Daniel 10
“Hai engkau [Daniel] yang dikasihi, janganlah takut, sejahteralah engkau, jadilah kuat, ya, jadilah kuat!” (Dan. 10:19)
Masalah belum selesai. Kesusahan belum juga reda. “Kapankah aku melihat hari bahagia? Akankah aku melihatnya?” Mungkin inilah pertanyaan-pertanyaan Daniel ketika menjalani hari demi hari yang penuh dengan kesengsaraan. Ingat, Daniel tidak saja mengalami kesusahan karena dijajah, tetapi penglihatannya juga telah menimbulkan kesusahan tertentu bagi dirinya. Dan kali ini, Daniel mengalami kesusahan karena ia menerima firman yang menyusahkan pada tahun ketiga pemerintahan Koresh, raja orang Persia (ay. 1).
Itu sebabnya Daniel berkabung selama tiga minggu penuh, tidak memakan makanan yang sedap, dan tidak mandi selama tiga minggu. Apakah kita bisa merasakan betapa susahnya Daniel waktu itu? Sudah sekian lama Daniel dan bangsanya bersabar dan menunggu hari-hari pembebasan. Hari di mana Allah beraksi untuk “unjuk gigi”. Tapi kapankah hari itu tiba? Daniel pun kelu hatinya. Tapi tiba-tiba, ada suatu makhluk yang menyapa Daniel dan berkata, “Hai engkau yang dikasihi, jadilah kuat, ya, jadilah kuat!” Dan akhirnya, Daniel pun kembali menjadi kuat. Ya, kuat untuk menjalani kesusahan dan menanti hari kemenangan yang ditunggu-tunggu selama ini.
Kisah ini, kurang lebih, memiliki kemiripan dengan kisah Yesus sewaktu di Getsemani. Di sana kita melihat Yesus, Anak Manusia, yang sedang kelu hati-Nya. “Hatiku sangat gentar, seperti mau mati rasanya,” itulah curahan hati kepada ketiga murid-Nya. Sangat berat kesusahan yang ditanggung-Nya. Apalagi sebenarnya Ia tidak perlu menanggung kesusahan itu. Di tengah kesusahan itulah, injil Lukas mencatat, “Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepada-Nya untuk memberi kekuatan pada-Nya.” Akhirnya, Yesus menjadi kuat dan berkata pada murid-Nya, “Bangunlah, marilah kita pergi.”
Adakah kita mengalami kesusahan berat saat ini? Atau mungkin kita merasakan kesusahan yang tidak pernah dialami sebelumnya? Dan, kita mungkin merasa kesepian, tidak ada orang yang bisa mengerti kita, dan rasanya hanya kita sajalah yang menanggung kesusahan berat ini. Semua meninggalkan kita. Inikah yang kita alami? Bila ya, cepat berlarilah pada Tuhan, berdoalah agar Tuhan membisikkan kepada kita, “Jadilah kuat, ya, jadilah kuat!”
“Hai engkau [Daniel] yang dikasihi, janganlah takut, sejahteralah engkau, jadilah kuat, ya, jadilah kuat!” (Dan. 10:19)
Masalah belum selesai. Kesusahan belum juga reda. “Kapankah aku melihat hari bahagia? Akankah aku melihatnya?” Mungkin inilah pertanyaan-pertanyaan Daniel ketika menjalani hari demi hari yang penuh dengan kesengsaraan. Ingat, Daniel tidak saja mengalami kesusahan karena dijajah, tetapi penglihatannya juga telah menimbulkan kesusahan tertentu bagi dirinya. Dan kali ini, Daniel mengalami kesusahan karena ia menerima firman yang menyusahkan pada tahun ketiga pemerintahan Koresh, raja orang Persia (ay. 1).
Itu sebabnya Daniel berkabung selama tiga minggu penuh, tidak memakan makanan yang sedap, dan tidak mandi selama tiga minggu. Apakah kita bisa merasakan betapa susahnya Daniel waktu itu? Sudah sekian lama Daniel dan bangsanya bersabar dan menunggu hari-hari pembebasan. Hari di mana Allah beraksi untuk “unjuk gigi”. Tapi kapankah hari itu tiba? Daniel pun kelu hatinya. Tapi tiba-tiba, ada suatu makhluk yang menyapa Daniel dan berkata, “Hai engkau yang dikasihi, jadilah kuat, ya, jadilah kuat!” Dan akhirnya, Daniel pun kembali menjadi kuat. Ya, kuat untuk menjalani kesusahan dan menanti hari kemenangan yang ditunggu-tunggu selama ini.
Kisah ini, kurang lebih, memiliki kemiripan dengan kisah Yesus sewaktu di Getsemani. Di sana kita melihat Yesus, Anak Manusia, yang sedang kelu hati-Nya. “Hatiku sangat gentar, seperti mau mati rasanya,” itulah curahan hati kepada ketiga murid-Nya. Sangat berat kesusahan yang ditanggung-Nya. Apalagi sebenarnya Ia tidak perlu menanggung kesusahan itu. Di tengah kesusahan itulah, injil Lukas mencatat, “Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepada-Nya untuk memberi kekuatan pada-Nya.” Akhirnya, Yesus menjadi kuat dan berkata pada murid-Nya, “Bangunlah, marilah kita pergi.”
Adakah kita mengalami kesusahan berat saat ini? Atau mungkin kita merasakan kesusahan yang tidak pernah dialami sebelumnya? Dan, kita mungkin merasa kesepian, tidak ada orang yang bisa mengerti kita, dan rasanya hanya kita sajalah yang menanggung kesusahan berat ini. Semua meninggalkan kita. Inikah yang kita alami? Bila ya, cepat berlarilah pada Tuhan, berdoalah agar Tuhan membisikkan kepada kita, “Jadilah kuat, ya, jadilah kuat!”
Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! (Mzm. 46:11)
No comments:
Post a Comment