(2) Perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial atau melanggar norma sosial. Setiap masyarakat memiliki norma-norma (standar) yang menentukan jenis perilaku yang dapat diterima dalam beragam konteks tertentu. Perilaku yang dianggap normal dalam satu budaya mungkin akan dipandang sebagai abnormal dalam budaya lainnya. Atau, apa yang dianggap abnormal dalam satu generasi mungkin dilihat sebagai hal yang normal oleh generasi lainnya. Contohnya, sampai pada pertengahan tahun 1970-an homoseksualitas diklasifikasikan sebagai sebuah gangguan mental oleh para psikiater. Namun, sekarang para psikiater tidak lagi mempertimbangkan homoseksualitas sebagai gangguan mental dan banyak orang memberikan pendapat bahwa norma masyarakat kontemporer seharusnya memasukkan homoseksualitas sebagai suatu variasi normal dalam perilaku.
(3) Persepsi atau interpretasi yang salah terhadap realitas. Biasanya, sistem sensori dan proses kognitif memungkinkan kita untuk membentuk representasi mental yang akurat tentang lingkungan sekitar. Namun melihat sesuatu ataupun mendengar suara yang tidak ada objeknya akan disebut sebagai halusinasi, di mana dalam budaya-budaya tertentu sering dianggap sebagai tanda-tanda yang mendasari suatu gangguan. Contohnya, saat ini orang yang "berbicara" pada Tuhan melalui doa. Namun, jika ada orang yang mengklaim dirinya benar-benar melihat Tuhan atau mendengar suara-Nya. Perilaku orang seperti itu kemungkinan akan dianggap sebagai abnormal.
(4) Perilaku maladapif atau self-defeating. Perilaku yang menghasilkan ketidakbahagiaan dan bukan self-fulfillment dapat dianggap sebagai abnormal. Perilaku yang membatasi kemampuan kita untuk berfungsi dalam peran yang diharapkan atau untuk beradaptasi dengan lingkungan kita juga dapat disebut sebagai abnormal. Contohnya, bila seseorang mengonsumsi narkotika sehingga mengganggu fungsi kesehatan, sosial, dan kerja, maka perilaku tersebut akan dipandang sebagai abnormal.
(Diadaptasi dari Nevid, Psikologi Abnormal, 5-7)
(3) Persepsi atau interpretasi yang salah terhadap realitas. Biasanya, sistem sensori dan proses kognitif memungkinkan kita untuk membentuk representasi mental yang akurat tentang lingkungan sekitar. Namun melihat sesuatu ataupun mendengar suara yang tidak ada objeknya akan disebut sebagai halusinasi, di mana dalam budaya-budaya tertentu sering dianggap sebagai tanda-tanda yang mendasari suatu gangguan. Contohnya, saat ini orang yang "berbicara" pada Tuhan melalui doa. Namun, jika ada orang yang mengklaim dirinya benar-benar melihat Tuhan atau mendengar suara-Nya. Perilaku orang seperti itu kemungkinan akan dianggap sebagai abnormal.
(4) Perilaku maladapif atau self-defeating. Perilaku yang menghasilkan ketidakbahagiaan dan bukan self-fulfillment dapat dianggap sebagai abnormal. Perilaku yang membatasi kemampuan kita untuk berfungsi dalam peran yang diharapkan atau untuk beradaptasi dengan lingkungan kita juga dapat disebut sebagai abnormal. Contohnya, bila seseorang mengonsumsi narkotika sehingga mengganggu fungsi kesehatan, sosial, dan kerja, maka perilaku tersebut akan dipandang sebagai abnormal.
(Diadaptasi dari Nevid, Psikologi Abnormal, 5-7)
No comments:
Post a Comment