Wednesday, March 28, 2007

DI BAWAH BAYANG-BAYANG TRAUMA (5)

Ingatan yang mengganggu

Gejala ini merupakan hal kedua yang sering dijumpai pada seseorang yang mengalami PTSD. Hal ini dapat dimengerti sebagai kecenderungan seseorang untuk kembali “mengalami” peristiwa atau aspek dari peristiwa traumatis yang pernah dialaminya. Ingatan tersebut dapat diilustrasikan sebagai sebuah rekaman video yang diputar dalam otaknya. Dan, kadangkala rekaman tersebut berputar tanpa diinginkan. Artinya, ingatan terhadap peristiwa traumatis dapat kembali muncul dalam otaknya meksi ia tidak ingin untuk mengingat kembali peristiwa tersebut. Inilah yang dimaksud dengan ingatan yang mengganggu (intrusive remembering).

Seorang bapak yang selamat dari gelombang tsunami di Aceh beberapa tahun yang lalu pernah mengalami gejala seperti ini. Waktu itu ia sering melihat banyak sekali mayat-mayat berserakan di mana-mana. Dan, apa yang ia lihat itu berlangsung selama beberapa hari mengingat pemerintah cukup kewalahan untuk bertindak cepat menguburkan semua mayat yang berada di tanah Aceh. Ke mana pun ia pergi dan keluar dari rumah, ia selalu melihat mayat. Sebab itu, selain peristiwa gelombang tsunami itu sendiri, penglihatannya terhadap mayat-mayat juga menimbulkan trauma tersendiri bagi bapak itu. Dampaknya, hampir setiap hari ingatannya tentang mayat-mayat itu selalu muncul tanpa diperintah olehnya. Inilah salah satu contoh kasus dari ingatan yang mengganggu.

Gejala ini juga dapat terjadi pada waktu seseorang sedang tidur. Bisa saja ia bermimpi soal peristiwa traumatis yang pernah menimpa dirinya sehingga membuatnya terbangun. Tidur akhirnya menjadi hal yang tidak menyenangkan baginya. Atau meski ia dapat tidur dan tidak terbangun, namun pikirannya tetap berjalan mengingat hal-hal yang terjadi dalam peristiwa traumatis itu. Dengan kata lain, ia tidur dengan tidak nyenyak.

Ingatan yang mengganggu, selain pada waktu tidur, juga dapat terjadi ketika ia mengalami atau menyaksikan suatu peristiwa yang memiliki kemiripan dengan peristiwa traumatis yang pernah dialaminya. Sebagai contoh, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, korban pembakaran toko pada bulan Mei 1998 mudah sekali mengalami gejala ini bila ia melihat kerumunan orang banyak. Mungkin ia mengetahui bahwa kerumunan orang banyak tersebut sedang melakukan demonstrasi yang wajar, atau mungkin ia tahu bahwa mereka adalah para pendukung klub sepakbola. Dengan kata lain, ia tahu bahwa orang-orang tersebut tidak sedang melakukan penjarahan dan pembakaran toko. Namun ingatan akan peristiwa traumatis tetap dapat terjadi, apalagi bila kerumunan orang banyak tersebut berteriak-teriak secara histeris.

No comments: