Saturday, February 26, 2011

Gambaran Percakapan Pasutri 6 Minggu, 6 Bulan, 6 Tahun

Sebelum Tidur:
6 minggu:selamat bobo sayang, mimpi indah ya, mmuach.
6 bulan : tolong matiin lampunya, silau nih.
6 tahun : Kesana-an doong ah... kamu kok tidur dempet2an kayak mikrolet gini sih?!

Pakai Toilet:
6 minggu : ngga apa-apa, kamu duluan deh, aku ngga buru2 koq.
6 bulan : masih lama ngga nih?
6 tahun : brug! brug! brug! (suara pintu digedor), kalo mau tapa di gunung kawi sono!

Ngajarin Nyetir:
6 minggu : hati-hati say, injek kopling dulu baru masukin perseneling ya
6 bulan : pelan-pelan dong lepas koplingnya.
6 tahun : KAMU KOK GAK NGERTI2 YA DAH BERIBU2 KALI AKU BILANGIN

Balesin SMS:
6 minggu : iya sayang, bentar lagi nyampe rumah koq, aku beli martabak kesukaanmu dulu ya
6 bulan : macet bgt di jln nih
6 tahun : ok.

Dating process:
6 minggu : I love U, I love U, I love U.
6 bulan : Of course I love U.
6 tahun : Ya iyalah!! kalau aku tidak cinta kamu, ngapain nikah sama kamu??

PULANG KERJA:
6 minggu : Honey, aku pulang!!! *langsung cium kening*
6 bulan : I am back *langsung duduk di sofa*
6 tahun : Oiii... mana aer minum!!! *sambil duduk di sofa*

Hadiah (ulang tahun):
6 minggu : Sayangku, kuharap kau menyukai cincin yang kubeli
6 bulan : Aku membeli lukisan, nampaknya cocok dengan suasana ruang tengah
6 tahun : Nih duitnya, loe beli sendiri deh yang loe mau

Telepon:
6 minggu : Baby, ada yang pengen bicara ama kamu ditelpon
6 bulan : Ini buat kamu nih
6 tahun : WOOIII TELPON BUNYI TUUUHHH.....ANGKAT DUOOONG!!!

Masakan:
6 minggu : Aduh... istriku pandai masak rupanya
6 bulan : Kita makan apa malam ini??
6 tahun : HAH? MAKANAN INI LAGI?

Kalo Jatuh
6 minggu : Kamu ga apa-apa sayang? ada yang luka ga?
6 bulan : Hati-hati! Nanti jatuh .
6 tahun : Makanya kalo jalan liatnya pake mata!!!

Baju baru:
6 minggu : Kamu cantik banget pake baju itu. Makin cinta aja akunya
6 bulan : Lho, kamu beli baju baru lagi?
6 tahun : BELI BAJU ITU HABIS BERAPA??

Rencana liburan:
6 minggu : Gimana kalau kita jalan-jalan ke Amerika atau ke tempat yg kamu mau honey?
6 bulan : Naik bis aja ya gak usah pakai pesawat
6 tahun : JALAN-JALAN? DIRUMAH AJA KENAPA SEH? NGABISIN UANG AJA!

TV:
6 minggu : Baby, apa yg pengen kita tonton malam ini ?
6 bulan : Sebentar ya, filmnya bagus banget nih.
6 tahun : JANGAN DIGANTI-GANTI DONG CHANNELNYA AH! GAK BISA LIAT ORANG SENENG DIKIT APA ?!

Thursday, July 22, 2010

PERTOLONGAN PERTAMA KORBAN KDRT


Apakah Anda adalah korban KDRT? Atau Anda melihat orang lain menjadi korbannya? Anda PERLU dan HARUS lakukan sesuatu. Buku saku ini COCOK untuk Anda. Harga normal: Rp. 15.000 (GRATIS ongkos kirim untuk wilayah Jawa). Tunggu apa lagi? DAPATKAN SEGERA 3 TIPS berharga sebagai pertolongan pertamanya! Hubungi Ibu Yulia di 081578460007 atau lewat email: mpublishing2010@gmail.com

Friday, July 16, 2010

SIKLUS KDRT

Banyak korban KDRT bingung mengapa si pelaku melakukan kekerasan lagi setelah meminta maaf atau menyesali perbuatannya. Bahkan, bukan saja menyesali, si pelaku juga melakukan kebaikan-kebaikan kepada si korban. Untuk menjawab kebingungan tersebut, kita perlu memahami siklus perilaku KDRT dari sudut pelakunya. Meski tidak semua pelaku pasti terjebak dalam siklus ini, namun kita setidaknya dapat melihat gambaran perilaku KDRT secara utuh. Berikut ini adalah siklus perilaku KDRT yang diambil dari teori Lenore Walker, psikolog yang menggeluti bidang ini:

1. Tahap ketegangan dimulai (Tension building phase)
Ini adalah tahap di mana perbedaan pendapat yang bercampur dengan ketegangan emosi dimulai. Di dalamnya terdapat adu mulut yang disertai dengan nada-nada marah, menekan, sekaligus mengancam. Oleh karena keterampilan komunikasi yang miskin antara kedua pihak, maka komunikasi yang terjadi bersifat saling menyakiti hati.

2. Tahap tindakan (Acting-out phase)
Ketika ketegangan tidak dapat diselesaikan dengan baik, maka pelaku akan melakukan kekerasan, khususnya fisik. Ia merasa bahwa dengan jalan ini maka ketegangan dapat berakhir dan situasi akan kembali terkendali. Dengan cara kekerasan, ia juga sedang menunjukkan siapa yang lebih kuat dan berkuasa.

3. Tahap penyesalan/bulan madu (Reconcilliation/honeymoon phase)
Setelah si pelaku melakukan kekerasan, ia dihantui dengan rasa bersalah dan penyesalan. Tapi penyesalan ini mungkin saja bersifat manipulatif. Maksudnya, ia menyesal bukan atas kesadaran pribadi, tapi karena takut mengalami konsekuensi lebih berat yang akan diterimanya, seperti perceraian atau dilaporkan ke pihak mertua, tokoh masyarakat, dan polisi. Tidaklah heran bila akhirnya ia menunjukkan penyesalannya dengan meminta maaf atau berbuat kebaikan terhadap pasangan. Pada tahap inilah hati pasangan akan luluh, merasa kasihan, dan memaafkannya kembali. Tentu dengan harapan bahwa si pelaku benar-benar bertobat dan tidak mau melakukan kekerasan lagi.

4. Tahap stabil (Calm phase)
Ini adalah tahap di mana rumah tangga kembali diliputi situasi yang relatif stabil. Pertengkaran apalagi kekerasan telah mereda. Kedua pihak bisa jadi telah mengalami kelelahan fisik dan emosi sehingga tidak ada lagi tenaga untuk bertengkar. Namun tidak berarti bahwa mereka telah berhasil menyelesaikan akar masalahnya. Satu ketika kestabilan situasi ini sangat mungkin akan kembali terkoyak bila titik rawan permasalahan muncul kembali dan tenaga kemarahan telah terkumpul. Artinya, satu ketika kedua pihak suami-istri akan kembali memasuki tahap pertamanya. Dan demikian selanjutnya.

(Cuplikan pembahasan ini diambil dari buku saya yang berjudul Pertolongan Pertama Korban KDRT [Surabaya: Metamorphosis Publishing, 2010]. ISBN: 978-602-97331-0-5)

Untuk pemesanan buku dapat dilayani lewat email: andrew_setiawan80@yahoo.com.sg atau menghubungi 085-850808284. Harga normal: Rp. 15.000 (GRATIS ongkos kirim untuk wilayah Jawa).

Thursday, December 24, 2009

SOLOPOS

Edisi : Kamis, 24 Desember 2009 , Hal.4
Kesederhanaan Natal

Warren Edward Buffett adalah nama yang pasti tidak asing lagi di telinga kalangan pengusaha Amerika Serikat (AS). Pria kelahiran Kota Omaha, Nebraska, AS ini terkenal sebagai investor dan pengusaha raksasa dengan perkiraan pendapatan bersih US$44 miliar pada tahun 2005.

Pada 2008, total kekayaannya mencapai US$62 miliar. Majalah bisnis Forbes mendudukannya sebagai orang terkaya di dunia pada tahun 2008.
Tentu Anda sudah bisa membayangkan apa saja yang ia miliki saat ini. Tapi menariknya, sewaktu diwawancarai stasiun televisi CNBC, kesan kemewahan yang dibayangkan itu justru tidak tampak. Justru sebaliknya, kesan kesederhanaanlah yang sangat tampak dalam kehidupannya selama ini.
Hingga saat ini, ia hidup dalam sebuah rumah kecil di tengah Kota Omaha dengan tiga kamar tidur. Rumah yang sudah ditinggali sejak 50 tahun lalu setelah pernikahannya itu tidak memiliki tembok ataupun pagar yang mengelilinginya. Meski jauh dari kesan mewah, tapi ia mengatakan, ”Aku memiliki segalanya di rumah ini.”
Ia menyetir mobilnya sendiri dan tidak memiliki seorang sopir maupun petugas keamanan di sekitarnya. Ia tidak pernah bepergian dengan pesawat jet pribadinya, meski ia memiliki perusahaan pesawat jet terbesar di dunia. Ia tidak banyak bergaul dengan kelompok sosial-ekonomi papan atas. Ia tidak memiliki telepon genggam atau komputer di mejanya.
Di depan kaum muda, ia sering berpesan beberapa hal, antara lain, pertama, uang tidak menciptakan manusia, tapi manusialah yang menciptakan uang. Kedua, jalani kehidupanmu sesederhana mungkin. Ketiga, jangan buang uangmu untuk hal-hal yang tidak berguna, tapi sisihkan uangmu untuk orang-orang yang membutuhkan.
Kesederhanaan hidup Warren E Buffett pasti amat mencengangkan banyak orang. Bagaimana mungkin orang yang amat kaya, bahkan terkaya di dunia, bisa hidup sesederhana itu? Ini amatlah langka, tapi patut dijadikan pedoman hidup orang lain dalam lautan konsumerisme saat ini.
Tapi ini baru seorang yang bernama Warren E Buffett. Belum seorang yang bernama Yesus Kristus. Lukas 2: 11-12 mencatat perkataan malaikat kepada para gembala di padang. ”Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.”
Bayangkan, Yesus bukan saja pribadi yang terkaya di dunia, tapi termaha di dunia dan seluruh jagat raya. Mahakaya, Maha Ada, Mahakuasa dan maha-maha lainnya. Tapi bagaimana mungkin Ia bisa lahir di tempat yang amat sederhana itu? Bagaimana mungkin Ia bisa lahir lewat seorang wanita yang tidak terkenal? Bagaimana mungkin Ia bisa lahir dari seorang anak tukang kayu?
Di Hari Natal yang berbahagia ini, marilah kita bukan hanya mengagumi kesederhanaan hidup Yesus, tapi juga menjalani kesederhanaan itu sendiri. Ingat, hari Natal pada awalnya bukanlah hari yang penuh dengan riuh-gemuruh pesta, makanan yang mewah dan dekorasi yang mahal. Sebaliknya, Natal awalnya adalah hari yang amat sepi, amat sunyi dan yang pasti amat sederhana. Kembalilah pada semangat Natal mula-mula, yaitu semangat kesederhanaan.

Kemewahan dunuawi
Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Iran, negara yang kaya minyaknya, pernah diwawancarai oleh TV Fox AS soal kehidupan pribadinya. Pertanyaan yang ditujukan padanya adalah, ”Saat Anda melihat di depan cermin setiap pagi, apa yang Anda katakan pada diri Anda?” Jawab Ahmadinejad adalah, ”Saya melihat orang di cermin itu dan mengatakan padanya: Ingat, kau tak lebih dari seorang pelayan, hari di depanmu penuh dengan tanggung jawab yang berat, yaitu melayani bangsa Iran.”
Satu hal yang membuat kagum staf kepresidenannya adalah tas sederhana yang tiap hari dibawanya berisi roti keju buatan istrinya. Ia memakannya dengan gembira. Ia juga menghentikan kebiasaan makan makanan khusus kepresidenan. Selain soal makanan, ia juga tidak mau memakai pesawat terbang kepresidenan. Ia meminta terbang dengan pesawat kelas ekonomi.
Wow, mengagumkan! Tapi sekali lagi jangan hanya kagum. Segeralah susuri jalan kesederhanaan tersebut mulai dari sekarang. Ingat, kehidupan yang sederhana adalah semangat Natal mula-mula. Jangan kita cemari dengan pola hidup yang ingin menunjukkan kemewahan duniawi. Henry W Longfellow, seorang penyair, mengatakan, ”In character, in manner, in style, in all things, the supreme exellence is simplicity (dalam karakter, sikap, gaya, dalam segala hal, kesederhanaan adalah hal yang terindah).” - Oleh : Andrew Abdi Setiawan, Rohaniwan di Gereja Kristen Kalam Kudus Solo

Tuesday, August 04, 2009

LEBAT TAPI TAK BERBUAH



Kisah Yesus mengutuk pohon ara sungguh menarik. Pada awalnya, saya sempat "emosi" dengan-Nya . . . betapa tidak, kok Yesus tega-teganya mengutuk pohon ara itu. Tapi setelah direnungkan lebih dalam, ternyata Yesus sedang menyampaikan pesan penting bagi para pelayan Tuhan sepanjang zaman. Pesan itu kini telah disajikan dalam sebuah buku terbitan Kanisius yang berjudul:

Lebat tapi Tak Berbuah.

Selamat membaca!


"Biarpun sudah banyak buku renungan sejenis, tetapi tulisan Andrew ini memberikan nuansa lain . . . Dialog imajiner dengan Henri J. M. Nouwen menjadi salah satu renungan yang menarik bagi saya"
(Pdt. Jimmy Singal--Ketua Yayasan Kalam Kudus Indonesia)

Buku ini bisa didapatkan di Tb. Kanisius terdekat atau kontak saya di: andrew_setiawan80@yahoo.com.sg

Thursday, June 04, 2009

Terjadi Pembiaran terhadap Penderita Gangguan Jiwa

Senin, 1 Juni 2009 | 19:15 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Di Indonesia hanya 3,5 persen penderita gangguan jiwa berat yang mendapatkan terapi oleh petugas kesehatan. Artinya 96,5 persen di antaranya tidak mendapatkan pengobatan yang semestinya. Tindakan pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah ters ebut dinilai melanggar hak asasi manusia para penderita gangguan jiwa.

"96,5 persen penderita yang tidak mendapat pengobatan itu umumnya dikurung, dipasung, atau menggelandang," kata Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat Yeni Rosa Damayanti saat audiensi dengan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta, Senin (1/6).

Rombongan Perhimpunan Jiwa Sehat tersebut diterima oleh Ketua Komnas HAM Joni Simanjuntak dan Stanley Prasetyo Adi dari Sub Komisi Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM.

"Ada empat soal yang perlu didalami oleh Komnas HAM: tumpang tindih soal kewenangan, perlakuan medis, perhatian pemerintah, dan ketersediaan tenaga ahli atau dokter untuk menangani penderita gangguan jiwa," kata Joni Simanjuntak.

Hasil investigasi Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial DKI Jakarta didapat data jumlah Warga Binaan Sosial (WBS) atau pasien yang meninggal dunia di Panti Cengkareng sejak 2007-Mei 2009 sebanyak 253 pasien, Panti Cipayung sebanyak 70 orang, Panti Ceger sebanyak 7 orang, Panti Daan Mogot sebanyak 15 orang, dan di Rumah Sakit Duren Sawit sebanyak 172 pasien. Jadi total WBS atau pasien yang meninggal di lima tempat tersebut sejak tahun 2007-Mei 2009 sebanyak 517 pasien.

Penyebab WBS/pasien tersebut meninggal antara lain karena malnutrisi (kurang gizi). Anggaran untuk konsumsi hanya Rp 15.000 per orang per hari, diare, anemia, dan pada waktu masuk panti WBS hasil razia telah menderita berbagai penyakit fisik (sakit kulit, TBC, anemia, dan lain-lain).

Banyaknya WBS atau pasien di panti-panti tersebut yang meninggal tersebut menunjukkan tidak adanya perhatian pemerint ah terhadap penderita gangguan jiwa. Alokasi anggaran hanya 1,5 persen dari keseluruhan anggaran kesehatan di APBN.

Hervita Diatri, psikiater dari Psikiatri Universitas Indonesia yang bertugas paruh waktu ke panti mengatakan, banyak pasien yang tidak mendapatkan lanyanan meski sudah banyak mobile clinic. Kondisi di panti pun memprihatinkan, seperti tidak ada yang mengawasi WBS makan atau tidak, WBS yang gaduh gelisah dicampur dengan yang tenang, panti kekurangan tenaga yang mampu menangani WBS, bahkan ada kepala panti yang merupakan pekerja sosial yang sama sekali tidak tahu soal kesehatan jiwa.

Budiana Keliat PhD dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia menyatakan, tenaga perawat untuk mengurus para penderita gangguan jiwa di panti-panti juga masih sangat kurang.

"Dua atau tiga perawat harus mengurus 600 pasien itu tentu tugas yang sangat berat," kata Budianan Keliat.

Mengapa pemerintah tidak memberikan perhatian pada penderita gangguan jiwa, menurut psikiater dr Pandu Setiawan SpKJ, dari sudut pandang kesejarahan isu kesehatan dianggap tidak penting jika tidak mengarah kepada kematian.

"Jadi gangguan jiwa tidak dianggap penting karena tidak menyebabkan kematian, tapi terbukti sekarang justru gangguan jiwa menjadi beban yang lebih berat dibandingkan penyakit jantung, atau penyakit lainnya," kata Pandu Setiawan.

Selain persoalan gangguan jiwa berat, yang harus juga mendapatkan perhatian adalah 18,6 juta penduduk Indonesia (11.6 persen) yang berusia di atas 15 tahun mengalami masa lah mental emosional (di luar gangguan jiwa berat). Di DKI Jakarta saja jumlah orang yang mengalami masalah mental emosional di atas rata-rata nasional yaitu 14,1 persen atau 1.275.000 penduduk Jakarta yang berusia di atas 15 tahun.

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/06/01/19150043/terjadi.pembiaran.terhadap.penderita.gangguan.jiwa.

Wednesday, May 27, 2009

Jangan Salah Didik Anak Ya!

Senin, 25 Mei 2009 | 16:36 WIB

KOMPAS.com - Sedikitnya tujuh potensi kecerdasan utama pada manusia. Ada kecerdasan linguistik atau verbal, kecerdasan numeris atau logis, kecerdasan visual atau spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal atau sosial, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan natural.

Sayang, banyak orang tua bahkan guru salah dalam mendidik anak. Mereka kurang memahami perilaku anaknya, termasuk dalam cara mendidik anaknya agar tumbuh dan berkembang menjadi anak cerdas.

Seringkali anak yang hiperaktif, suka mengganggu teman, dicap sebagai anak bandel. Anak yang tidak suka membaca dikatakan anak malas belajar. Bahkan ada orang tua memaksa sedemikian rupa anaknya supaya rajin belajar tetapi hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Ini karena banyak orang tua belum menyadari berbagai aspek tentang hal-hal yang mempengaruhi kemampuan atau kecerdasan anak-anaknya.

Motivator Pendidikan, Yusef J. Hilmi pada seminar Cara cerdas menjadikan anak cerdas di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulsel menyebutkan ada banyak cara mengoptimalkan kecerdasan anak mulai dari asupan gizi, peranan musik untuk belajar dan menggunakan otak kanan dan kiri secara seimbang.

Otak kiri menunjukkan kemampuan yang berkaitan dengan analitik, seperti rasional, analisis, matematis, dan bahasa verbal. Sedangkan otak kanan berkaitan dengan kemampuan kreatif seperti intuitif, lagu dan musik, bahasa gambar, simbol, dan imajinasi. Maka orang tua sebisa mungkin memberikan sebuah lingkungan yang merangsang aktivitas dan fungsi belahan otak kiri dan juga kanan, ujarnya.

Hal-hal yang dapat dilakukan orang tua untuk membangun kecerdasan antara lain dengan memberikan anak sebuah kehidupan yang lebih nyaman dengan banyak memberi senyuman.

Biarkan anak menangis atau bersedih pada saat dirinya terluka secara emosional atau fisik, menyendiri ketika dia perlu mengerjakan sesuatu. Dan bersemangat serta membiarkannya ketika sedang sangat gembira, urainya.

Yusef menganjurkan agar komunikasi dengan anak sebaiknya dalam konteks membangun percaya diri anak. Anggaplah benar segala omongan anak. Tugas pendengar adalah membiarkan anak menyelesaikan pembicaraannya. Tugas pendengar adalah mengkondisikan agar keluar semua yang ingin dibicarakan.

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/05/25/16360674/jangan.salah.didik.anak.ya