Hai teman, berhentilah sejenak. Please stop from your work for a while. Bacalah berita dari Jawapos Online, Jumat, 4 Mei 2007, http://jawapos.co.id/index.php?act=detail&id=8573
Indonesia bakal masuk dalam buku rekor dunia (Guinness World Records) 2008 yang dirilis September tahun ini. Sayang, rekor yang diukir kali ini memalukan karena disebut sebagai negara penghancur hutan tercepat di dunia.Indonesia dianggap negara dengan tingkat kehancuran hutan paling cepat di antara 44 negara yang secara kolektif memiliki 90 persen dari luas hutan di dunia. "Tentu ini sebuah rekor yang patut disayangkan dan memalukan," kata Hapsoro, juru kampanye hutan Green Peace Asia Tenggara, kepada wartawan di Hotel Millenium Jakarta, kemarin.
Green Peace-lah yang mengirimkan surat resmi ke Guinness World Records tentang kondisi hutan di Indonesia. "Ternyata direspons cepat. Minggu lalu mereka memberikan konfirmasi dan rekor itu akan muncul dalam buku rekor dunia 2008 yang diluncurkan September tahun ini," jelasnya. Sertifikat untuk rekor itu kemarin ditunjukkan kepada wartawan. Tertulis dalam sertifikat itu: Of the 44 countries which collectively account for 90 per cent of the world’s forests, the country which pursues the highest annual rate of deforestation is Indonesia with 1,8 million ha (4.447.896 acres) of forest destroyed each year between 2000-2005; a rate of 2 per cent annually or 51 km2 (20 miles2) destroyed every day. (Dari 44 negara yang secara kolektif memiliki 90 persen hutan di dunia, negara yang laju deforestasi tahunan tertinggi di dunia adalah Indonesia, dengan 1,8 juta hektare hutan dihancurkan per tahun antara 2000 hingga 2005. Ini setara dengan kehancuran hutan 2 persen setiap tahun, atau 51 kilometer persegi per hari). Data tersebut berdasarkan laporan FAO, Global Forest Resources Assessment 2005.
Renungan: Tanyakan Kenapa?
Melihat berita tersebut, pertanyaan yang timbul adalah apakah yang dapat dilakukan oleh gereja kita? Bagaimana gereja menanggapi isu kerusakan alam yang sudah beredar sekian lama? Ah mungkin pertanyaan itu masih terlalu jauh. Baiklah, kita ganti pertanyaannya: apakah gereja masih peduli dengan isu-isu ekologi? Saya ragu akan hal ini.
Apa sebabnya? Mungkin salah satu alasannya adalah karena gereja sudah terlalu sibuk dengan hal-hal "spiritual." Bagaimana membuat jemaat rajin berdoa, bagaimana membuat jemaat rajin bersaat teduh, bagaimana membuat ibadah dapat dihayati oleh jemaat, bagaimana mendorong jemaat untuk melakukan penginjilan, dan seterusnya. Mungkin hal-hal demikianlah yang paling digandrungi dan baru dikatakan "spiritual" oleh gereja.
Apakah salah? Oh jelas tidak! Itu semua perlu. Tapi itu belum cukup. Gereja nampaknya perlu kembali mempertanyakan ulang mengenai isu spiritualitas agar apa yang dikerjakan oleh gereja dapat lebih komprehensif. Acapkali gereja-gereja injili menekankan pada spiritualitas Yesus Kristus yang lebih banyak membicarakan soal relasi personal dengan Yesus. Bila hal ini ditekankan terus-menerus, maka akibatnya adalah jemaat menjadi orang yang individulistis, tidak peduli dengan relasi satu dengan yang lainnya, dan termasuk tidak peduli dengan ekologi. Jemaat cenderung berpikir bagaimana relasiku dengan Yesus. That's all.
Nah mungkin spiritualitas yang berat sebelah merupakan salah satu penyebab gereja tidak dapat berperan aktif dalam menanggapi isu ekologi. Lalu bagaimana spiritualitas yang tidak berat sebelah? Selamat berpikir.
No comments:
Post a Comment