Kidung Agung 3
“. . . kutemui jantung hatiku; kupegang dan tak kulepaskan dia . . .” (Kid. 3:4)
Tirai langit menampilkan kekelaman suram dan rasa dingin meresap jatuh pada keheningan yg menyekap pada suasana perpisahan kami di th 1989. Di situlah mang Ucup terakhir kali melihat Babah. Panggilan yg kami ucapakan untuk ayah saya. Babah memeluk dan mendekap saya dengan erat sekali, pada saat tersebut tanpa terasakan T-shirt saya menjadi basah, rupanya Babah tidak bisa menahan lagi air matanya keluar. Butir-butir air matanya turun berlinang dengan lebat membasahi pipinya yang sudah penuh dengan keriput. Padahal, Babah adalah seorang pria yang sangat sukar mengeluarkan air mata; mungkin Babah merasakan bahwa perpisahan kami kali ini adalah perpisahan untuk jangka waktu yg lama.
Kisah di atas tadi merupakan kenangan yang diuangkap oleh mang Ucup, seorang pendeta mabuk dari dunia maya. Berbicara soal kenangan, saya yakin bahwa dalam pernikahan, kita pun perlu kenangan. Mempelai perempuan dalam Kidung Agung juga melakukan hal yang sama. Pada waktu itu, mempelai perempuan sedang mengenang kembali hari pertemuannya yang pertama dengan sang kekasih. Hari yang tidak terlupakan itu dihayati kembali. Ia terkenang akan kemesraan demi kemesraan antara dia dan kekasihnya. Dan kenangan ini terbawa dalam mimpinya. Mimpi itu sangat indah. Yaitu, mimpi di mana ia menemukan kekasihnya, jantung hatinya.
Sekarang, perlukah kita mengenang kemesraan dalam pernikahan? Saya memandang hal ini sangat perlu. Mengapa? Karena dengan mengenang kemesraan-kemesraan yang pernah terjadi selama dan sewaktu berpacaran, kita akan kembali menambah semangat untuk mencintai pasangan kita. Dalam peristiwa mengenang tersebut, kita akan kembali mengingat hal-hal menarik yang membuat kita mencintai pasangan kita. Selain itu, kita akan dapat mengevaluasi seberapa kendurnya tingkat kemesraan saat ini dibandingkan dengan saat awal pernikahan atau bahkan saat berpacaran. Dan dari saat itulah, kita dapat mengenali hal-hal apa yang mengganggu atau mendorong kemesraan dalam pernikahan. Jadi, apakah perlu untuk mengenang kemesraan-kemesraan dalam pernikahan kita hari ini? Bila perlu, jangan tunggu nanti bila pasangan kita sudah tiada; lakukan sekarang selagi ia hidup dengan kita.
“. . . kutemui jantung hatiku; kupegang dan tak kulepaskan dia . . .” (Kid. 3:4)
Tirai langit menampilkan kekelaman suram dan rasa dingin meresap jatuh pada keheningan yg menyekap pada suasana perpisahan kami di th 1989. Di situlah mang Ucup terakhir kali melihat Babah. Panggilan yg kami ucapakan untuk ayah saya. Babah memeluk dan mendekap saya dengan erat sekali, pada saat tersebut tanpa terasakan T-shirt saya menjadi basah, rupanya Babah tidak bisa menahan lagi air matanya keluar. Butir-butir air matanya turun berlinang dengan lebat membasahi pipinya yang sudah penuh dengan keriput. Padahal, Babah adalah seorang pria yang sangat sukar mengeluarkan air mata; mungkin Babah merasakan bahwa perpisahan kami kali ini adalah perpisahan untuk jangka waktu yg lama.
Kisah di atas tadi merupakan kenangan yang diuangkap oleh mang Ucup, seorang pendeta mabuk dari dunia maya. Berbicara soal kenangan, saya yakin bahwa dalam pernikahan, kita pun perlu kenangan. Mempelai perempuan dalam Kidung Agung juga melakukan hal yang sama. Pada waktu itu, mempelai perempuan sedang mengenang kembali hari pertemuannya yang pertama dengan sang kekasih. Hari yang tidak terlupakan itu dihayati kembali. Ia terkenang akan kemesraan demi kemesraan antara dia dan kekasihnya. Dan kenangan ini terbawa dalam mimpinya. Mimpi itu sangat indah. Yaitu, mimpi di mana ia menemukan kekasihnya, jantung hatinya.
Sekarang, perlukah kita mengenang kemesraan dalam pernikahan? Saya memandang hal ini sangat perlu. Mengapa? Karena dengan mengenang kemesraan-kemesraan yang pernah terjadi selama dan sewaktu berpacaran, kita akan kembali menambah semangat untuk mencintai pasangan kita. Dalam peristiwa mengenang tersebut, kita akan kembali mengingat hal-hal menarik yang membuat kita mencintai pasangan kita. Selain itu, kita akan dapat mengevaluasi seberapa kendurnya tingkat kemesraan saat ini dibandingkan dengan saat awal pernikahan atau bahkan saat berpacaran. Dan dari saat itulah, kita dapat mengenali hal-hal apa yang mengganggu atau mendorong kemesraan dalam pernikahan. Jadi, apakah perlu untuk mengenang kemesraan-kemesraan dalam pernikahan kita hari ini? Bila perlu, jangan tunggu nanti bila pasangan kita sudah tiada; lakukan sekarang selagi ia hidup dengan kita.
Luangkanlah waktu berdua untuk mengenang kemesraan demi kemesraan yang lebih baik
No comments:
Post a Comment