Daniel 5
“Tetapi tuanku, Belsyazar, anaknya, tidak merendahkan diri, walaupun tuanku mengetahui semuanya ini” (Dan. 5:22)
Menurut Anda, apa artinya lampu kuning pada lampu lalu lintas? Tanpa banyak pikir, kita menjawab bahwa lampu kuning adalah tanda untuk berhati-hati. Berhati-hati untuk apa? Berhati-hati agar semua kendaraan segera menurunkan kecepatan karena lampu akan segera berubah menjadi merah. Tapi pada kenyataanya, apa yang kita lakukan ketika kita melihat lampu kuning? Apakah kita segera menurunkan kecepatan? Hmm . . . rasanya bukan ini yang kita lakukan. Atau, apakah kita injak gas sekencang-kencangnya agar secepat mungkin melewati lampu lalu lintas? Aha! Inilah yang sering kita lakukan, bukan? Intinya, kita tahu peraturannya, tapi kita tidak mau tahu; akhirnya, kita melanggar apa yang telah kita ketahui.
Hal yang sama juga dilakukan oleh raja Belsyazar, anak dari raja Nebukadnezar. Pernyataan Daniel kepada raja Belsyazar pada ayat 22 sangat pedas untuk didengar. Kenapa terasa sangat pedas? Ada satu hal penting yang terkandung dalam sebuah kalimat itu: Belsyazar dianggap sebagai raja yang tidak mau belajar dari sejarah kehidupan ayahnya, Nebukadnezar. Padahal, Belsyazar tahu bagaimana kehidupan ayahnya, ia tahu perjalanan kegagalan dan kesuksesan spritualitas ayahnya, dan kemungkinan ia tahu pengakuan akhir ayahnya di pasal yang keempat. Kegagalan Belsyazar untuk belajar dari sejarah kehidupan ayah inilah yang membuat dia jatuh dalam dosa kesombongan dan dia menjadi raja yang tidak disukai oleh Tuhan.
Tahu tapi tidak mau tahu, inilah pelajarannya untuk kita. Dalam hal melakukan firman Tuhan, kita bisa menjadi seperti Belsyazar. Apa maksudnya? Semenjak kita beribadah di gereja kita pasti sudah sering mendengar firman Tuhan. Artinya, kita sudah banyak mengetahui tentang apa yang diinginkan Tuhan dalam hidup kita. Misalnya, kita tahu bahwa menebarkan gosip itu adalah perbuatan yang tidak berkenan bagi Tuhan, kita tahu bahwa sikap merendahkan seseorang (spt. pembantu, karyawan) adalah sikap yang tidak disukai Tuhan, dan seterusnya. Tapi apakah kita mau tahu dengan semua yang kita ketahui tadi? Belum tentu, bukan? Sebab itu, ketahuilah, berbahagialah orang yang bukan saja mendengar firman-Nya, tetapi juga melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara demikianlah, kita mau tahu dengan apa yang kita ketahui.
“Tetapi tuanku, Belsyazar, anaknya, tidak merendahkan diri, walaupun tuanku mengetahui semuanya ini” (Dan. 5:22)
Menurut Anda, apa artinya lampu kuning pada lampu lalu lintas? Tanpa banyak pikir, kita menjawab bahwa lampu kuning adalah tanda untuk berhati-hati. Berhati-hati untuk apa? Berhati-hati agar semua kendaraan segera menurunkan kecepatan karena lampu akan segera berubah menjadi merah. Tapi pada kenyataanya, apa yang kita lakukan ketika kita melihat lampu kuning? Apakah kita segera menurunkan kecepatan? Hmm . . . rasanya bukan ini yang kita lakukan. Atau, apakah kita injak gas sekencang-kencangnya agar secepat mungkin melewati lampu lalu lintas? Aha! Inilah yang sering kita lakukan, bukan? Intinya, kita tahu peraturannya, tapi kita tidak mau tahu; akhirnya, kita melanggar apa yang telah kita ketahui.
Hal yang sama juga dilakukan oleh raja Belsyazar, anak dari raja Nebukadnezar. Pernyataan Daniel kepada raja Belsyazar pada ayat 22 sangat pedas untuk didengar. Kenapa terasa sangat pedas? Ada satu hal penting yang terkandung dalam sebuah kalimat itu: Belsyazar dianggap sebagai raja yang tidak mau belajar dari sejarah kehidupan ayahnya, Nebukadnezar. Padahal, Belsyazar tahu bagaimana kehidupan ayahnya, ia tahu perjalanan kegagalan dan kesuksesan spritualitas ayahnya, dan kemungkinan ia tahu pengakuan akhir ayahnya di pasal yang keempat. Kegagalan Belsyazar untuk belajar dari sejarah kehidupan ayah inilah yang membuat dia jatuh dalam dosa kesombongan dan dia menjadi raja yang tidak disukai oleh Tuhan.
Tahu tapi tidak mau tahu, inilah pelajarannya untuk kita. Dalam hal melakukan firman Tuhan, kita bisa menjadi seperti Belsyazar. Apa maksudnya? Semenjak kita beribadah di gereja kita pasti sudah sering mendengar firman Tuhan. Artinya, kita sudah banyak mengetahui tentang apa yang diinginkan Tuhan dalam hidup kita. Misalnya, kita tahu bahwa menebarkan gosip itu adalah perbuatan yang tidak berkenan bagi Tuhan, kita tahu bahwa sikap merendahkan seseorang (spt. pembantu, karyawan) adalah sikap yang tidak disukai Tuhan, dan seterusnya. Tapi apakah kita mau tahu dengan semua yang kita ketahui tadi? Belum tentu, bukan? Sebab itu, ketahuilah, berbahagialah orang yang bukan saja mendengar firman-Nya, tetapi juga melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara demikianlah, kita mau tahu dengan apa yang kita ketahui.
Janganlah kita menjadi seperti Farisi yang tahu banyak tapi tidak banyak yang dilakukannya
No comments:
Post a Comment