Tuesday, August 19, 2008

Home Sweet Home


Renungkan sebentar, apa artinya rumah bagi Anda? Silakan berpikir sejenak artinya. Bagi saya pribadi, rumah lebih identik dengan suasananya. Kalau dalam bahasa Inggris, rumah diartikan sebagai home, bukan house. Kalau dijabarkan lebih rinci, bagi saya rumah adalah:
  1. Tempat berlindung. Selain tempat berlindung dari hujan, panas, badai, dan kejahatan, rumah dapat diartikan sebagai tempat berlindung batiniah. Dalam bayangan saya, setelah saya lelah bekerja, mencurahkan tenaga, pikiran, emosi, maka ketika saya pulang ke rumah, saya mendambakan kesegaran dan kesejahteraan batin. Di dalam rumah itu, saya bisa menjadi diri saya yang apa adanya, bebas dari hiruk-pikuk tuntutan dunia luar. Di dalam rumah itu, saya bisa mengistirahatkan tubuh dan jiwa yang letih selepas pulang kerja. Istri saya pun juga mendambakan hal yang sama. Bukankah kita semua mendambakan tempat berlindung seperti demikian?
  2. Tempat bertumbuh. Saya membayangkan bahwa rumah juga merupakan tempat kita bertumbuh secara emosi dan spiritual. Kita belajar mencintai mulai dari rumah. Kita belajar bekerja sama mulai dari rumah. Kita belajar menghargai juga mulai dari rumah. Sepasang calon suami istri datang untuk menerima konseling pranikah. Wanita ini mengeluhkan ketidakpuasannya terhadap calon suami. Ia mengatakan bahwa calon suaminya tidak mau menggandeng tangannya. Padahal, baginya, gandengan tangan berarti ia merasa disayang dan dilindungi. Sekarang pertanyaannya, apa yang membuat pria ini sulit menggandeng tangan calon istri? Jawabannya sederhana. Karena di rumah dia jarang memiliki pengalaman disentuh oleh orangtuanya. Akhirnya, gandengan tangan merupakan satu hal yang tidak biasa. Banyak hal bisa kita pelajari dari rumah. Sebab itu, rumah merupakan tempat untuk bertumbuh secara emosi dan spiritual kita.
Kita masing-masing pasti memiliki arti dan gambaran tersendiri mengenai rumah. Arti rumah bagi saya dan bagi Anda mungkin sangat variatif. Tapi yang pasti kita memiliki arti mengenai rumah yang dapat memberikan kebahagiaan. Kebahagiaan bagi diri kita maupun kepada seluruh anggota keluarga kita. Dan bukan hanya kebahagiaan bagi anggota keluarga kita, tapi juga pada tamu kita. Maksudnya? Kita pasti pernah datang ke rumah orang lain sebagai tamu. Bukankah kadang kita bisa merasakan ketidakenakkan untuk hadir di rumah seseorang yang memiliki masalah berat? Satu ketika saya pernah mengunjungi rumah jemaat. Yang menyambut saya adalah sepasang suami dan istri. Namun dalam pembesukan itu saya menjadi tidak nyaman karena suami istri itu adu mulut di hadapan saya. Saya jadi merasa risih. Saya jadi merasa ingin cepat pulang. Saat itulah saya menjadi tamu yang tidak bahagia. Apakah kita senang memiliki rumah di mana tamu yang hadir merasa tidak bahagia? Jadi, saya kira semua orang mendambakan rumahnya menjadi tempat kebahagiaan bagi seisi rumah dan orang lain yang bertandang ke rumah.

Tapi bagaimana caranya agar rumah kita menjadi tempat kebahagiaan? Apakah kita perlu membangun rumah yang mewah, warna cat tembok yang soft, penataan interior yang menarik, ditambah dengan terapi aroma? Tidak harus seperti itu. Rumah yang sangat sederhana pun dapat menjadi tempat kebahagiaan. Kunci utamanya bukan terletak pada hal-hal fisik, tapi pada hal-hal rohani yang perlu dikerjakan anggota keluarga yang tinggal di dalam rumah. Pengkhotbah 8: 12 berkata, "Walaupun orang yang berdosa dan yang berbuat jahat seratus kali hidup lama, namun aku tahu, bahwa orang yang takut akan Allah akan beroleh kebahagiaan, sebab mereka takut terhadap hadirat Allah."

Jadi apa kunci utamanya untuk memperoleh kebahagiaan? Takut akan Allah. Ini menjadi PR bagi anggota keluarga yang tinggal di dalam rumah. Apa artinya takut akan Allah? Takut akan Allah bukan seperti takut pada ular, takut dengan ketinggian, takut di dalam lift, apalagi takut setelah berbuat jahat. Takut akan Allah berarti kita menghormati Allah. Dengan menghormati Allah, kita mengakui otoritas Allah. Dengan menghormati Allah, kita mengakui bahwa Allah adalah Sang Pemimpin rumah. Dengan menghormati Allah, kita bersedia memperkenan Allah melalui pikiran, tutur kata, dan tindakan. Itulah kira-kira artinya takut akan Allah.

Bayangkan bila semua anggota keluarga memiliki rasa takut akan Allah? Bila kita memiliki rasa takut akan Allah, maka kita akan terus setia terhadap pasangan. Kita akan menjauhi perselingkuhan. Ketika kita takut akan Allah, maka kita akan mendidik anak tanpa kekerasan fisik dan emosi yang brutal dan tak terkendali. Ketika kita takut akan Allah, maka kita akan bekerja dengan sungguh-sungguh dan jujur. Ketika kita takut akan Allah, maka kita akan hidup sesuci mungkin bahkan ketika kita sendirian. Takut akan Allah akan mendatangkan kebahagiaan pada kita dan orang-orang di sekitar kita. Hal inilah yang akan mendatangkan kebahagiaan pada rumah kita. Hal inilah yang akan memberikan kita home, bukan house. Akhirnya, bila kita memiliki suasana rumah yang membawa kebahagiaan, maka setiap anggota keluarga yang pulang ke rumah akan berkata, "Home sweet home." Mau?

Sunday, August 17, 2008

SUSU DAN SEPOTONG ROTI

Di suatu malam yang pekat, seorang pemuda sedang berlari-lari di tengah hujan badai. Ia berusaha menemukan sebuah tempat berteduh. Setelah berlari-lari dengan tubuh yang basah kuyup, ia menemukan teras sebuah rumah sederhana. Di sana ia mencoba meletakkan tubuhnya, melepaskan lelah. Tapi rupanya, pemuda itu juga sedang kehabisan bekal makanan. Ia menggigil kedinginan sekaligus menahan rasa lapar yang luar biasa, hingga kepalanya berkunang-kunang.

Tak lama berselang, datang seorang perempuan setengah baya yang ternyata adalah pemilik rumah tersebut. Melihat kedatangan ibu tersebut, sang pemuda itu segera bangkit dan memohon izin dengan sopan, "Maaf Bu . . . saya hanya ingin menumpang untuk berteduh di sini. Mohon ibu tidak merasa terganggu dan mengizinkan saya berteduh sejenak."

Sambil menganggukan kepala, perempuan itu bergegas masuk ke dalam rumah. Tak lama kemudian, ia kembali dengan membawa semangkuk susu hangat dan sepotong roti. "Nak, ini ada sepotong roti dan semangkuk susu hangat untuk menghangatkan badanmu. Maaf, hanya ini yang ibu punya," kata perempuan setengah baya itu.

Tanpa berpikir panjang, pemuda itu menerima pemberiannya dengan tangan gemetaran bercampur dengan suara dan tangan gemetaran. Oleh karena kedinginan dan kelaparan, maka dengan lahap dan cepat ia menghabiskan roti beserta susu hangat itu.

Tahun berganti tahun. Dikisahkan, suatu hari di sebuah rumah pengobatan yang besar dan terkenal, tengah berlangsung kesibukan yang luar biasa. Beberapa orang sedang memandu seorang perempuan tua dalam keadaan pingsan. Kondisinya kritis akibat penyakit menahunnya. Untuk menyelamatkan nyawanya, kepala tabib memutuskan untuk mengambil tindakan operasi.

Beberapa hari setelah menjalani operasi, perempuan tua itu tampak sangat gelisah. Ternyata yang membuatnya gelisah adalah pikiran yang tertuju pada biaya pengobatan dan perawatan yang dirasa sangat mahal baginya. "Darimana aku bisa membayarnya?" gumam perempuan tua itu. Akhirnya, mau tidak mau, ia memberanikan diri menanyakan besarnya biaya kepada si perawat. Tak lama setelah itu, seorang perawat mendatanginya dengan membawa sepucuk surat. Dengan perasaan gelisah, surat itu diterima dan dibukanya. Ia pun segera membacanya.

"Ibu yang baik. Perkenalkan, saya adalah kepala tabib yang mengoperasi dan merawat ibu. Seluruh biaya pengobatan telah saya lunasi. Ini sebagai tanda terima kasih saya atas pemberian semangkuk susu dan sepotong roti yang pernah ibu berikan dahulu. Saya adalah si pemuda kelaparan yang dulu pernah berteduh di teras rumah ibu. Semoga Tuhan memberi kesehatan dan umur panjang kepada ibu. Salam sejahtera."

Selesai membaca surat itu, meneteslah air matanya, haru bercampur lega. Perempuan tua itu tidak pernah menyangka, bahwa perbuatan kecil tanpa pamrih yang dilakukannya di masa lalu, ternyata membuahkan kebaikan yang tidak terkira di kemudian hari. Bukan hanya jiwanya terselamatkan, tetapi seluruh biaya pengobatannya pun lunas, tanpa ia harus mengeluarkan uang sepeser pun. (Disarikan dari Andrie Wongso, 16 Wisdom & Success: Classical Motivation Stories 2, 43-45)

Apa yang dapat kita pelajari dari kisah di atas? Silakan mengunyah pelajarannya dari kisah susu dan sepotong roti tadi.

Tuesday, August 12, 2008

7 Deadly Living Sins

  1. Wealth without work
  2. Pleasure without conscience
  3. Knowledge without character
  4. Commerce without morality
  5. Science without humanity
  6. Worship without sacrifice
  7. Politics without principles