) yang diadakan setiap bulan pertama tahun Jawa itu dipimpin dalang kawakan Ki Dharmasuwita Nayantaka.

Chairman Jawa Pos Dahlan Iskan hadir dalam ruwatan sukerta tersebut. Sebelum ritual dimulai, dia mengawali secara simbolis dengan menyerahkan wayang Batara Kala kepada dalang.

Ritual berjalan tanpa problem. Namun, di tengah-tengah acara, saat memercikkan air suci dari tujuh sumber dan bunga setaman, dalang itu pingsan.

Insiden tersebut cepat dirampungkan. Ki Dharmasuwita langsung digantikan oleh putranya yang juga seorang dalang, Ki Surono Gondo Taruna.

Menurut panitia, Riamah Hartono, insiden tersebut bisa dimaklumi. "Sebab, usia sang dalang memang sudah sepuh," ujarnya. Selain itu, malam sebelumnya, Ki Dharmasuwita menghadiri malam tirakatan yang berlangsung semalam suntuk. "Mungkin dia kelelahan," ucapnya.

Berebut Jadi Putra Putri Imlek 2009

Atrium Supermal Pakuwon Indah (SPI) kemarin siang (18/1) berubah jadi lautan merah. Mereka tidak sedang ikut kampanye partai politik tertentu, melainkan menjadi peserta lomba Putra Putri Imlek 2009 yang diselenggarakan SPI bekerja sama dengan Dins Modeling & Acting School.

Diiringi lagu-lagu khas Tiongkok, para peserta berlenggak-lenggok keluar masuk replika Temple of Heaven, tetenger Beijing. Sesekali, gaya mereka ditambahi aksi memainkan kipas atau gaya bermain pedang. Hampir semua peserta mengenakan cheongsam, baju tradisional Tiongkok yang berwarna merah menyala. Sebagai pemanis, mereka mengombinasikan dengan warna emas.

Tapi, tak semua memilih warna khas Imlek tersebut. Ada juga yang nekat menambahkan warna hijau dan kuning seperti yang dilakukan Marthania Yolanda. Tampilannya yang berwarna-warni itu malah membuat bocah 13 tahun tersebut terlihat berbeda. "Aku sih terinspirasi putri Tiongkok yang aku lihat di televisi," katanya sembari memainkan tusuk konde yang menghiasi kepalanya.(ken/any/dos)

http://jawapos.co.id/

Thursday, January 15, 2009

Ukur Kecerdasan Emosi Anda!

Jumat, 1 Agustus 2008 | 05:36 WIB

MUNGKIN Anda sudah membaca buku tentang kecerdasan emosi dan ingin tahu tentang seberapa tinggi kecerdasan emosi Anda? Kuis berikut ini dapat membantu mengukur tingkat gejolak emosi Anda.

Daniel Goleman, psikolog lulusan Harvard University dan penulis buku Emotional Intelligence pernah mengatakan, bahwa keberhasilan seseorang dalam hidupnya tidaklah terutama disebabkan oleh IQ-nya, tetapi lebih-lebih bagaimana emosionalitasnya dapat dimanajemeni dengan baik. Dengan kata lain, keberhasilan seseorang sangat ditentukan oleh kecerdasan emosinya.

Memang, tidak satu pun alat tes yang bisa dipakai untuk mengukur kecerdasan emosi seseorang secara tepat, tetapi ada banyak situasi dimana gejolak emosi yang Anda rasakan dapat diukur. Pertanyaan-pertanyaan berikut merupakan petunjuk kasar untuk mengukur kecerdasan emosi yang Anda miliki.

Ingin tahu? Jawablah dengan jujur pertanyaan yang ada. Jawaban yang Anda pilih harus merupakan kecenderungan sikap yang muncul spontan dari dalam batin Anda. Jangan berpikir dua kali atau bahkan mencoba menebak-nebak jawaban.

Pertanyaan
1. Anda berada dalam sebuah pesawat dan tiba-tiba goncangan sangat keras terasa di dalam pesawat dan mulai mengacaukan segala sesuatu yang ada dalam pesawat. Apa yang Anda lakukan?
a. Melanjutkan membaca buku/majalah, nonton film dan sedikit tidak peduli pada goncangan yang terjadi.
b. Waspada atas situasi darurat ini, dengan seksama memperhatikan petunjuk pramugari dan membaca buku panduan mengenai keadaan darurat.
c. Antara a dan b.
d. Tidak yakin, saya tidak pernah memperhatikannya.

2. Anda sedang menemani sekelompok anak berumur sekitar 4 tahunan ke sebuah taman. Lalu, salah satu dari mereka (anak gadis) mulai menangis karena anak-anak lain tidak mau bermain dengannya. Apa yang Anda lakukan?
a. Membiarkan anak-anak itu di kejauhan.
b. Bicara pada anak gadis itu dan menolong dia agar yang lainnya mau bermain dengannya.
c. Dengan lembut membujuk anak gadis itu agar tidak menangis.
d. Mencoba mengalihkan perhatian anak gadis itu dengan menunjukkan sesuatu yang lain yang bisa dia pakai untuk bermain.

3. Asumsikan bahwa Anda adalah seorang murid sekolah menengah yang mengharapkan mendapat nilai A dalam suatu kursus, tetapi ternyata Anda hanya mendapat nilai C untuk ujian tengah semester kali ini. Apa yang Anda lakukan?
a. Anda mulai membuat sebuah rancangan kasar untuk memperbaiki nilai dan berniat mengatasi masalah sesuai rencana Anda.
b. Berniat untuk melakukan yang lebih baik di kemudian hari.
c. Mengatakan pada diri sendiri bahwa hal itu bukanlah masalah, lalu Anda mulai berkonsentrasi pada mata palajaran lain dimana Anda mendapat nilai lebih tinggi.
d. Pergi menghadap dosen dan meminta kepadanya agar nilai Anda menjadi baik.

4. Bayangkan bahwa Anda seorang salesman dari sebuah perusahaan asuransi dan mendapat panggilan dari seorang klien yang memiliki prospek bagus buat perusahaan Anda. Namun ada 14 klien lain yang sedang ribut dan menunggu Anda, sehingga Anda menjadi patah semangat. Apa yang Anda lakukan?
a. Meneleponnya hari itu juga dan berharap hari esok akan lebih beruntung.
b. Menilai kualitas diri Anda; melihat kelemahan mana yang menghambat pekerjaan Anda
c. Mencoba sesuatu yang baru untuk panggilan selanjutnya dan tetap berusaha keras.
d. Memikirkan pekerjaan lain.

5. Anda adalah seorang manajer dalam sebuah organisasi dan Anda selalu mencoba untuk menghormati perbedaan ras dan etnik. Sementara itu, Anda mendengar seseorang mengucapkan canda yang menyinggung persoalan ras. Apa yang Anda lakukan?
a. Acuhkan saja, itu ‘kan hanya sekadar canda.
b. Memanggil orang tersebut, memintanya menghadap Anda untuk ditegur
c. Mengatakan langsung bahwa canda seperti itu tidak akan mendapat toleransi dalam organisasi Anda.
d. Meminta orang yang mengatakan canda itu untuk mengikuti pelatihan mengenai perbedaan/pluralitas.

6. Anda mencoba menenangkan teman yang hendak memukul seseorang, karena mobil yang dikendarainya hampir ditabrak dari depan. Apa yang Anda lakukan?
a. Mengatakan padanya agar melupakan saja, lalu dia tidak mempermasalahkan lagi dan tidak ada perjanjian apa pun yang dibuatnya.
b. Mencoba mengalihkan perhatian dengan memutar lagu kesayangannya.
c. Mencoba meredakan emosinya dan membujuk agar memperbaiki hubungan.
d. Mengatakan padanya seandainya yang akan menabrak itu dia, apa yang dirasakannya? Juga ketika melihat pengemudi itu dibawa ke UGD.

7. Anda dan pasangan sedang bertukar argumentasi (bertengkar), sampai suatu ketika kata-kata yang Anda ucapkan tidak enak didengar. Ucapan itu membuat Anda berdua kecewa dan masing-masing menjadi marah. Padahal Anda tidak menghendaki hal itu. Apa yang Anda lakukan?
a. Berhenti selama 20 menit , lalu melanjutkan diskusi.
b. Hentikan argumen Anda, diam, tidak peduli terhadap apa yang disampaikan pasangan Anda.
c. Minta maaf, dan meminta pasangan Anda untuk meminta maaf juga.
d. Berhenti sejenak, berpikir beberapa saat, lalu mencoba menjelaskan pernyataan Anda setepat mungkin.

8. Anda telah ditunjuk menjadi pemimpin sebuah tim kerja. Sebagai orang yang kreatif, Anda mencoba memulai perkerjaan. Apa yang pertama kali Anda lakukan?
a. Membuat agenda dan melakukan diskusi atas berbagai masalah. Anda menggunakan kesempatan ini sebagai sarana membangun kebersamaan.
b. Meminta anak buah Anda mengatur kesempatan agar mereka dapat mengenal satu sama lain.
c. Mumpung masih segar, Anda mulai dengan bertanya pada setiap orang; bagaimana menyelesaikan masalah.
d. Memulai dengan model brainstorming, memberi semangat dan kesempatan kepada setiap orang untuk memberikan ide seliar apa pun.

9. Anak laki-laki Anda yang berumur 3 tahun sangat pemalu, sensitif, dan sedikit takut dengan tempat dan orang baru sejak dia lahir. Apa yang Anda lakukan?
a. Menerima bahwa dia memang memiliki temperamen pemalu. Anda mencoba melindungi dia dari situasi-situasi yang mungkin bisa mengecewakannya.
b. Membawa dia ke psikiater anak untuk meminta bantuan.
c. Mencoba membuat dia terus menerus mengalami tempat-tempat baru dan bertemu dengan orang-orang, sehingga rasa takutnya hilang.
d. Mencoba mengatur secara baik/memberi kesempatan dia agar dapat belajar bertemu dengan orang-orang dan tempat baru.

10. Sudah sejak kecil Anda ingin belajar musik dan sekarang Anda mendapat kesempatan untuk memulainya, walau sekadar untuk senang-senang saja. Untuk itu, Anda ingin menggunakan waktu sebaik mungkin.
a. Secara teratur setiap hari Anda akan meluangkan waktu untuk belajar.
b. Memilih bagian yang sudah sedikit Anda kuasai dan dapat membuat kemampuan Anda berkembang
c. Melakukan latihan hanya kalau ada mood.
d. Memilih bagian yang sama sekali tidak Anda ketahui dan Anda berusaha keras mempelajarinya.

Penilaian
Berikan nilai pada setiap jawaban yang Anda pilih, sesuai dengan kotak di bawah ini. Jumlahkan.
200 = Nilai Tertinggi
175
150
125
100 = Rata-rata
75
50
25
0 = Anda lebih baik mencobanya lain waktu

a b c d
1
20 20 20 0
2 0 20 0 0
3 20 0 0 0
4 0 0 20 0
5 0 0 20 0
6 0 5 5 20
7 20 0 0 0
8 0 20 0 0
9 0 5 0 20
10 0 20 0 0

http://www.kompas.com/read/xml/2008/08/01/05360036/ukur.kecerdasan.emosi.anda

Saturday, January 10, 2009

Jam Masuk Lebih Pagi, Dampak terhadap Anak Harus Dipantau

Senin, 5 Januari 2009 | 18:35 WIB

JAKARTA, SENIN — Perubahan jam masuk sekolah menjadi lebih pagi, terutama bagi para siswa sekolah dasar, harus berhati-hati dan dievaluasi secara periodik. Kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu ada kemungkinan berdampak negatif bagi pertumbuhan fisik dan emosional anak dalam jangka panjang.

Menurut Soedjatmiko, dokter spesialis anak konsultan tumbuh kembang pediatri sosial dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo, dalam jangka panjang, perubahan jam masuk jadi lebih pagi itu dapat menimbulkan masalah pada interaksi orangtua dan anaknya pada pagi hari.

"Kebijakan itu juga menimbulkan ketegangan dan kecemasan setiap pagi, serta dampak fisik dan emosional pada anaknya," kata Soedjatmiko.

Bagi para orangtua, terutama bila rumahnya jauh, mereka harus menggunakan kendaraan umum sehingga harus bangun lebih pagi, tegang, dan tertekan karena takut anaknya terlambat bangun dan terlambat masuk sekolah, takut anaknya dihukum atau tidak boleh masuk ke kelas. Hal ini bisa diatasi dengan membiasakan tidur tidak larut malam, tidak menonton TV terlalu malam, dan membiasakan memasang alarm jam.

Namun, ada anak yang sulit bangun pagi karena harus tidur larut malam untuk mengerjakan tugas sekolah atau menonton televisi terlalu malam. Hal ini mengakibatkan orangtua bersikap kurang manis terhadap anaknya kalau anaknya susah dibangunkan atau terlambat bangun.

Orangtua makin tegang dan tertekan sehingga cenderung bersikap lebih kasar pada anaknya. Interaksi ini menyebabkan ketidaknyamanan bagi orangtua dan anaknya. Bayangkan kalau tiap pagi hal ini terjadi, secara kumulatif akan menimbulkan masalah, baik pada orangtua maupun anaknya. Anak akan cenderung jengkel, sebal, ketakutan, dan marah. Gangguan emosional dalam jangka panjang tentu menyebabkan hubungan anak dan orangtua jadi kurang manis.

Tidak sarapan

Selain itu, perubahan jam masuk sekolah jadi lebih pagi menyebabkan anak tidak sempat sarapan di rumah. Padahal, sarapan sangat penting karena proses belajar 5-6 jam membutuhkan bahan bakar untuk tubuh, terutama otak. Sarapan juga diperlukan untuk pertumbuhan fisik anak khususnya menjelang remaja usia 9-18 tahun yang pertumbuhannya sangat pesat.

Maka dari itu, para orangtua sebaiknya membawakan bekal yang dapat dimakan selama di jalan atau ketika istirahat. Sarapan dan jajanan ketika istirahat harus bergizi lengkap dan seimbang, ada sumber tenaga berupa roti, kentang, mi, dan roti, serta ada sumber protein berupa telur, baso, tempe, dan ayam. Sarapan juga mengandung bahan makanan sumber lemak, yaitu mentega, ada sumber vitamin mineral berupa jeruk, pisang, apel, dan lebih lengkap lagi bila ditambah susu.

"Pilihan kombinasi disesuaikan dengan selera anak. Sebaiknya porsinya jangan terlalu banyak sehingga tidak terlalu kenyang dan tidak mengantuk ketika belajar. Selain sarapan, sebaiknya anak juga dibekali dengan makanan kecil atau jajanan untuk dimakan sewaktu istirahat sehingga kebutuhan nutrisi tercukupi," kata Soedjatmiko.

Kalau anak tidak sarapan, tetapi malamnya makan dalam jumlah yang cukup dan ketika istirahat makanannya cukup, tentu tidak terlalu riskan. Namun, kalau tidak sarapan sama sekali, dan ketika istirahat tidak makan, tentu kebutuhan otak untuk mencerna pelajaran hari itu akan kalah dibanding teman-temannya yang sarapan dan ditambah makan ketika istirahat.

Di sepanjang jalan yang macet, terutama bila dengan kendaraan umum, anak jadi tegang dan tertekan, takut terlambat sekolah, takut dihukum, tidak boleh masuk, malu diejek temannya sehingga ada beberapa anak memilih tidak masuk sekolah daripada terlambat agar tidak dihukum dan diejek teman-teman. Ini bisa membuat angka membolos meningkat.

"Suasana tegang dan tertekan sejak bangun pagi yang dirasakan setiap hari, secara kumulatif bisa menimbulkan gangguan emosional berupa anak cemas, mudah marah, frustasi, tetapi tidak tahu harus melampiaskan kepada siapa. Akibatnya akan mudah timbul ledakan-ledakan emosional serta prestasi belajar, karena tertekan dan kurangnya asupan makanan, " kata Soedjatmiko.

Asumsi-asumsi itu belum tentu benar, tergantung banyak faktor di antaranya jarak dari rumah ke sekolah, kebiasaan bangun pagi, sikap orangtua, kemudahan transportasi, kelancaran lalu lintas, toleransi sekolah, sosial anak, dan kecerdasan anak, ujarnya. Namun untuk sebagian anak bisa menimbulkan masalah yang terus dialami.

Maka dari itu, Soedjatmiko menyatakan perlu ada kajian psikologis periodik apakah perubahan jam pelajaran ini menguntungkan atau merugikan anak.

"Jangan sampai kebijakan mengatasi masalah transportasi justru menimbulkan dampak yang lebih besar di masa depan, generasi yang emosional dengan tingkat kecerdasan kurang. Mudah-mudahan asumsi ini tidak terbukti," kata dia.


Evy Rachmawati
http://kompas.com/read/xml/2009/01/05/1835065/jam.masuk.lebih.pagi.dampak.terhadap.anak.harus.dipantau

Tayangan Kartun Bahayakan Perkembangan Anak

Sabtu, 22 November 2008 | 12:10 WIB

MAKASSAR, SABTU--Tayangan film kartun yang disiarkan stasiun televisi swasta di Indonesia, harus diwaspadai karen dapat membahayakan perkembangan mental dan interaksi sosial anak.

"Kartun produk luar negeri yang ditayangkan itu lebih banyak menampilkan kekerasan, bahasa yang kasar dan lebih bersifat merendahkan orang lain, misalnya kartun Spongebob, Tom & Jerry dan Shinchan," kata Ketua KPID Sulsel Aswar Hasan, di Makassar, Jumat.

Ia mengatakan, pengaruh dari menonton televisi itu, menyebabkan banyak anak-anak tidak tahu lagi sopan-santun terhadap orang tua.

Lebih jauh dijelaskan, berdasarkan hasil survei KPI diketahui, 70 persen tayangan televisi swasta lebih banyak menampilkan unsur hiburan daripada unsur pendidikan. Padahal fungsi dan peran media massa setidaknya harus menyeimbangkan fungsi hiburan, pendidikan, informasi, dan kontrol sosial.

Hal senada dikemukakan aktivis LBH-APik Sulsel, Lusi Palulungan, yang memfokuskan diri pada upaya perlindungan anak dan perempuan.

Menurutnya, saat ini para orang tua harus mewaspadai film-film kartun asal Jepang yang materinya lebih banyak memaparkan kekerasan fisik, kekuatan mistik atau gaib, serta menggambarkan nilai moral yang tidak masuk akal.

Lebih jauh dijelaskan, secara umum tayangan televisi tanpa disadari dapat mempengaruhi perkembangan mental, kecerdasan dan kemampuan berpikir anak. Hal itu disebabkan karena adanya rangsangan imajinasi melalui stimulus bunyi dan gambar secara terus-menerus. "Kondisi itu menyebabkan kemampuan konsentrasi anak menjadi pendek," katanya.

Selain itu, dampak negatif tayangan TV juga menyebabkan berkurangnya aktivitas dan sosialisasi anak, karena anak cenderung hanya duduk pasif menonton televisi daripada bermain dengan sesamanya. Akibatnya, keterampilan emosi dan sosial anak tidak terasah dengan baik.

Karena itu, baik Aswar maupun Lusi mengimbau agar orang tua selalu menadampingi anak-anaknya dalam menonton tayangan yang dinilai membahayakan perkembangan anak.

Di sisi lain, orang tua juga harus bersikap tegas memberikan batasan waktu menonton, paling lama dua jam sehari.(ANT)

http://kompas.com/read/xml/2008/11/22/12105854/tayangan.kartun.bahayakan.perkembangan.anak

Yang Diperlukan Anak agar Bermental Sehat

Sabtu, 10 Januari 2009 | 07:45 WIB

UNTUK bisa tumbuh secara sehat, anak-anak tidak cukup hanya mendapatkan makanan, olahraga, dan rumah yang baik. Mereka juga butuh cinta tanpa syarat dari orangtuanya.

“Ngapain coba bokap gue nyeramahin orang tiap hari? Dia itu kolektor film porno, selemari penuh...” ujar seorang remaja berusia 17 tahun yang positif mengidap HIV. Sebutlah namanya Boy, telah berhubungan seksual sejak usia 13 tahun. Sudah tak terhitung jumlah perempuan yang pernah berhubungan dengannya, tak terhitung pula sudah berapa kali ia melakukannya.

Mengapa Boy melakukannya? Ia mengaku bosan, muak, kecewa, dan marah dengan sikap orangtuanya yang menurutnya terlalu munafik. Sebagai ahli dakwah yang populer dan sering muncul di TV, ayahnya menanamkan peraturan agama secara kaku dan ketat kepada anak-anaknya sejak kecil.

Di sisi lain Boy melihat ayahnya di rumah tiap hari menonton film-film porno, sendirian. Sementara si ibu tipe perempuan yang lemah dan tunduk patuh sepenuhnya pada suami. Boy kecewa kepada ayah dan ibunya, yang dinilainya hanya bisa memerintah, memerintah, dan memerintah.

Ada lagi Ike, sebutlah begitu namanya. Sebagai anak keluarga berada, dia dengan mudah mendapatkan semua yang diinginkannya. Ke sekolah diantar sopir dengan mobil pribadi yang mewah, uang saku tak terbatas, apa pun bisa dibelinya.

Nyatanya Ike tumbuh sebagai anak yang gelisah, kesepian, dan sangat longgar dalam urusan moral. Orangtuanya hampir tak pernah berkomunikasi dari hati ke hati dengannya. Mereka sibuk, jarang di rumah, tetapi melimpahi anak dengan harta.

Mental dan Fisik
Boy dan Ike adalah contoh betapa sebagai anak mereka tidak mendapatkan apa yang dibutuhkan untuk tumbuh sehat. Namun, boleh jadi ayah dan ibu mereka tidak menyadari bahwa apa yang terjadi pada anak-anak tersebut merupakan dampak dari ketidaktahuan atau keteledoran orangtua.

Sebetulnya banyak sekali kebutuhan anak-anak untuk bisa tumbuh sehat. Dari segi fisik anak-anak sejak dalam kandungan membutuhkan:
- nutrisi yang baik dan sesuai kebutuhan
- istirahat dan tidur yang cukup
- olahraga sesuai takaran
- imunisasi sesuai kebutuhan
- lingkungan tinggal yang sehat

Boleh jadi semua orangtua yang membeli tabloid gaya hidup sehat ini bisa memenuhi kebutuhan fisik seperti di atas. Meski demikian, dengan terpenuhinya kebutuhan fisik tersebut belum berarti anak-anak akan tumbuh sehat jika kebutuhan untuk memiliki mental yang sehat tidak terpenuhi.

Kebutuhan itu antara lain:
- cinta tanpa syarat dari ayah, ibu, dan keluarga
- memiliki kepercayaan diri dan rasa harga diri (self esteem) yang tinggi
- punya kesempatan bermain dengan anak-anak lain
- mendapat dorongan dan dukungan dari guru dan orang-orang yang mengasuhnya
- tinggal di lingkungan yang aman dan terlindung
- adanya pedoman dan disiplin yang jelas

Cinta Tanpa Syarat
Mengacu pada Asosiasi Kesehatan Mental Nasional, Amerika Serikat, cinta, rasa aman, dan penerimaan harus menjadi “jantung” bagi setiap keluarga. Anak-anak perlu tahu bahwa cinta orangtua tidak tergantung pada prestasi anak-anak. Kesalahan dan/atau kekalahan harus diterima. Dengan demikian, rasa percaya diri akan tumbuh di rumah yang penuh dengan cinta dan perhatian tanpa syarat.

Banyak orangtua tanpa sadar sering membuat anak merasa tidak diterima dan tidak disayang karena prestasi, sikap dan perilaku, atau kondisi fisiknya tidak sesuai harapan orangtua. Akibatnya, banyak anak yang kemudian lari mencari kompensasi atau melakukan tindakan penghukuman terhadap sikap orangtuanya.

Bagaimana dengan soal menumbuhkan kepercayaan diri dan self esteem yang tinggi pada anak-anak?

Sangat disarankan orangtua memberikan dorongan bagi anak untuk mengenal dan mempelajari hal-hal baru, serta menumbuhkan hasratnya untuk mengeksplorasi lingkungan. Keterlibatan, komunikasi aktif, dan perhatian orangtua akan menumbuhkan kepercayaan dan harga diri anak.
Orangtua pun perlu memahami bahwa anak butuh tujuan yang realistis, sesuai ambisi dan kemampuan masing-masing. Dengan bantuan orangtua, anak dapat memilih aktivitas yang bisa mengembangkan kemampuan dan kepercayaan dirinya.

Sikap jujur orangtua merupakan tonggak bagi anak. Karena itu, bersikaplah jujur pada anak, tidak perlu menyembunyikan kegagalan Anda dari mata mereka, sebab anak perlu belajar pula bahwa orangtua bukanlah manusia yang sempurna.

Sebaliknya, jika anak mengalami kegagalan, orangtua tidak diharapkan bersikap kasar, sinis, sarkastis, menghakimi, atau menyalahkan. Yang dibutuhkan anak adalah penerimaan dan dorongan yang mampu membesarkan hati mereka untuk bisa bangkit.

Pedomannya Jelas
Boy begitu kecewa dan marah kepada ayahnya, figur yang menanamkan nilai-nilai moral dan disiplin keras kepadanya. Ia kecewa karena ayahnya tidak konsekuen. Di satu sisi ia sosok yang menanamkan hal-hal baik, di sisi lain ia melakukan apa yang ditabukan kepada anaknya. Si anak jadi bingung, mana pedoman yang harus dipegangnya, omongan atau perbuatan ayahnya?

Anak-anak, sebagai anggota keluarga, perlu belajar tentang peraturan dan nilai-nilai yang berlaku di dalam keluarga. Peraturan dan nilai-nilai itu sendiri harus jelas, adil, konsisten, dan konsekuen dijalani oleh orangtua yang menegakkannya.

Anak-anak pun perlu tahu bahwa setiap anggota keluarga bertanggung jawab atas perbuatannya, dan apa konsekuensinya jika melanggar peraturan dan nilai-nilai yang diberlakukan itu.

Karena itu:

- Bersikaplah sabar dan realistis dengan harapan Anda, karena perkembangan anak tergantung pada cinta dan dukungan Anda.
- Perlihatkan contoh yang baik karena Anda tidak mungkin mengharapkan adanya pengendalian diri dan disiplin diri dari anak-anak jika Anda sendiri tidak melakukannya.
- Jika Anda harus mengkritik, kritiklah perbuatannya, bukan pribadi si anak. Lebih baik bilang, “Kelakuanmu jelek sekali,” bukan “Kamu memang anak yang jelek!”
- Berikan alasan yang jelas mengapa Anda menerapkan disiplin dan nilai-nilai tertentu, dan apa konsekuensinya jika tidak diterapkan.
- Sampaikan perasaan Anda karena kadang orangtua kehilangan kontrol, tetapi setelah itu meminta maaflah jika Anda melakukan kesalahan.

Bemain Bersama
Bagi anak-anak, bermain itu sangat menyenangkan. Dari aktivitas menyenangkan itulah anak belajar kreatif, mengenal dan memecahkan masalah, mengontrol diri, berempati, berbagi, dan sebagainya. Bermain itu penting bagi kesehatan fisik dan mental anak.

Anda perlu mengubahnya jika masih memiliki persepsi bahwa bermain itu hanya buang waktu. Beri kesempatan anak untuk bermain dengan teman sebaya. Bahkan, orangtua adalah teman bermain yang sangat baik karena hubungan emosional yang positif bisa terbangun.

Yang pasti, jangan menjadikan TV sebagai pengganti kehadiran Anda. Bagaimanapun, bermain yang sehat membutuhkan interaksi langsung dengan manusia lain. Anda tidak mau anak-anak “diasuh” oleh kotak bergambar itu, bukan?


Widya Saraswati
http://kompas.com/read/xml/2009/01/10/07450960/yang.diperlukan.anak.agar.bermental.sehat

Mengasihi di Saat Tepat

Robertson MC Quilkin mengundurkan diri dari kedudukannya
sebagai rektor di Universitas Internasional Columbia dengan alasan
merawat istrinya, Muriel, yang sakit alzheimer yaitu gangguan fungsi
otak. Muriel sudah seperti bayi, tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan
untuk makan, mandi dan buang air pun ia harus dibantu. Robertson
memutuskan untuk merawat istrinya dengan tangannya sendiri,

karena Muriel adalah wanita yang sangat istimewa baginya. Namun
pernah suatu kali ketika Robertson membersihkan lantai bakas
ompol Muriel dan di luar kesadaran Muriel malah menyerakkan air
seninya sendiri, maka Robertson tiba-tiba kehilangan kendali
emosinya. Ia menepis tangan Muriel dan memukul betisnya, guna
menghentikannya. Setelah itu Robertson menyesal dan berkata
dalam hatinya, “Apa gunanya saya memukulnya, walaupun tidak
keras, tetapi itu cukup mengejutkannya. Selama 44 tahun kami
menikah, saya belum pernah menyentuhnya karena marah, namun
kini di saat ia sangat membutuhkan saya, saya memperlakukannya
demikian. Ampuni saya, ya Tuhan,” Lalu tanpa peduli apakah Muriel
mengerti atau tidak, Robertson meminta maaf atas hal yang telah
dilakukannya.

Pada tanggal 14 Februari 1995, Robertson dan Muriel, memasuki
hari istimewa karena pada tanggal itu di tahun 1948, Robertson
melamar Muriel. Dan pada hari istimewa itu Robertson memandikan
Muriel, lalu menyiapkan makan malam dengan menu kesukaan
Muriel dan pada malam harinya menjelang tidur ia mencium dan
menggenggam tangan Muriel lalu berdoa, “Yesus yang baik, Engkau
mengasihi Muriel lebih dari aku mengasihinya, karena itu jagalah
kekasih hatiku ini sepanjang malam dan biarlah ia mendengar
nyanyian malaikatMu. Amin”.

Pagi harinya, ketika Robetson berolahraga dengan menggunakan
sepeda statisnya, Muriel terbangun dari tidurnya. Ia berusaha untuk
mengambil posisi yang nyaman, kemudian melempar senyum manis
kepada Robertson. Untuk pertama kalinya setelah selama
berbulan-bulan Muriel yang tidak pernah berbicara memanggil
Robertson dengan suara yang lembut dan bening, “Sayangku….
sayangku…”, Robertson melompat dari sepedanya dan segera
memeluk wanita yang sangat dikasihinya itu.
“Sayangku, kau benar-benar mencintaiku bukan?” tanya Muriel.
Setelah melihat anggukan dan senyum di wajah Robetson, Muriel
berbisik, “Aku bahagia!” Dan ternyata itulah kata-kata terakhir yang
diucapkan Muriel kepada Robertson.

Memelihara dan membahagiakan orang-orang yang sudah
memberi arti dalam hidup kita adalah suatu ibadah di hadapan
Tuhan. Mengurus suami atau istri yang sudah tak berdaya adalah
suatu perbuatan yang mulia. Mengurus ayah/ ibu atau mertua adalah
tugas seorang anak ataupun menantu. Mengurus kakek atau nenek
yang sudah renta dan pikun juga adalah tanggung jawab para cucu.
Jangan abaikan mereka yang telah renta, apalagi ketika mereka
sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Peliharalah mereka dengan
kesabaran dan penuh kasih.

http://gkpbkudussading.wordpress.com/2009/01/08/ilustrasi-dan-renungan-part-5/#more-141

Friday, January 09, 2009

Etika Konseling

Ev. Asriningrum, M.K.

Etika konseling berarti suatu aturan yang harus dilakukan oleh seorang konselor dan hak-hak klien yang harus dilindungi oleh seorang konselor.

Ada empat etika yang penting:

Etika pertama disebut: Profesional Responsibility. Selama proses konseling berlangsung, seorang konselor harus bertanggung jawab terhadap kliennya dan dirinya sendiri.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

    1. Responding fully, artinya konselor harus bertanggung jawab untuk memberi perhatian penuh terhadap klien selama proses konseling.

    Konselor tidak melakukan konseling ketika energi, atensi dan motivasinya dibuyarkan oleh skedul yang terlalu padat, masalah-masalah pribadi, dll. Mengapa demikian? Itu pertanggungjawaban kita sebagai seorang konselor. Kalau kita sedang letih atau bosan ataupun sedang sibuk mengerjakan sesuatu, kita sulit memberi perhatian kepada seseorang. Kecuali kalau mendesak, tiba-tiba orang yang mau konseling sudah datang.

Di dalam empathy dan listening, yang merupakan teknik dasar dari konseling, kita membutuhkan konsentrasi yang penuh. Jadi kalau kita sedang bosan, punya masalah banyak, bagaimana kita bisa berkonsentrasi secara penuh? Konseling adalah suatu pelayanan yang sangat menguras energi. Oleh karena itu pelayanan ini adalah sebuah pelayanan yang tidak mudah. Kita harus konsentrasi dari awal sampai akhir konseling. Apa yang dikatakan oleh klien, pikiran kita menganalisa, melihat sebetulnya apa yang sedang dirasakan oleh klien, apa yang ada dalam pikiran dan hati klien. Kalau kita tidak fully attentive, konseling tidak akan berlangsung. Itu berarti kita tidak bertanggung jawab. Biasanya saya kalau konseling harus ada appointment dulu supaya saya siap. Kalau kita keliru menghadapi seseorang, maka kita akan membuat orang tersebut sengsara. Itu tidak bertanggung jawab.

Konselor harus dapat mengukur kekuatannya supaya dapat melakukan konseling dengan baik. Mengukur kekuatan itu dalam arti bahwa seseorang tahu betul seberapa kuat dia mengkonseling. Kita tidak boleh terlalu memaksakan diri. Kalau hari ini saya hanya bisa mengkonseling tiga orang, ya jangan dipaksakan untuk mengkonseling lima orang. Tiap-tiap konselor punya kekuatan berbeda. Semakin ahli seseorang semakin mudah dia berkonsentrasi dalam konseling. Tetapi itupun dia harus tetap harus mengukur kekuatannya.

Konselor juga harus bertanggung jawab atas kesuksesan konseling. Oleh karena itu ia harus menyadari kompetensinya dan tidak melakukan konseling di luar kompetensinya meskipun ia sangat tertarik. Ini etika yang sangat penting. Misalnya, saya tidak akan mengkonseling anak-anak penyandang autisma, karena itu bukanlah keahlian saya. Sangat tidak bertanggung jawab kalau saya mengkonseling anak-anak itu. Jadi kita harus melihat keahlian kita itu sampai di mana.

Di dalam pelajaran empathy dan listening, kalau kita tidak bisa mengeksplorasi dan menganalisa permasalahan klien, kita bukan menolong, malah membuat masalah tambah rumit. Misalnya juga kalau dalam kepribadian klien ada yang tidak saya mengerti, saya tidak akan melakukan konseling. Itu professional, dan kita tidak perlu merasa bahwa seolah-olah kita tidak mampu. Dalam dunia konseling itu adalah hal yang biasa.

Konselor harus bersedia merujuk klien ke konselor lain apabila ia merasa tidak mampu menangani seorang klien yang datang padanya. Sebagai konselor kita harus mempunyai sikap demikian. Ada beberapa alasan seorang konselor tidak bisa menangani kasus konselenya. Misalnya karena kasusnya atau akibatnya bisa menimbulkan hal-hal yang tidak baik (pada kasus-kasus hysteria), atau kita merasa lebih baik ditangani konselor wanita, dana seterusnya. Dengan keahlian kita, kita bisa melihat bahwa klien ini harus kita refered ke orang lain. Itu tindakan professional. Misalnya juga kalau saya melihat klien ini tidak bisa maju-maju kalau konseling dengan saya (konseling juga cocok-cocokan) atau kesuksesan konseling itu kecil, saya harus refered ke konselor lain. Ini adalah bentuk pertanggungjawaban dari seorang konselor. Walaupun kita begitu tertarik dengan kasusnya, kita jangan merasa kecewa kalau kita tidak bisa menangani. Mungkin dia tidak cocok dengan kita. Setiap konselor harus memprediksi kesuksesan konseling, sampai di mana bisa berhasil. Kita harus membangun sikap profesional kita, bukan atas dasar ingin membantu atau tertarik.

    2. Terminating appropriately. Kita harus bisa melakukan terminasi (menghentikan proses konseling) secara tepat.

Konselor harus menghentikan proses konseling tepat waktu. Tetapi bukan karena merasa bosan, frustasi, marah. Dalam konseling, biasanya konseling membutuhkan lebih dari satu waktu pertemuan. Kalau kita sungguh-sungguh mau menolong orang tersebut, maka ada jangka waktunya. Bisa setengah tahun, setahun, atau dua tahun. Kita bertanggung jawab penuh terhadap pemulihan orang tersebut. Itu akan sangat menguras energi. Kadang-kadang sebagai manusia kita bisa menjadi marah, misalnya pada kasus-kasus khusus seperti perselingkuhan, orang-orang yang berkanjang dalam dosa, hal ini bisa menjadikan konselor ingin marah. Tetapi itu tidak bisa menjadikan sebuah alasan untuk menghentikan proses konseling.

Kadang-kadang kita bertemu dengan klien yang mengulang-ulang masalah yang itu-itu saja. Kita harus meminta kepada agar Tuhan menganugerahkan kepada kita rasa cinta kasih kepada klien-klien kita. Tidak semua klien kita menyenangkan. Belum lagi kalau ketemu dengan klien yang marah kepada kita (namanya juga lagi sakit atau bermasalah)! Dalam kriteria seorang konselor, di antaranya adalah konselor harus siap dimarahi oleh klien, dibentak-bentak, kalau klien sedang resisten atau transference. Konselor harus bisa menghadapinya.

Konselor harus mampu menghadapi perasaan-perasaan tersebut baik secara intarpersonal maupun interpersonal supaya hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk proses konseling. Relasi antara konselor dan klien juga relasi dari dua orang manusia, berarti juga ada interpersonal relationship, apalagi kalau klien itu sudah kita dampingi lebih dari satu tahun, setengah tahun, tentunya kita membina relasi dengan klien kita.

Relasi itu bisa juga kadang-kadang kurang baik, karena mungkin klien kurang siap saat kita mengkonfrontasi dia. Tapi kita harus berdamai dengan perasaan-perasaaan tersebut. Karena itu seorang konselor harus mempunyai modal yang kuat, karena untuk menangani hal-hal seperti ini butuh juga tenaga yang besar. Misalnya ada masalah dengan hal-hal intrapersonal, contohnya klien salah mengerti dengan kita, kita harus memberi penjelasan. Itu juga bisa mempengaruhi intrapersonal kita. Kadang-kadang kita berpikir, "Emang gue yang perlu kamu? Saya kan mau menolong kamu, kok kamu merongrong saya terus!"

Kadang-kadang ada perasaan seperti itu. Tapi hal itu harus bisa diselesaikan dan dimanfaatkan untuk proses konseling. Hal-hal tersebut kita bisa pakai untuk kesembuhan klien. Misalnya klien marah kepada kita, jadwal konseling dibatalkan. Mungkin klien menganggap kita tidak mau menolong dia. Sebagai manusia, kadang kita bisa jengkel, tapi justru kita harus mengatasi hal itu. Misalnya setelah si klien marah-marah, kita bisa bertanya mengapa marah, apa perasaanmu? Ya, saya merasa tertolak kalau jadwal konseling cancelled. Nah, justru pada saat klien selesai mengungkapkan perasaannya, kemarahannya itu bisa kita tanggapi dengan baik karena bisa menjadi salah satu proses kesembuhan.

Konselor juga tidak seharusnya menahan klien terlalu lama, apalagi jika konselor merasa memperoleh keuntungan dari klien tersebut. Tidak tertutup kemungkinan dan banyak terdapat klien-klien yang sangat manis. Bahkan ada yang cenderung mendewakan kita, karena dia merasa kita mengerti dia. Kalau kita tidak membangun mentalitas seorang konselor, tanpa sadar kita bisa malah berusaha tidak menghentikan konselingnya, karena bisa mendapatkan keuntungan. Keuntungan itu bisa bermacam-macam, ada keuntungan emosional atau keuntungan secara material. Di Indonesia mungkin lebih dominan keuntungan emosional, perasaan bangga, perasaan tersanjung. Hal itu tidak boleh terjadi. Karena sesungguhnya pelayanan konseling itu jadi berbahaya kalau klien menyanjung. Konselor harus waspada dengan hal tersebut.

    3. Evaluating the relationship. Relasi antara konselor dan klien haruslah relasi yang terapeutik namun tidak menghilangkan yang personal.

Apa yang disebut dengan relasi yang terapeutik? Relasi terapeutik adalah relasi yang menyembuhkan. Kita harus bisa membedakan konseling yang sekedar curhat dan yang terapeutik. Hubungan konselor dan klien adalah hubungan yang menyembuhkan. Sekalipun profesional, kita tidak boleh menghilangkan relasi yang personal, misalnya kita melihat relasi itu sebagai teman. Kita harus tahu batasnya. Kalau relasi kita hanya personal, kita hanya menjadi pendengar curahan hati semata-mata. Relasi antara konselor dan klien tidak boleh terlalu personal sehingga klien menjadi overdependent, atau menjadi relasi yang saling memanfaatkan. Jika terjadi demikian maka konselor harus bertanggung jawab untuk menghentikan proses konseling.

Sering terjadi kalau terlalu personal, klien akan sangat tergantung pada kita. Maka kita harus menjaga jarak. Kita harus tahu kapan klien akan bergantung pada kita. Kalau itu terjadi, kita jadi tidak lagi objektif. Kemampuan kita melihat masalah, kemampuan kita merefleksikan apa yang menjadi perasaan klien, akan menjadi sulit kalau relasi kita terlalu personal. Maka relasi yang dibangun antara konselor dan klien itu harus relasi yang terapeutik.

Karena itu dalam pelajaran empathy dan listening, seorang konselor jangan mengeksplorasi hal-hal yang tidak terlalu perlu. Contoh: kita punya klien yang bekerja di bank. Karena kebetulan sedang membutuhkan kredit, kita memanfaatkan klien kita. ini tidak profesional dan bisa mengganggu proses konseling. Jika terjadi demikian maka konselor harus bertanggung jawab untuk menghentikan proses konseling. Kita bisa me-refer klien kita ke konselor yang lain. Godaan yang seperti ini dan besar sekali kemungkinannya. Oleh karena itu konselor harus bisa mengevaluasi hubungan seperti apa antara dia dengan kliennya.

Waktu saya menjadi konselor di sebuah sekolah, saya mengkonseling seorang anak kelas dua. Beberapa hari kemudian, walaupun tidak dijadwalkan, anak itu selalu datang sama saya, selalu kirim kartu. Saya mulai waspada, anak ini mulai menggantungkan dirinya kepada saya, sehingga saya tidak tanggapi.

Sebagai manusia biasa, saya ingin mengayomi, tapi itu tidak saya lakukan. Walaupun dia perempuan. Coba kalau saya lakukan, misalnya saya telepon dia menanyakan keberadaannya, dia nanti akan bergantung pada saya. Jadi setiap kali saya datang dan dia bertemu saya, saya tidak menolak dia, akan tetapi dia akan mempunyai pengertian bahwa saya tidak bisa maju lebih dalam relasi sebagai konselor dan klien. Tapi kalau sesudah proses konseling, saat saya tidak lagi di sekolah tersebut dan sekarang perempuan tersebut sudah berkeluarga, relasinya sudah menjadi relasi persahabatan, bukan antara konselor dan klien. Saya pernah melakukan satu kali melakukan kesalahan dan itu menjadi pelajaran yang berharga buat saya.

    4. Counselor's responsibility to themselves. Konselor harus dapat membangun kehidupannya sendiri secara sehat sehingga ia sehat secara spiritual, emosional dan fisikal.

Mengapa hal ini penting? Seorang konselor harus mempunyai spiritulitas yang sehat supaya dia bisa menolong kliennya bergumul bersama-sama kepada Tuhan. Karena banyak klien-klien itu seringkali mereka tidak tahu apa arti bergumul dengan Tuhan. Kalau kita sebagai konselor tidak memperhatikan kerohanian kita, kita akan sulit dalam mengkonseling.

    Dalam pengalaman konseling, saya belajar bahwa saya harus memperhatikan pertumbuhan rohani saya. Karena siapa sih yang bisa mengubah hati manusia? Tidak ada! Kita juga tidak bisa, sekalipun kita konselor. Yang bisa mengubah manusia hanya Tuhan. Jadi kita harus sangat memperhatikan pertumbuhan rohani kita. Saya sangat mengamini hal ini. Pilar dari pelayanan konseling adalah doa. Kadang-kadang kita menemui orang yang begitu sulit, masalah yang sangat rumit, tapi Tuhan memberi pencerahan kepada kita, bagaimana kita bisa menolong orang tersebut. Mungkin secara ilmu pengetahuan, analisa kita baik, tapi kadang-kadang orang itu membutuhkan faktor lain. Kalau kita tidak melihat pertumbuhan rohani kita, jangan kita mengkonseling. Itu tidak bertanggung jawab.

Kita juga perlu membangun kehidupan emosional yang sehat. Artinya, kita mempunyai relasi yang baik dengan orang lain, kita belajar untuk menyelesaikan masalah-masalah kita sendiri. Kalau emosi kita tidak sehat, bisa-bisa klien jadi sasaran kita. Klien yang tidak salah bisa kita marahi.

Bagaimana membangun emosi yang sehat? Syarat utamanya adalah seorang konselor sudah lebih dahulu dikonseling. Saya dikonseling selama bertahun-tahun, supaya saya siap. Kalau tidak sehat secara emosi, kita bisa collaps. Akhirnya proses konseling kita merupakan campur-adukan emosi, antara antara emosi klien dan emosi kita. Kita harus memilah antara emosi klien dan emosi kita. Kemarahan klien bisa-bisa menjadi kemarahan kita. Selain pernah dikonseling, konselor juga perlu membangun kebutuhan fisiknya. Hal ini perlu supaya kita bisa konsentrasi, tidak mengantuk.

Konselor harus tahu batasan dalam relasinya dengan klien. Konselor haruslah berperan sebagai konselor. Relasi yang profesional harus kita bangun karena relasi itu berperan dalam proses konseling. Kita tidak boleh menjadi orangtua klien. Itu bisa membuat klien tidak bertanggung jawab. Hati-hati, jangan berperan sebagai pasangan klien kita. Kalau klien itu sedang bermasalah dengan suaminya, istrinya, pacarnya, kita jangan terlibat terlalu dalam. Kalau kita berperan menjadi pasangan, kita bisa jatuh cinta pada klien. Relasi itu juga tidak bisa dalam bentuj atasan dan bawahan.

Walaupun tidak diajari, klien kita sebenarnya tahu batasan-batasan itu. Dia tidak akan menelepon. Kalau dia membutuhkan dia akan hubungi kita. Karena kita sudah membangun batasannya, kita bisa ajarin klien. Klienpun harus diajari bagaimana menjadi klien, kalau tidak kita bisa dirampok secara emosi. Kita harus bisa memulihkan energi kita.

Etika kedua disebut: Confidentiality. Konselor harus menjaga kerahasiaan klien.

Ada beberapa hal yang perlu penjelasan dalam etika ini, yaitu yang dinamakan previleged communication. Artinya konselor secara hukum tidak dapat dipaksa untuk membuka percakapannya dengan klien, namun untuk kasus-kasus yang dibawa ke pengadilan, hal seperti ini bisa bertentangan aturan dari etika itu sendiri. Dengan demikian tidak ada kerahasiaan yang absolute.

Ketika seorang konselor ditunjuk oleh pengadilan untuk memeriksa seseorang, maka laporan hanya dikirim ke pengadilan, bukan yang lainnya. Kerahasiaan bisa dibuka jika konselor merasa ada indikasi yang akan membahayakan dirinya atau orang lain. Jika klien berumur di bawah 16 tahun dan konselor menemukan ada tanda-tanda bahwa anak tersebut menjadi korban kekerasan maka kerahasiaan bisa dibuka.

Jika konselor dituntut oleh klien dengan tuduhan malpraktek, maka konselor tidak bisa menolak untuk menceritakan isi percakapan dengan kliennya. Mungkin agak jarang terjadi, karena dalam konseling sulit dibuktikan adanya malpraktek, berbeda dengan bidang medis. Ini dikarenakan dalam konseling lebih banyak masalah emosinya saja. Tapi ini bisa saja terjadi.

Ketika konselor membuat report, rekaman, dan lain-lain, klien perlu diberi penjelasan tujuannya apa. Jika akan dipakai untuk keperluan konsultasi atau mengajar atau keperluan lain, konselor harus minta izin kepada klien.

Etika ketiga adalah Conveying Relevant Information to The Person In Counseling. Maksudnya klien berhak mendapatkan informasi mengenai konseling yang akan mereka jalani.

Informasi tersebut adalah:

Counselor qualifications: konselor harus memberikan informasi tentang kualifikasi atau keahlian yang ia miliki. Klien berhak bertanya tentang rujukan-rujukan kepada konselor apabila kualifikasi konselor kurang sesuai dengan apa yang ia butuhkan. Misalnya ada yang ingin konseling tentang masalah anaknya yang penyandang autisma. Kalau konselor tidak memiliki kualifikasi atau keahlian di bidang itu, konselor harus mengakuinya dan me-refer klien ke konselor lain yang mempunyai keahlian dalam masalah anak penyandang autisma. Konselor juga memberikan informasi tentang biaya yang diperlukan selama konseling.

Counseling consequences : konselor harus memberikan informasi tentang hasil yang dicapai dalam konseling dan efek samping dari konseling, misalnya: Perubahan dalam diri remaja dapat menimbulkan tension bagi orangtuanya. Kemungkinan bisa terjadi orangtua akan menciptakan tension baru bagai remaja sehingga keadaan menjadi lebih buruk dari sebelumnya, khususnya kasus masalah orangtua dan remaja. Perubahan-perubahan dalam diri klien bisa membuat perubahan keseimbangan dalam keluarga. Kalau terjadi perubahaan keadaan yang sepertinya lebih buruk dari sebelumnya, konselor harus memberitahu bahwa itu adalah merupakan sebuah proses dari konseling.

Perubahan dalam diri seseorang akan merobohkan pertahanan (defences) yang selama ini dibangun. Perubahan itu juga bisa membuat seseorang berani mengekspresikan hal-hal yang selama ini belum pernah ia lakukan karena membuat ia merasa kurang nyaman dengan diri sendiri. Ini sering terjadi dalam proses konseling. Klien merasa sudah bukan lagi dirinya sendiri. Hal ini bisa membuat klien terdorong untuk mundur dari konseling. Misalnya orang yang begitu penurut, tidak berani membantah, padahal ini membuat dia tertekan dan menyimpan kemarahan. Setelah konseling, kita ajarkan klien supaya lebih asertif. Setelah dia tahu, dia akan merasa bahwa dia bukan dirinya lagi, dia merasa tidak enak.

Klien diberitahu konsekuensi akan dia hadapi. Mungkin orangtua atau pasangan atau teman-temannya akan mengomentari perubahan yang terjadi. Reaksi yang ditimbulkan oleh orang-orang di sekitar klien biasaya tidak positif. Hal ini bisa membuat kegamangan pada diri klien dan sering ia ingin mundur dalam konseling.

Sebagian klien yang selama ini menekan emosinya (gelisah) setelah menjalani proses konseling, akan out of control. Emosi yang keluar sudah tidak terkontrol lagi, karena emosinya terlalu lama ditekan. Kalau klien merasa aneh, merasa dirinya menjadi jelek karena suka marah-marah, konselor harus menjelaskan pada klien bahwa itu adalah bagian dari proses penyembuhan. Tujuan konselor memberitahu kepada klien adalah supaya klien terus maju dalam proses konseling. Klien harus diberitahu bahwa setiap proses konseling akan terjadi dis-equilibrium, suatu perubahan dari pola lama ke pola baru. Karena orang sudah terbiasa nyaman dengan pola yang lama, ketika dia mencoba dengan cara yang baru, dia akan goncang, terjadi ketidakseimbangan. Konselor harus terus mendorong klien untuk maju, setelah dia belajar berekspresi, baru kita kelola ekspresinya menjadi ekspresi yang manis, pas buat dia. Dengan demikian pemulihan akan terjadi.

Perubahan dalam diri seseorang akan mempengaruhi respon figur-figur signifikan terhadap dirinya. Respon tersebut seringkali dirasakan kurang nyaman. Perubahan dalam diri satu pihak dalam pasangan menyebabkan ketidakseimbangan dalam pernikahan.

Time involved in counseling: konselor harus memberikan informasi kepada klien berapa lama proses konseling yang akan dijalani oleh klien. Konselor harus bisa memprediksikan setiap kasus membutuhkan berapa kali pertemuan. Misalnya konselor dank lien bertemu seminggu sekali selama 15 kali, kemudian sebulan sekali, dan setahun sekali.

Alternative to counseling: konselor harus memberikan informasi kepada klien bahwa konseling bukanlah satu-satunya jalan untuk sembuh, ada faktor lain yang berperan dalam penyembuhan, misalnya: motivasi klien, natur dari problem, dll. Jangan sampai klien menganggap konselor sebagai tukang reparasi, seperti reparasi elektronik. Jadi ketika klien datang, dia berharap kesembuhan menjadi tanggung jawab dari konselor. Kita harus ajarkan bahwa kesembuhan adalah tanggung jawab juga klien, termasuk motivasi, kerjasama klien dalam proses konseling. Konselor harus mampu melihat apakah klien memerlukan pertolongan lain, misalnya: self help programs, group therapy, marriage encounter, dll.

Etika keempat, yaitu The Counselor Influence. Konselor mempunyai pengaruh yang besar dalam relasi konseling, sehingga ada beberapa hal yang perlu konselor waspadai yang akan mempengaruhi proses konseling dan mengurangi efektifitas konseling.

Hal-hal tersebut adalah:

The counselor needs : kebutuhan-kebutuhan pribadi seorang konselor perlu dikenali dan diwaspadai supaya tidak mengganggu efektifitas konseling. Karena itu sebelum kita menolong orang lain, kita perlu tahu rasanya ditolong itu seperti apa. Dengan demikian kita tahu kebutuhan kita, mekanisme psikologis seperti apa.

Kebutuhan-kebutuhan yang berpengaruh antara lain:

    - konselor punya kepribadian controlling. Jika kita mempunyai kebutuhan untuk mengontrol orang lain, bisa jadi hal itu akan mempengaruhi proses-proses pengambilan keputusan. Ini tidak boleh, kita pasti tahu bahwa keputusan itu ada di tangan klien. Konselor hanya memberikan alternatif, klien yang mengambil keputusan.

    - Konselor yang punya kepribadian merasa benar. Kalau kita mempunyai kebutuhan bahwa kita selalu benar, kita cenderung mudah menyalahkan klien, baik dalam persepsi, intepretasi, nilai-nilai hidup. Kita akan cenderung merasa benar. Karenanya, semua persepsi kita sehubungan dengan masalah klien, harus diklarifikasikan dulu. Belum tentu persepsi kita benar.

    - Konselor yang punya kepribadian savior syndrom. Kalau kita mempunyai kepribadian seperti ini, kita akan cenderung mengambil tanggung jawab dari klien.

    - Konselor yang merasa penting, dihargai (to be important), bisa membuat kita cenderung menjadi suka sama klien, karena klien sudah menyanjung-nyanjung kita.

    - Konselor yang punya kebutuhan suatu kedekatan emosi dengan orang lain (to feel & receive afection). Kalau ini adalah kebutuhan kita, maka kita akan menekankan relasi kita dengan klien lebih dari proses konseling itu sendiri. Hubungannya menjadi lebih personal, bukan professional. Orang-orang yang pendiam sulit menjadi konselor karena dia bisa memanfaatkan klien untuk memenuhi kebutuhan emosinya. Konselor yang baik adalah konselor yang bisa membina relasinya dengan sehat.

    - Konselor yang punya kecenderungan menciptakan tension. Di dalam proses konseling tidak tertutup kemungkinan akan terjadi tension. Artinya kalau dalam proses konseling klien membantah atau bersikap negatif, maka kita cenderung akan menekan, berusaha untuk menang, maka proses konseling akan terganggu. Orang-orang yang terlalu otoriter, agresif, punya kemarahan yang banyak, akan berpotensi terjadinya tension.

    - Konselor yang punya motivasi to make money.

Konselor bertanggung jawab untuk memahami dan menyelesaikan konflik-konflik yang belum terselesaikan dalam diri supaya tidak mengganggu proses konseling. Karena kita ini juga manusia biasa, tentunya kita juga mempunyai masalah. Itu harus diselesaikan atau kita melatih kemampuan kita untuk memilah, meletakkan masalah kita sementara untuk bisa fokus pada proses konseling.

Misalnya kita masih menyimpan kemarahan pada figure otoritas (orangtua, dosen, polisi, dsb), dan ternyata klien juga memiliki kemarahan pada figure yang sama, ini bisa membuat kita bersekutu dengan klien. Perasaan kita dengan klien bisa membaur, seperti ketemu teman. Ini sangat mengganggu proses konseling. Kita tidak bisa menganalisis masalah klien dengan obyektif karena kita masih punya masalah kemarahan pada figur tsb. Oleh karena itu konselor harus terus berlatih untuk bisa memilah antara masalahnya dengan masalah klien.

Authority: pengalaman konselor dengan figur otoritas juga perlu diwaspadai karena akan mempengaruhi proses konseling jika kliennya juga figur otoritas.

Sexuality: konselor yang mempunyai masalah seksualitas yang belum terselesaikan akan mempengaruhi pemilihan klien, terjadinya bias dalam konseling, dan resistance atau negative transference. Misalnya ada konselor yang kurang nyaman dengan klien yang lawan jenis. Hal ini mungkin karena masih ada problem seksualitas yang belum terselesaikan. Terjadi bias. Kalau kita punya masalah dengan klien lawan jenis, mungkin kita akan berkata, "Dasar laki-laki!" atau "Wanita memang cengeng."

The counselor `s moral and religius values: nilai moral dan religius yang dimiliki konselor akan mempengaruhi persepsi konselor terhadap klien yang bertentangan dengan nilai-nilai yang ia pegang. Konselor harus tahu menempatkan hal-hal tersebut secara tepat sehingga tidak merugikan klien dan tidak menganggu proses konseling. Konseling juga bukan penginjilan sehingga konselor tidak seharusnya memaksakan kepercayaannya kepada kliennya, meskipun tidak tertutup kemungkinan adanya jalan yang dibukakan oleh Tuhan untuk penginjilan.

Anak yang Dipercepat

Sekolah telah tiba, ayo sekolah mari bergembira! Apakah kalimat ini menjadi refleksi dari wajah anak-anak kita saat mereka kembali ke sekolah? Ataukah justru sebaliknya, anak-anak merasa tertekan dan tidak bergembira saat kembali ke sekolah?

Kembali ke sekolah mungkin saja sudah tidak lagi menyenangkan dan menggembirakan bagi anak-anak. Bayangan akan berbagai tuntutan di sekolah baik dari orangtua maupun guru mereka membuat anak merasa sekolah hanya menjadi beban. Tuntutan untuk lebih cepat, paling baik, dan tidak boleh gagal mewarnai pikiran anak saat mereka kembali ke sekolah.

Anak-anak pada masa kini bertumbuh dalam tekanan untuk "lebih cepat". Dalam banyak hal anak telah di"paksa" untuk mencapai dan mengalami pertumbuhan yang cepat. Lihat saja dari cara berpakaian anak-anak yang masih balita. Mereka berpakaian layaknya orang dewasa. Suatu kali, saya harus membeli oleh-oleh berupa pakaian bagi keponakan saya yang baru berumur 2 tahun. Saya menemukan hampir semua pakaian yang dijual bagi anak-anak usia tersebut adalah model pakaian orang dewasa yang dibuat dalam ukuran kecil. Anak-anak tampil layaknya orang dewasa. Siapakah yang paling senang melihat hal tersebut? Tentu saja orang dewasa itu sendiri.

Tekanan untuk bertumbuh lebih cepat ini terjadi dalam berbagai hal dalam kehidupan anak seperti dalam pendidikan, gaya pengasuhan, media, dan lain-lain. Dalam hal pendidikan khususnya, sistem di sekolah telah memperlihatkan bagaimana industrialisasi sekolah memberikan dampak bagi percepatan ini. Saat ini setiap sekolah sedang berlomba untuk memiliki ciri khas dalam dirinya yang dapat menjadi daya saing dalam persaingan antar sekolah saat ini. Semakin "internasional" suatu sekolah, semakin "inggris" bahasanya, semakin kompeten kurikulumnya, dan terutama tentu saja semakin mahal harganya adalah sekolah-sekolah yang paling dicari dan diinginkan. Ketika anak hendak memasuki sekolah-sekolah tersebut mereka layaknya orang yang sedang mencari pekerjaan, karena mereka harus mengalami tes dan wawancara penerimaan sekolah. Sekolah berhak menentukan apakah anak tersebut sesuai atau tidak dengan sistem sekolah mereka. Maka anak yang dianggap tidak cukup kompeten dan sesuai dengan sistem akan tersingkir.

Demikian pula dengan kurikulum sekolah yang ada sekarang di sekolah-sekolah telah berorientasi pada "produk" daripada prosesnya. Produk menentukan keberhasilan suatu sekolah. Anak-anak juara di tingkat nasional, internasional, olimpiade, telah menjadi kebanggaan bagi suatu sekolah untuk memamerkan kehebatan sekolah mereka. Maka sekolah membuat kurikulum yang mencetak anak-anak juara. Menurut David Elkind, kurikulum sekolah telah dibuat menjadi "assembly-line" atau dalam istilah bahasa Indonesia dapat disebut sebagai pabrikan. Saat pabrik membuat mobil, mereka memiliki rangka kendaraan yang kemudian tinggal disatukan dan dijadikan sebuah mobil. Maka sebuah mobil dibuat berdasarkan rangka yang sudah dicetak berdasarkan modelnya. Seperti halnya demikian, dalam kurikulum sekolah anak yang harus menyesuaikan diri dan mengikuti sistem bukan sistem yang disesuaikan dengan kebutuhan anak.

Sampai disini kita dapat melihat bahwa tidak ada tempat bagi anak yang "terlambat". Anak harus lebih cepat. Tidak ada tempat bagi anak yang tidak mampu, semua anak harus mampu. Tidak ada tempat bagi anak yang membutuhkan waktu, semua harus mencapai standar yang sudah ditetapkan sistem. Anak tidak boleh gagal, anak harus menjadi juara dalam dunia yang semakin cepat ini. There is no place for a loser.

Yang lebih menekan lagi bagi anak adalah ketika orangtua terpengaruh dengan sistem yang ada seperti ini. Ketika orangtua melihat dan merasakan cepatnya sistem yang ada di sekolah hanya ada satu hal yang ada di pikiran mereka yakni mereka tidak ingin anak mereka tertinggal dan kalah dalam persaingan dengan anak yang lain. Orangtua ingin anak mereka sama cepatnya dengan anak lain sehingga orangtua akan memberikan les tambahan, dan berbagai kursus singkat. Seorang anak dari teman saya pernah mengeluh kepada kakeknya, " Kakek, aku tidak mau sekolah lagi. Capek!". Ia membandingkan diri dengan kakeknya yang berangkat bekerja pada pukul 8 pagi dan sudah pulang pada pukul 6 sore. Anak itu sendiri berangkat sekolah pada pukul 6:30 pagi dan baru pulang pada pukul 7 malam hari setelah ia menghabiskan waktu dengan berbagai les dan kursus tambahan.

Siapakah yang paling tertekan dalam percepatan dunia seperti ini? Tentu saja jawabnya adalah anak-anak itu sendiri. Anak-anak kita berada dalam kondisi stres yang sangat tinggi. Anak-anak yang berpakaian, berpikir, dan bersikap seperti orang dewasa adalah anak yang sedang bermain peran. Mereka sedang tidak menjadi diri mereka sendiri. Mereka sedang menjadi apa yang kita, orang dewasa inginkan mereka menjadi. Anak-anak kita sedang menutupi wajah mereka sendiri dengan berbagai topeng yang dikehendaki oleh sekolah, orangtua, dan lingkungan mereka.

Anak-anak kita mengalami dilema. Di satu sisi mereka sedang dipercepat oleh situasi yang ada di sekolah, di rumah, dan di lingkungan yang menuntut mereka untuk lebih cepat dewasa. Di sisi lain jiwa mereka adalah anak-anak.

Bagaimana sebaiknya? Yang harus diingat dan dimengerti dengan baik adalah bahwa anak membutuhkan waktu untuk bertumbuh dan belajar. Ingatkah kita bahwa dulu saat kita kecil kita belum mampu untuk berjalan dan kita membutuhkan waktu untuk mampu berjalan. Ingatkah kita bahwa dulu saat kita belum mampu menaiki sepeda, kita membutuhkan waktu untuk belajar menaiki sepeda. Sama halnya demikian, anak-anak kita juga membutuhkan waktu untuk mempelajari berbagai hal dalam hidup mereka.

Perlakukanlah anak sebagai anak. Usahakanlah supaya kita sebagai orang dewasa dapat mengerti dan memahami kebutuhan mereka. Dalam dunia yang semakin cepat ini, bantulah mereka untuk memiliki hidup yang seimbang antara belajar dan bermain. Walaupun kita mau tidak mau harus mengikuti sistem pendidikan yang semakin cepat ini, usahakanlah mencari alternatif agar membantu anak tidak semakin tertekan untuk dipercepat.

http://www.my-lifespring.com/artikel/anak_yang_dipercepat.php

Mempersiapkan Anak Masuk Sekolah

Di halaman sekolah sudah nampak banyak murid yang usianya bervariasi, dan postur tubuhnya berbeda-beda besarnya. Sebagian sudah memiliki kelompok sendiri dan ngobrol dengan teman-temannya tentang liburan sekolah mereka. Nampak juga anak-anak yang terlihat diam saja dan memperhatikan sekelilingnya. Mereka adalah murid-murid baru kelas 1 SD yang baru pertama kali datang ke sekolah tersebut. Sebagian dari mereka mengamati anak-anak yang lain dan terlihat ingin berkenalan. Sebagian lainnya tampak malu-malu dan menempel pada orangtuanya sebelum bel sekolah berbunyi. Yang lainnya sudah menangis meraung-raung dan ingin pulang bersama orangtuanya atau tidak mengijinkan orangtuanya meninggalkan mereka. Anak anda adalah salah satu dari mereka yang menangis. Orangtua yang lain memarahi anaknya dan meminta agar mereka belajar berani dan mandiri dalam menghadapi hari pertama tersebut. Yang lain mencoba menenangkan dan meminta anaknya agar berhenti menangis. Yang lain lagi berjanji untuk tidak meninggalkan anaknya khusus untuk hari pertama tersebut. Sikap mana yang anda pilih?

Memasuki sekolah dasar pada umumnya menjadi satu ketakutan tersendiri bagi setiap anak. Ketakutan atau kecemasan ini merupakan reaksi terhadap perubahan yang mereka harus alami. Perubahan ini antara lain dalam bertambahnya jumlah dan kerumitan pelajaran yang harus mereka pahami. Banyaknya pelajaran ini mengharuskan anak menghabiskan berjam-jam, di mana sebelumnya ketika mereka masih di TK, hanya diisi dengan bermain dan beraktivitas. Selain itu mereka juga dituntut untuk belajar serius dan memperoleh nilai yang baik. Tentunya ada semacam ketidaksiapan bagi anak dalam menghadapi perubahan besar ini.

Pengalaman menyeramkan ini mungkin tidak disadari oleh orangtua karena menganggap bahwa masuk SD adalah proses biasa yang dialami setiap orang. Namun masa transisi ini sesungguhnya merupakan momen penting di mana peran orangtua dampaknya besar sekali. Anak perlu mengetahui dan merasa aman dan nyaman terhadap suasana baru, teman-teman baru, guru baru, dan pelajaran-pelajaran baru. Kata ‘baru' di sini mungkin lebih jelas maknanya jika kita gunakan kata ‘asing'. Sesuatu yang asing, yang tidak kita pahami, yang tidak kita kenal, adalah sesuatu yang membuat kita merasa tidak nyaman dan takut. Bagi orang dewasa saja diperlukan keberanian dan masa penyesuaian untuk menghadapi hal yang baru, baik di tempat kerja, maupun dalam hidup. Sama seperti ketika kita memulai hari pertama kuliah, hari pertama kerja, hari pertama datang ke rumah pacar, atau pengalaman wawancara kerja pertama. Perasaan bingung, takut, cemas, grogi, semangat dan yang lainnya bercampur baur menjadi satu. Belum lagi perasaan takut, malu, dan rasa bersalah jika kita melakukan kesalahan dalam situasi tersebut.

Perasaan-perasaan demikianlah yang juga dirasakan anak, hanya berkali-kali lipat lebih besar, karena ia merasa begitu kecil di dunia ini. Anak membutuhkan rasa aman, rasa dimengerti, dan dukungan agar mereka tahu bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi hal tersebut. Oleh karena itu sebagai orangtua kita tidak boleh mengecilkan pengalaman tersebut dengan mengatakan "gitu aja masa nggak berani" atau "ga usah takut. Nanti kamu kan dapat teman baru dan guru baru. Pasti menyenangkan deh".

Sebaliknya, agar anak merasa dimengerti, kita harus mendukung perasaannya dengan kalimat seperti ini "kamu takut ya. Tidak apa-apa kalo kamu merasa takut, karena ini adalah hal yang baru bagi kamu" atau "memang menyeramkan ya menghadapi sesuatu yang kita tidak tahu/ belum pernah hadapi sebelumnya". Ketika ini dilakukan, anak akan merasa bahwa hal dan ketakutan yang dialaminya adalah sesuatu yang wajar dan dibolehkan. Hal ini akan membuatnya tenang dan berani menghadapi ketakutannya. Sebaliknya, jika kita tidak membolehkannya merasa takut, kecemasan dan ketegangan anak akan jadi semakin tinggi karena merasa bersalah melakukan apa yang kita larang.

Hal paling efektif yang dapat dilakukan untuk menolong anak mengatasi ketakutannya adalah bahwa kita sebagai orangtua menjadi tempat yang aman baginya untuk menceritakan seluruh pengalaman dan ketakutannya. Dengan memiliki rasa aman untuk menceritakan segala sesuatu yang dirasakannya, anak akan melihat bahwa apapun yang ia akan hadapi dan rasakan, ia bisa dengan berani menghadapinya karena kita -orangtuanya- ada di belakangnya untuk mendukung dan menguatkannya. Dengan demikian, apapun yang dialaminya -ketakutan, kegagalan, kekecewaan, kesedihan, dan yang lainnya- dapat dihadapinya dengan lebih percaya diri dan mandiri.

Bagimana mempersiapkan anak anda ke sekolah yang baru?
1. Mari kita mundur sejenak. Sebelum anak anda menjalani hari pertama di sekolah yang baru, anda bisa mempersiapkannya dengan mengajaknya mengunjungi sekolah tersebut. Dalam perjalanan anda bisa menjelaskan tempat-tempat yang dilalui sehingga ia mengenali bagaimana cara mencapai ke sekolahnya. Setelah sampai, anda bisa memperkenalkannya pada guru yang nantinya akan mengajarnya. Anda juga bisa mengenalkannya pada lingkungan sekolah dengan memberitahukan letak-letak ruangan di sekolah tersebut dan menunjukkan ruang kelasnya.
2. Orangtua juga sebaiknya membahas apa yang dirasakan anak tentang pengalaman baru yang akan dilaluinya tersebut. Dengan mengenali perasaannya sendiri, anak akan merasa lebih siap dengan apa yang akan dialaminya.
3. Anda dapat menenangkan perasaannya dengan memberikan perhatian penuh dan mendengarkan apa yang ia ungkapkan.
4. Setelah anda memahami perasaan anak anda, anda bisa mengkonfirmasi perasaan-perasaan apa yang ia rasakan.
5. Anda kemudian dapat memberikan penguatan (encouragement) bahwa semua yang dirasakannya adalah wajar. Lalu anda bisa memberanikan anak anda untuk menghadapinya dengan mengatakan bahwa anda menyayanginya dan mendukungnya. Anda bisa ungkapkan bahwa anda akan ada di sisinya ketika ia membutuhkan anda, sekalipun bukan dengan cara duduk di sebelahnya di dalam kelas.
6. Anda bisa juga mengajaknya berdoa kepada Tuhan agar ia memiliki keberanian.

Seberapa cepatnya anak beradaptasi dengan lingkungan baru tergantung masing-masing anak. Jika anak anda termasuk cepat beradaptasi dan tidak mengalami masalah serius, bersyukurlah. Jika anak anda mengalami kesulitan dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk beradaptasi, bersyukurlah. Karena dengan terus berada di sisinya dan mendukungnya, anda memiliki kesempatan untuk mengenal anak anda lebih jauh dan menjalin ikatan lebih erat dengannya. Anda juga memiliki kesempatan untuk mengajarkan anak anda untuk berdoa dan beriman lebih dalam kepada Tuhan yang mengasihinya dan memahami perasaannya.

http://www.my-lifespring.com/artikel/mempersiapkan_anak_masuk_sekolah.php