Tuesday, February 27, 2007

IRI HATI: KANKER KEBAHAGIAAN

Daniel 6
“Kita tidak akan mendapat suatu alasan dakwaan terhadap Daniel ini, kecuali dalam hal ibadahnya kepada Allahnya!” (Dan. 6:6)

Sebuah kata-kata mutiara dari seorang yang bernama Harold Coffin mengatakan demikian: “Iri hati adalah seni menghitung berkat orang lain daripada berkat sendiri.” Saya kira kata-kata ini sangat cocok buat para pejabat dan wakil raja Darius dalam Daniel 6. Apa sebabnya? Perhatikan saja tingkah mereka ketika melihat Daniel yang diangkat menjadi pemimpinnya para wakil raja dan pejabat tinggi oleh raja Darius. Dalam bahasanya Harold Coffin, mereka menghitung berkat yang ada pada Daniel daripada berkat sendiri.

Lantas coba lihat akibat dari iri hati. Mereka langsung mengadakan persekongkolan untuk mencari-cari kesalahan Daniel. Mereka pergi menghadap raja untuk membuat aturan tentang ibadah yang mengharuskan semua rakyat menyembah dewa. Nah coba perhatikan apa yang mereka bicarakan pada ayat 8: “Semua pejabat tinggi kerajaan ini, semua penguasa dan wakil raja . . . telah mufakat . . . .” Tunggu dulu! Apa benar “semua”? Jelas tidak, karena Daniel ternyata tidak dilibatkan dalam permufakatan itu. Artinya, mereka membohongi sang raja. Lihatlah sekarang, bermula dari dosa iri hati meluncur ke dosa perkataan dusta.

Tapi itu belum selesai. Dalam ayat-ayat berikutnya, mereka berhasil menjebak Daniel yang sedang berdoa pada Tuhannya. Daniel tertangkap basah oleh mereka. Akhirnya, mereka pun membawanya pada raja Darius agar Daniel dihukum sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, yaitu dilempar ke gua singa. Mereka tidak lagi peduli soal nyawa Daniel; bagi mereka, yang paling penting adalah Daniel harus segera dibasmi dari bumi ini. Nah perhatikan lagi, bermula dari dosa iri hati meluncur ke dosa pembunuhan. Bahaya, bukan?

Iri hati adalah seperti penyakit kanker yang terus menggerogoti kebahagiaan kita. Pelan tapi pasti merusak. Merusak siapa? Diri sendirilah yang paling dirusak oleh penyakit ini. Bila kita melihat orang tertentu yang sukses, maka kita merasa tidak senang. Bila kita melihat orang tertentu diberikan pujian, maka kita berkata dalam diri, “Mengapa bukan aku? Padahal dia itu kan . . .” Bahagiakah kehidupan yang demikian? Nah itulah sebabnya saya katakan iri hati seperti kanker yang perlahan-lahan merenggut kebahagiaan kita. Camkanlah Amsal 14:30 yang berkata, “Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang.” Adakah kita sedang iri hati kepada orang-orang tertentu?

Iri hati adalah penghargaan terselubung kepada orang yang tidak kita sukai

No comments: