SURABAYA, KOMPAS.com - Industri pornografi melaporkan 20-30 persen remaja di dunia yang berusia 8-17 tahun mengakses situs porno.
"Itu laporan NRC Report yang dirilis pada 2002, tentu sekarang lebih banyak lagi," kata Staf Khusus Menkominfo, Son Kuswadi, di Surabaya, Minggu.
Ketika berbicara dalam talk show "Internet Sehat" di Universitas Surabaya (Ubaya), ia mengatakan 90 persen remaja semula mengklik situs porno secara tidak sengaja.
"Itu berarti industri pornografi cukup canggih dalam menjebak remaja, karena itu kita perlu mewaspadainya dengan melakukan filter," katanya.
Menurut ahli informatika dari ITS Surabaya itu, internet tidak perlu dihindari, karena masih banyak manfaat dari internet, terutama bagi pengembangan iptek dan pendidikan.
"Yang penting adalah bagaimana menciptakan filter untuk dampak negatif dari internet itu, seperti yang dilakukan China, Iran, Arab Saudi, Eropa, dan Amerika sendiri," katanya.
Berbagai penangkalan dampak negatif internet antara lain blok situs porno melalui cara berlangganan provider (ISP) yang memiliki filter, teladan orangtua, letak layar komputer yang mudah diawasi, dan ajak anak mencari informasi yang bagus.
"Semuanya perlu dilakukan di tingkat pribadi, keluarga, kantor, sekolah, warnet, dan provider (ISP)," katanya.
Ia menambahkan pemerintah sendiri mengupayakan melalui "payung hukum" seperti UU Telekomunikasi, UU ITE, UU Pronografi, dan Peraturan Menteri Konten Multimedia.
"Pemerintah juga segera membentuk Tim Internet Sehat Nasional yang dapat menerima laporan masyarakat untuk melakukan tindakan secara teknologi, hukum, dan evaluasi provider," katanya.
http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/03/30/00010366/20-30.persen.remaja.dunia.akses.situs.porno
No comments:
Post a Comment