Rabu, 03 Desember 2008
Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Pepatah itu menjadi prinsip hidup Margono ketika memutuskan melanjutkan program S-2 dan S3-nya. Pria kelahiran Surabaya, 12 Agustus 1942 tersebut baru kembali merasakan bangku kuliah pada usia 58 tahun.
Pada 2000, bapak dua anak itu meneruskan S-2 di bidang tangki berpengaduk di Fakultas Teknik Kimia ITS Surabaya. Sekarang, sosok yang sejak tahun lalu pensiun sebagai pegawai negeri Ssipil itu menyelesaikan program doktor.
Dia berharap pada pertengahan 2009 gelar tersebut telah disandangnya. Pria berkacamata itu sekarang memasuki tahap disertasi. Judulnya Pengaruh dari Beberapa Bentuk dan Ukuran Partikel Padat pada Perpindahan Masa dan Panas di Dalam Rotary Dryer.
"Sekolah atau belajar tidak memandang umur. Jadi, bagi saya tidak ada kata terlambat dalam belajar," katanya saat ditemui di rumahnya di kompleks Perumahan Dosen ITS.
Meski usia tidak muda lagi, semangat dan motivasi Margono untuk belajar tidak perlu diragukan. Dia merasa tidak terbebani dengan kegiatan perkuliahan yang sarat dengan tugas-tugas membuat makalah di sela tugasnya sebagai dosen Fakultas Teknik Kimia ITS. "Saya merasa menikmati, sebab sekolah dan belajar termasuk hobi saya," tuturnya.
Bahkan, untuk melanjutkan kuliah S-3, dia harus merogoh kocek pribadi alias membayar sendiri. Ini berbeda ketika mengambil program master, karena Margono mendapatkan beasiswa. Sebenarnya, kakek dua cucu itu ingin langsung meneruskan program doktor begitu lulus S-2 pada 2002. Namun, saat itu dia belum mendapatkan kesempatan. "Sulit mendapatkan beasiswa. Mungkin mengingat usia saya yang sudah mendekati pensiun. Tapi, bersyukur Tuhan masih bisa memberi rahmat untuk sekolah sendiri," terangnya.
Cita-cita Margono tidak hanya berhenti di S-3. Pria bersahaja tersebut masih berharap dapat menyandang gelar tertinggi di dunia pendidikan, yakni profesor. Meski, nanti tidak menjadi guru besar ITS, karena posisinya sudah pensiun. "Kalau ada kesempatan, saya berusaha meraihnya. Tapi, jalannya dari universitas swasta atau Kopertis. Namun, saya tidak berambisi besar mendapatkan gelar guru besar. Apa yang saya raih saat ini lebih dari cukup," ucapnya.
Dia menambahkan, kegiatan belajarnya ini dapat menjadi motivasi mereka yang masih muda guna menimba ilmu. Terutama, mereka yang telah bekerja agar tidak segan menuntut ilmu. "Setelah lulus S-1, kemudian bekerja, kita malas sekolah. Padahal, di luar negeri sudah menjadi kebiasaan untuk melanjutkan program lebih tinggi, meski telah bekerja," ujarnya.
Kebiasaan belajar Margono sebenarnya mudah ditebak saat memasuki rumahnya. Begitu berada di ruang tamu, terasa benar aroma "orang yang senang belajar". Di ruangan yang hanya 4 x 3 meter itu tidak ada hiasan mencolok. Hanya seperangkat kursi dan meja sederhana. Di tembok terdapat foto keluarga saat salah seorang anaknya menikah.
Namun, di ruang tamu itu terdapat sebuah lemari yang menyimpan buku. Margono menyebut ada dua macam buku yang dikoleksinya. Yakni, buku tentang teknik kimia dan buku-buku teologi. "Di dalam (ruang keluarga) masih ada satu lemari. Lebih dari 200 buku yang saya miliki," ujar jemaat GKI Pregolan Bunder itu.
Di antara koleksi buku-buku agama, Margono memiliki Kitab Injil berbahasa Yunani dan Ibrani yang telah disadur dalam bahasa Inggris. Dia mengaku selama ini merasa belum puas dengan kitab-kitab dalam bahasa Indonesia. "Jika membaca dalam bahasa Yunani dan Ibrani, kita makin mendalami arti-arti dalam ayat-ayat Injil," tandas pria yang bisa membaca tulisan Yunani itu. (dio/ayi)
(Diambil dari: http://www.jawapos.co.id/)
Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Pepatah itu menjadi prinsip hidup Margono ketika memutuskan melanjutkan program S-2 dan S3-nya. Pria kelahiran Surabaya, 12 Agustus 1942 tersebut baru kembali merasakan bangku kuliah pada usia 58 tahun.
Pada 2000, bapak dua anak itu meneruskan S-2 di bidang tangki berpengaduk di Fakultas Teknik Kimia ITS Surabaya. Sekarang, sosok yang sejak tahun lalu pensiun sebagai pegawai negeri Ssipil itu menyelesaikan program doktor.
Dia berharap pada pertengahan 2009 gelar tersebut telah disandangnya. Pria berkacamata itu sekarang memasuki tahap disertasi. Judulnya Pengaruh dari Beberapa Bentuk dan Ukuran Partikel Padat pada Perpindahan Masa dan Panas di Dalam Rotary Dryer.
"Sekolah atau belajar tidak memandang umur. Jadi, bagi saya tidak ada kata terlambat dalam belajar," katanya saat ditemui di rumahnya di kompleks Perumahan Dosen ITS.
Meski usia tidak muda lagi, semangat dan motivasi Margono untuk belajar tidak perlu diragukan. Dia merasa tidak terbebani dengan kegiatan perkuliahan yang sarat dengan tugas-tugas membuat makalah di sela tugasnya sebagai dosen Fakultas Teknik Kimia ITS. "Saya merasa menikmati, sebab sekolah dan belajar termasuk hobi saya," tuturnya.
Bahkan, untuk melanjutkan kuliah S-3, dia harus merogoh kocek pribadi alias membayar sendiri. Ini berbeda ketika mengambil program master, karena Margono mendapatkan beasiswa. Sebenarnya, kakek dua cucu itu ingin langsung meneruskan program doktor begitu lulus S-2 pada 2002. Namun, saat itu dia belum mendapatkan kesempatan. "Sulit mendapatkan beasiswa. Mungkin mengingat usia saya yang sudah mendekati pensiun. Tapi, bersyukur Tuhan masih bisa memberi rahmat untuk sekolah sendiri," terangnya.
Cita-cita Margono tidak hanya berhenti di S-3. Pria bersahaja tersebut masih berharap dapat menyandang gelar tertinggi di dunia pendidikan, yakni profesor. Meski, nanti tidak menjadi guru besar ITS, karena posisinya sudah pensiun. "Kalau ada kesempatan, saya berusaha meraihnya. Tapi, jalannya dari universitas swasta atau Kopertis. Namun, saya tidak berambisi besar mendapatkan gelar guru besar. Apa yang saya raih saat ini lebih dari cukup," ucapnya.
Dia menambahkan, kegiatan belajarnya ini dapat menjadi motivasi mereka yang masih muda guna menimba ilmu. Terutama, mereka yang telah bekerja agar tidak segan menuntut ilmu. "Setelah lulus S-1, kemudian bekerja, kita malas sekolah. Padahal, di luar negeri sudah menjadi kebiasaan untuk melanjutkan program lebih tinggi, meski telah bekerja," ujarnya.
Kebiasaan belajar Margono sebenarnya mudah ditebak saat memasuki rumahnya. Begitu berada di ruang tamu, terasa benar aroma "orang yang senang belajar". Di ruangan yang hanya 4 x 3 meter itu tidak ada hiasan mencolok. Hanya seperangkat kursi dan meja sederhana. Di tembok terdapat foto keluarga saat salah seorang anaknya menikah.
Namun, di ruang tamu itu terdapat sebuah lemari yang menyimpan buku. Margono menyebut ada dua macam buku yang dikoleksinya. Yakni, buku tentang teknik kimia dan buku-buku teologi. "Di dalam (ruang keluarga) masih ada satu lemari. Lebih dari 200 buku yang saya miliki," ujar jemaat GKI Pregolan Bunder itu.
Di antara koleksi buku-buku agama, Margono memiliki Kitab Injil berbahasa Yunani dan Ibrani yang telah disadur dalam bahasa Inggris. Dia mengaku selama ini merasa belum puas dengan kitab-kitab dalam bahasa Indonesia. "Jika membaca dalam bahasa Yunani dan Ibrani, kita makin mendalami arti-arti dalam ayat-ayat Injil," tandas pria yang bisa membaca tulisan Yunani itu. (dio/ayi)
(Diambil dari: http://www.jawapos.co.id/)
No comments:
Post a Comment