Thursday, December 24, 2009

SOLOPOS

Edisi : Kamis, 24 Desember 2009 , Hal.4
Kesederhanaan Natal

Warren Edward Buffett adalah nama yang pasti tidak asing lagi di telinga kalangan pengusaha Amerika Serikat (AS). Pria kelahiran Kota Omaha, Nebraska, AS ini terkenal sebagai investor dan pengusaha raksasa dengan perkiraan pendapatan bersih US$44 miliar pada tahun 2005.

Pada 2008, total kekayaannya mencapai US$62 miliar. Majalah bisnis Forbes mendudukannya sebagai orang terkaya di dunia pada tahun 2008.
Tentu Anda sudah bisa membayangkan apa saja yang ia miliki saat ini. Tapi menariknya, sewaktu diwawancarai stasiun televisi CNBC, kesan kemewahan yang dibayangkan itu justru tidak tampak. Justru sebaliknya, kesan kesederhanaanlah yang sangat tampak dalam kehidupannya selama ini.
Hingga saat ini, ia hidup dalam sebuah rumah kecil di tengah Kota Omaha dengan tiga kamar tidur. Rumah yang sudah ditinggali sejak 50 tahun lalu setelah pernikahannya itu tidak memiliki tembok ataupun pagar yang mengelilinginya. Meski jauh dari kesan mewah, tapi ia mengatakan, ”Aku memiliki segalanya di rumah ini.”
Ia menyetir mobilnya sendiri dan tidak memiliki seorang sopir maupun petugas keamanan di sekitarnya. Ia tidak pernah bepergian dengan pesawat jet pribadinya, meski ia memiliki perusahaan pesawat jet terbesar di dunia. Ia tidak banyak bergaul dengan kelompok sosial-ekonomi papan atas. Ia tidak memiliki telepon genggam atau komputer di mejanya.
Di depan kaum muda, ia sering berpesan beberapa hal, antara lain, pertama, uang tidak menciptakan manusia, tapi manusialah yang menciptakan uang. Kedua, jalani kehidupanmu sesederhana mungkin. Ketiga, jangan buang uangmu untuk hal-hal yang tidak berguna, tapi sisihkan uangmu untuk orang-orang yang membutuhkan.
Kesederhanaan hidup Warren E Buffett pasti amat mencengangkan banyak orang. Bagaimana mungkin orang yang amat kaya, bahkan terkaya di dunia, bisa hidup sesederhana itu? Ini amatlah langka, tapi patut dijadikan pedoman hidup orang lain dalam lautan konsumerisme saat ini.
Tapi ini baru seorang yang bernama Warren E Buffett. Belum seorang yang bernama Yesus Kristus. Lukas 2: 11-12 mencatat perkataan malaikat kepada para gembala di padang. ”Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.”
Bayangkan, Yesus bukan saja pribadi yang terkaya di dunia, tapi termaha di dunia dan seluruh jagat raya. Mahakaya, Maha Ada, Mahakuasa dan maha-maha lainnya. Tapi bagaimana mungkin Ia bisa lahir di tempat yang amat sederhana itu? Bagaimana mungkin Ia bisa lahir lewat seorang wanita yang tidak terkenal? Bagaimana mungkin Ia bisa lahir dari seorang anak tukang kayu?
Di Hari Natal yang berbahagia ini, marilah kita bukan hanya mengagumi kesederhanaan hidup Yesus, tapi juga menjalani kesederhanaan itu sendiri. Ingat, hari Natal pada awalnya bukanlah hari yang penuh dengan riuh-gemuruh pesta, makanan yang mewah dan dekorasi yang mahal. Sebaliknya, Natal awalnya adalah hari yang amat sepi, amat sunyi dan yang pasti amat sederhana. Kembalilah pada semangat Natal mula-mula, yaitu semangat kesederhanaan.

Kemewahan dunuawi
Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Iran, negara yang kaya minyaknya, pernah diwawancarai oleh TV Fox AS soal kehidupan pribadinya. Pertanyaan yang ditujukan padanya adalah, ”Saat Anda melihat di depan cermin setiap pagi, apa yang Anda katakan pada diri Anda?” Jawab Ahmadinejad adalah, ”Saya melihat orang di cermin itu dan mengatakan padanya: Ingat, kau tak lebih dari seorang pelayan, hari di depanmu penuh dengan tanggung jawab yang berat, yaitu melayani bangsa Iran.”
Satu hal yang membuat kagum staf kepresidenannya adalah tas sederhana yang tiap hari dibawanya berisi roti keju buatan istrinya. Ia memakannya dengan gembira. Ia juga menghentikan kebiasaan makan makanan khusus kepresidenan. Selain soal makanan, ia juga tidak mau memakai pesawat terbang kepresidenan. Ia meminta terbang dengan pesawat kelas ekonomi.
Wow, mengagumkan! Tapi sekali lagi jangan hanya kagum. Segeralah susuri jalan kesederhanaan tersebut mulai dari sekarang. Ingat, kehidupan yang sederhana adalah semangat Natal mula-mula. Jangan kita cemari dengan pola hidup yang ingin menunjukkan kemewahan duniawi. Henry W Longfellow, seorang penyair, mengatakan, ”In character, in manner, in style, in all things, the supreme exellence is simplicity (dalam karakter, sikap, gaya, dalam segala hal, kesederhanaan adalah hal yang terindah).” - Oleh : Andrew Abdi Setiawan, Rohaniwan di Gereja Kristen Kalam Kudus Solo